JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati mendesak agar pemerintah sadar dan jangan menambah berat beban buruh lagi. Salah satunya dengan cara secepat mungkin untuk menghentikan selamanya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law tentang Cipta Tenaga Kerja.
“Di Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2020 kali ini, harusnya pemerintah bisa melakukan itu. Apalagi karena pandemi corona kondisi ekonomi yang sangat berat,” ujar Mufida kepada wartawan, Sabtu (2/5).
“Pemerintah harusnya sadar dan bertindak, para buruh justru dihadapkan pada ancaman PHK, ada juga THR yang tidak terbayar, pengurangan gaji dan sederet kabar buruk lainnya,” ujar Mufida kepada wartawan.
Karena itu, Mufida pun mengingatkan pemerintah agar jangan lagi menambah beban buruh dengan tetap memaksakan pembahasan RUU Cipta Tenaga Kerja. Merujuk pada program Kartu Prakerja yang kontroversial tersebut, diperkirakan ada 5,6 juta pekerja yang terdampak.
Dari data yang ia peroleh seperti di ibu kota saja, Pemprov DKI Jakarta per hari ini merilis data ada 3.921 perusahaan dengan 1.057.952 pekerja yang terdampak. Di luar negeri, para Pekerja Migran Indonesia (PMI) juga mengalami hal serupa, contohnya di Malaysia yang sudah berteriak meminta bantuan.
“Jadi, kalau pemerintah tetap ngotot membahas RUU Omnibus Law jelas bukan tindakan bijak,” katanya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menegaskan, sikap Fraksi PKS tetap pada pendirian tidak akan terlibat di Panitia Kerja RUU Cipta Kerja selama dibahas di masa pandemi.
“Ada prioritas lain yang harus dilakukan pemerintah dan DPR selama masa pandemi ini. Bukan dengan mencari kesempatan demi lolosnya RUU Cipta Kerja yang ditentang teman-teman buruh,” tegasnya.
Refleksi Hari Buruh, lanjut Mufida, mendudukkan buruh sebagai komponen yang sejajar dengan pemerintah dan pengusaha dalam mengambil kebijakan.
“Ingat, buruh bukan subordinat,” ungkapnya.
Mufida menyebut langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghentikan klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja sebagai hal baik. Namun, menurut Mufida hal itu belum cukup.
“Karena RUU Cipta Kerja ini kompleks, saling terhubung dengan banyak UU dan pembahasannya harus komprehensif. Jika Pak Jokowi tulus mendengarkan suara teman-teman buruh, bukan hanya klaster ketenagakerjaan yang dihentikan pembahasannya tapi semua,” ujarnya.(jpg)