JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kasus dugaan blending atau “oplosan” di Pertamina dinilai tak hanya melibatkan internal Pertamina saja, tapi bisa mengarah ke kementerian yang membawahi perusahaan pelat merah itu. Maka agar kasus ini bisa dituntaskan, Presiden Prabowo Subianto disarankan menonaktifkan sementara Menteri BUMN Erick Thohir menyusul terungkapnya dugaan oplos BBM Pertalite menjadi Pertamax.
“Soal kualitas dan harga BBM itu menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak termasuk kita sendiri. Maka perlu kita dukung penuh pihak Kejaksaan Agung dalam membongkar dugaan permainan impor ini agar terang benderang,” kata Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Ahad (2/3).
Erick Thohir sempat bungkam selama lebih dari empat bulan sejak Kejagung mulai menggeledah kantor dan rumah direksi Pertamina pada Oktober 2024. Namun, setelah bertemu Jaksa Agung, Erick tiba-tiba menyatakan akan mengevaluasi direksi yang jadi tersangka. Yusri menilai tim penyidik Kejagung sangat profesional dan memiliki cukup bukti untuk mengusut kasus ini. Ia pun menyoroti peran Menteri BUMN dalam mengawasi bisnis Pertamina.
“Proses bisnis pengadaan minyak di Pertamina tak bisa lepas dari tanggungjawab Menteri BUMN dan mantan Dirut Pertamina,” ungkap Yusri.

Dia pun berharap, jika Presiden Prabowo Subianto benar-benar berkomitmen memerangi korupsi, maka sebaiknya Menteri BUMN segera dinonaktifkan Erick agar kasus ini dapat cepat terselesaikan.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir siap melakukan review dan berbagai perbaikan di tubuh PT Pertamina (Persero). Hal itu disebut Erick diperlukan akibat adanya persoalan yang saat ini melanda badan usaha pelat merah tersebut.
’’Kita akan review total. Seperti apa nanti perbaikan-perbaikan yang bisa kita lakukan ke depan,’’ ujarnya saat ditemui di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Sabtu (1/3).
Erick melanjutkan, Kementerian BUMN juga akan melakukan konsolidasi dengan Kementerian ESDM, SKK Migas, dan stakeholder lainnya. Langkah itu diharapkan bisa memberikan solusi konkret.
Meski begitu, dia mengaku akan kooperatif dengan upaya Kejaksaan Agung yang kini mengusut dugaan korupsi di Pertamina Patra Niaga. ’’Saya rapat sampai jam 11 malam. Mengenai isu apakah ini blending, oplosan, kami tidak mau berargumentasi. Tetapi, kalau itu ada oplosan di titik tertentu, ya kami tadi kan dari Kejaksaan sedang menggali. Apakah blending?’’ katanya.
Mantan bos Inter Milan itu mengungkapkan kemungkinan penggabungan alias merger beberapa perusahaan dalam struktur Pertamina, termasuk unit pengolahan dan distribusi untuk menghilangkan transaksi internal yang tidak efisien. Dia menekankan, tinjauan tersebut merupakan bagian dari upaya improvisasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan. ’’Apakah ini mungkin ada satu-dua perusahaan yang harus dimergerkan supaya nanti antara kilang dan (Pertamina) Patra Niaga tidak ada exchange penjualan. Kita review nggak apa-apa. Ini kan bagian dari improvisasi,’’ ucapnya.
Terkait dengan adanya direksi di anak usaha Pertamina yang terseret kasus dugaan korupsi, Erick menyebut bulan ini akan digelar rapat umum pemegang saham (RUPS) Pertamina yang memungkinkan adanya pergantian komisaris serta direksi Pertamina itu sendiri.
’’Jadi, tentu pergantian komisaris direksi kita sejalankan dengan rapat tahunan. Kita juga harus menjaga konsistensi karena masing-masing perusahaan itu juga kan banyak mendapatkan penugasan,’’ katanya.
Sementara itu, anggota Komisi XII DPR Meitri Citra Wardani menilai, skandal di PT Pertamina Patra Niaga menyingkap rapuhnya manajemen perusahaan. Akibatnya, manajemen dapat disusupi oleh pihak swasta yang tidak bertanggung jawab dengan memanfaatkan celah regulasi dan pengawasan yang lemah.
Saat ini sejatinya telah ada Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2021 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri. Peraturan itu memiliki spirit yang positif. ”Namun, aturan ini menjadi kurang bertaji sepanjang tidak dibarengi pengawasan yang kuat oleh Kementerian ESDM,” ujarnya.
Lemahnya pengawasan membuka celah bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyusup dan merusak sistem bisnis Pertamina yang berakibat pada kerugian negara. Meitri menambahkan, mekanisme kontrol dan pengawasan internal dan eksternal yang tidak berjalan membuat mereka yang memiliki niat tidak baik bisa dengan mudah memanipulasi data, mengatur tender, dan terpengaruh bujuk rayu oknum di luar perusahaan. Karena itu, sistem pengawasan perlu dibenahi agar lebih kuat.
”Pengambilan keputusan penting di perseroan harus berbasis transparansi dan akuntabilitas,” imbuhnya.
Meitri menekankan, terbongkarnya skandal korupsi ini harus menjadi momentum bagi Pertamina dan anak perusahaannya untuk melakukan reformasi tata kelola niaga. ”Reformasi ini bukan sekadar perbaikan internal. Lebih jauh, yaitu sebagai upaya memastikan pengelolaan sumber daya energi nasional berjalan dengan transparan, akuntabel, dan sesuai dengan amanat konstitusi,” terangnya.
Pengumuman Lemigas
Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) memastikan seluruh sampel BBM yang diuji telah memenuhi spesifikasi pemerintah. Hasil itu diperoleh dari serangkaian pengujian yang dilakukan di laboratorium Lemigas setelah mengambil sampel di Terminal BBM Pertamina Plumpang serta berbagai SPBU di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang Selatan. Termasuk sampel yang diambil bersamaan dengan kunjungan Komisi XII DPR pada SPBU di area Cibubur, Depok.(jpg/int)