PADA 25 November merupakan hari sakral bagi pendidikan Indonesia. Tanggal di mana ditetapkannya sebagai Hari Guru Nasioal bersamaan dengan Hari Ulang Tahun Persatuan Guru Republik Indonesia. Sebagai seorang guru, rasanya saya termotivasi ingin menulis artikel tentang guru. Saking luasnya tema guru saya jadi bingung sendiri topik apa yang cocok dan menarik bagi artikel saya.
Saya teringat akan moto guru di Finlandia yang berbunyi “Kalau saya gagal dalam mengajar siswa, itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya”. Ya memang benar, negara dan rakyat Finlandia menempatkan guru sebagai profesi terhormat dan mereka yang menyandang profesi guru mendapat sebuah prestise tersendiri.
Tidak mudah menjadi guru di Finlandia. Untuk dapat berkuliah di jurusan pendidikan saja calon mahasiswa harus bersaing ketat dengan satu sama lain.
Berkat penghargaan yang besar dari negara dan masyarakat, profesi guru di Finlandia menjadi primadona karena diganjar dengan gaji yang sangat besar. Hampir semua guru di Finlandia menjadi penulis. Selain merancang strategi mengajar dan merancang strategi mengajar mereka juga membuat model evaluasi yang tepat, mereka juga menulis buku-buku teks yang beragam.
Kasus di atas hanya contoh dari negara dan sekolah yang konsen terhadap kualitas pendidikan bagi siswanya. Guru-guru Finlandia sangat bertanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan siswanya. Bagaimana dengan Indonesia?
Guru-guru di Indonesia memiliki potensi besar menjadi seperti guru-guru di Finlandia. Tinggal bagaimana ada niat, kemauan dan komitmen serta mentalitas yang tinggi untuk memajukan keberhasilan pendidikan siswanya. Tidak ada guru yang tidak mampu mengajar. Semua guru mampu mengajar. Namun sedikit sekali guru yang berkonsentrasi untuk belajar dan mengajar dengan baik.
Sehari-hari waktu bekerja guru hanya fokus pada menentukan bagaimana ilmu yang diajarkan dapat diterima dengan mudah oleh setiap siswa. Guru-guru model seperti ini merupakan guru-guru konvensional dan tidak kekinian. guru yang hanya mau bekerja setelah ada perintah dan selalu menuntut hak sebelum menunaikan kewajibannya. Guru zaman sekarang harus siap mental dan harus siap dilatih dengan mengembangkan profesi keguruannya.
Menurut Rohmadi dkk (2008:36) guru ideal memang harus menguasi empat kompetensi utama, yakni pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Untuk mendukung empat kompetensi utama tersebut, seorang guru harus memiliki tiga pilar utama agar menjadi guru berkarakter kuat dan cerdas dalam mengemban tugas mulianya.
Tiga pilar tersebut adalah, (1) guru harus mempunyai tujuan atau visi yang jelas dalam mengajar dan mendidik siswanya di sekolah; (2) guru harus memiliki ilmu atau kompetensi pedagogik yang memadai agar mampu membimbing dan mengajar siswanya dengan benar dan jujur; (3) guru harus memiliki akhlak yang untuk menjadi guru yang berkarakter kuat dan cerdas. Apabila tiga pilar tersebut sudah menjadi pegangan bagi para guru, insyaallah pendidikan di Indonesia akan dapat tercapai sesuai harapan masyarakat.
Guru adalah mahluk yang tidak boleh berhenti belajar. Tetapi pertanyaannya, kapan dan di mana seorang guru dapat belajar? Chatib (2013:32) mengusulkan saran agar guru tetap punya waktu dan semangat belajar. Pertama, sekolah harus membentuk Divisi Guardian Anggel (GA), sang malaikat penyelamat. Guardian Angel adalah divisi khusus untuk pelatihan dan pengembangan guru di setiap sekolah. Guardian Angel kelak akan menjadi jantung sekolah. Tim GA terdiri dari kepala sekolah dan beberapa guru inti bidang studi. Tugas GA yakni mendesain program pelatihan, memberikan konsultasi lesson plan, membuat dan menerbitkan rapor kualitas lesson plan guru, serta mengikuti pelatihan-pelatihan dan meneruskannya kepada para guru.
Kedua, program bedah buku secara reguler. Setiap buku-buku pendidikan yang baru, para guru di sekolah harus membedah buku itu. Setiap guru harus membedah satu bab, namun dalam waktu yang singkat banyak guru membedah secara bersamaan. Ketiga, program tamu minggu ini. Program tamu minggu ini yaitu sebuah program guru bidang studi atau guru gabungan beberapa bidang studi untuk membicarakan “tamu” seorang siswa yang mungkin dalam kurun waktu tertentu sering menghadapi masalah.
Selain tiga saran dari Chatib di atas, agar para guru tetap belajar dan menjadi seorang pembelajar, para guru dapat mengikuti komunitas sesuai dengan bidang studi yang diampunya. Komunitas seperti Forum Guru, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Kelompok Kerja Guru (KKG), dan komunitas lain yang bersifat mengembangkan keprofesian guru. Selain mengikuti komunitas, saran yang paling murah dan mudah dan dapat dilakukan kapan saja untuk guru belajar yakni membaca.
Membaca dapat dilakukakan kapan dan di mana saja. Selain murah, mudah, dan dapat dilakukan kapan dan di mana saja, membaca juga dapat menambah khazanah keilmuan guru. Guru juga harus menjadi roll model dalam membaca di lingkungan sekolah. Membaca berkaitan erat dengan menulis. Setelah para guru membaca dan mendapatkan wawasan ilmu yang luas, para guru dapat menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan. Sebaik-baiknya guru adalah guru yang tidak hanya mengajar, melainkan guru yang membagi ilmunya dengan karya tulisannnya. Jika guru hanya mengajar di kelas maka ilmu yang disebarkan hanya kebeberapa murid yang ada di kelas dan pahala yang didapatpun terbatas. Sedangkan Jika guru dapat mengajar ditambah mampu menulis maka ilmu yang disebarkan akan semakin luas dan pahala yang didapatpun tidak terhitung jumlahnya.
Dengan demikian, guru zaman sekarang harus siap mental dan harus siap dilatih dengan mengembangkan profesi keguruannya. Guru adalah mahluk yang tidak boleh berhenti belajar. Guru menginstruksikan siswa untuk belajar, sedang dia (guru) tidak belajar. Kalau seorang guru berhenti belajar, lebih baik berhenti saja menjadi guru!. Apabila para guru sudah menjadi guru pembelajar, insyaallah pendidikan di Indonesia akan dapat tercapai sesuai harapan masyarakat.***