Jumat, 22 November 2024

Merindukan Keadaban di Jalan Raya

- Advertisement -

(RIAUPOS.CO) — Keadaban adalah akhlak atau budi pekerti tingkat tinggi. Kehadirannya dalam kehidupan manusia menjadi sebuah keniscayaan agar jalan kehidupan penuh dengan bunga-bunga nan indah, harum semerbak yang menyenangkan setiap mata yang memandangnya. Namun sayang, keadaban itu jarang hadir dalam ruang publik khususnya di jalan raya.

Kita menyaksikan bagaimana jalan raya seakan menjadi ruang asing yang tidak perlu sentuhan keadaban. Para pengguna jalan tidak lagi mengindahkan etika, sopan santun dan aturan. Klakson dengan seenaknya saja dibunyikan, bahkan tanpa ada keperluan sedikitpun. Seperti di lampu lalu lintas (traffic light), saat lampu masih kuning, menunggu lampu hijau menyala, ada saja kenderaan yang membunyikan klakson, atau saat sedang macet. Padahal tidak akan ada kendaraan yang ingin berlama-lama di lampu merah atau sedang macet. Semua pengguna jalan tentu ingin cepat sampai ke tujuan. Belum lagi yang terus memacu kendaraan saat merah masih menyala, menyalip kenderaan tidak pada jalurnya. Berhenti atau mengambil jalur yang tidak seharusnya dilakukan. Memacu kendaraan di luar batas yang telah ditetapkan, malah terus melaju ketika menghampiri penyeberangan jalan (zebra cross). Adu cepat di setiap putaran balik (u-turn) bahkan terkesan tidak saling mengalah, atau memutar di tempat yang tidak dibolehkan. Belum lagi penggunaan trotoar dan bahu jalan oleh pedagang, parkir sembarangan. Banyak lagi perilaku pengguna jalan raya yang jauh dari keadaban.

Melihat laku pengguna jalan raya yang minus keadaban tersebut, penulis bertanya-tanya sendiri di dalam hati. Apa sesungguhnya yang terjadi dengan pengguna jalan raya? Benarkah ini terkait dengan persoalan budaya kita? Atau ini penampakan identitas bangsa yang ketinggalan dalam banyak hal? Ataukah kesadaran akan pentingnya akhlak di jalan raya belum hadir sepenuhnya? Sungguh tak mudah penulis menemukan jawabannya.

- Advertisement -
Baca Juga:  Demokrasi Indonesia: Rapuh atau Gagal?

Penyebab Tidak Tumbuhnya Keadaban di Jalan

Sepengetahuan penulis ada hal yang mendasar menyebabkan tidak tumbuhnya keadaban di jalan raya. Pertama, pola pikir (mindset ) pengguna jalan. Bagi yang tidak taat aturan dan tidak berlaku baik di jalan menganggap, bahwa jalan hanya setakat media untuk sampai ke tujuan. Oleh karena itu beragam cara dilakukan agar sampai ke tujuan. Melabrak lampu merah, memacu dan berada di jalur yang tidak dibenarkan, atau tindakan yang melanggar lainnya bukan menjadi persoalan.  Yang penting baginya kendaraannya melaju sesuai dengan keinginannya dan sampai ke tujuan. Apakah orang lain terganggu dengan tingkahnya di jalan, hal itu tidak dihiraukannya.

Kedua, hilangnya budaya malu di jalan. Laku ini merupakan turunan dari pola pikir. Mengutip ungkapan Ralph W Emerson, bahwa nenek moyang dari setiap tindakan adalah pikiran. Maka pola pikir yang salah akan melahir perbuatan yang salah, namun terkadang pelakunya tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan, apalagi laku itu dilakukan banyak pihak. Akhirnya menjadi sebuah kebiasaan yang biasa. Sehingga tidak melahirkan rasa malu bila melakukannya. Malah terselip rasa bangga melanggar lalu lintas di jalan raya. Seperti mengambil dan berhenti di jalur kiri yang dikhususkan untuk yang ke kiri jalan terus atau melaju saat lampu merah masih menyala dan sederet pelanggaran lainnya. Padahal pelanggaran itu sudah jelas perbuatan yang salah dan mengganggu keselamatan dan kenyamanan orang di jalan

- Advertisement -

Ketiga, penegakan hukum. Ketegasan dan tegaknya hukum dalam setiap pelanggaran menjadi bagian penting terciptanya kepatuhan di jalan. Contoh dekat bagaimana laku orang kita kala berkunjung ke Singapura. Semuanya taat aturan, dan takut untuk melakukan pelanggaran. Keempat, tidak menganggap ketaatan dan kepatuhan di jalan sebagai ibadah. Kebanyakan kita masih memaknai ibadah hanya setakat ritual an sich, belum menyentuh ranah-ranah sosial terutama terkait akhlak di jalan raya. Padahal nabi telah mencontohkan bagaimana seharusnya bersikap di jalan. Dalam hadis, Nabi jelaskan bahwa membuang ranting berduri di jalan saja merupakan ibadah yang akan dibalas Allah. Membuang duri dalam konteks sekarang boleh jadi bentuknya dengan memberikan kemudahan dan kelapangan orang di jalan. Seperti taat aturan lalu-lintas dan menampilkan akhlak yang baik di jalan. Sehingga setiap orang merasa nyaman di jalan, keselamatannya di perhatikan.

Baca Juga:  Berebut Ruang Publik di tengah Pandemi

Keadaban di jalan merupakan dambaan setiap orang dan tidak ada kata terlambat untuk kita memperbaiki akhlak di jalan. Ungkapan novelis Inggris Charles Reade, Taburkan benih pikiran, kau akan menuai aksi. Taburkan benih aksi, kau akan menuai kebiasaan. Taburkan benih kebiasaan, kau akan menuai karakter patut dijadikan renungan. Oleh karena itu merubah pola pikir, tingkah laku, penegakan dan ketegasan hukum serta menganggap ketaatan di jalan sebagai ibadah menjadi langkah penting untuk lahir dan tumbuhnya keadaban di jalan raya. Sudah saatnya jalan raya menjadi ladang untuk kita menambah pahala, bukan sebagai tempat lahirnya dosa. Mengakhiri tulisan ini, penulis mengingatkan kita kembali bahwa kehadiran rasulullah ke bumi ini untuk memperbaiki akhlak manusia. Dan akhlak itu merangkumi semua hal, termasuk akhlak dan adab di jalan raya. Wallahu’alam.***

(RIAUPOS.CO) — Keadaban adalah akhlak atau budi pekerti tingkat tinggi. Kehadirannya dalam kehidupan manusia menjadi sebuah keniscayaan agar jalan kehidupan penuh dengan bunga-bunga nan indah, harum semerbak yang menyenangkan setiap mata yang memandangnya. Namun sayang, keadaban itu jarang hadir dalam ruang publik khususnya di jalan raya.

Kita menyaksikan bagaimana jalan raya seakan menjadi ruang asing yang tidak perlu sentuhan keadaban. Para pengguna jalan tidak lagi mengindahkan etika, sopan santun dan aturan. Klakson dengan seenaknya saja dibunyikan, bahkan tanpa ada keperluan sedikitpun. Seperti di lampu lalu lintas (traffic light), saat lampu masih kuning, menunggu lampu hijau menyala, ada saja kenderaan yang membunyikan klakson, atau saat sedang macet. Padahal tidak akan ada kendaraan yang ingin berlama-lama di lampu merah atau sedang macet. Semua pengguna jalan tentu ingin cepat sampai ke tujuan. Belum lagi yang terus memacu kendaraan saat merah masih menyala, menyalip kenderaan tidak pada jalurnya. Berhenti atau mengambil jalur yang tidak seharusnya dilakukan. Memacu kendaraan di luar batas yang telah ditetapkan, malah terus melaju ketika menghampiri penyeberangan jalan (zebra cross). Adu cepat di setiap putaran balik (u-turn) bahkan terkesan tidak saling mengalah, atau memutar di tempat yang tidak dibolehkan. Belum lagi penggunaan trotoar dan bahu jalan oleh pedagang, parkir sembarangan. Banyak lagi perilaku pengguna jalan raya yang jauh dari keadaban.

Melihat laku pengguna jalan raya yang minus keadaban tersebut, penulis bertanya-tanya sendiri di dalam hati. Apa sesungguhnya yang terjadi dengan pengguna jalan raya? Benarkah ini terkait dengan persoalan budaya kita? Atau ini penampakan identitas bangsa yang ketinggalan dalam banyak hal? Ataukah kesadaran akan pentingnya akhlak di jalan raya belum hadir sepenuhnya? Sungguh tak mudah penulis menemukan jawabannya.

- Advertisement -
Baca Juga:  Berebut Ruang Publik di tengah Pandemi

Penyebab Tidak Tumbuhnya Keadaban di Jalan

Sepengetahuan penulis ada hal yang mendasar menyebabkan tidak tumbuhnya keadaban di jalan raya. Pertama, pola pikir (mindset ) pengguna jalan. Bagi yang tidak taat aturan dan tidak berlaku baik di jalan menganggap, bahwa jalan hanya setakat media untuk sampai ke tujuan. Oleh karena itu beragam cara dilakukan agar sampai ke tujuan. Melabrak lampu merah, memacu dan berada di jalur yang tidak dibenarkan, atau tindakan yang melanggar lainnya bukan menjadi persoalan.  Yang penting baginya kendaraannya melaju sesuai dengan keinginannya dan sampai ke tujuan. Apakah orang lain terganggu dengan tingkahnya di jalan, hal itu tidak dihiraukannya.

- Advertisement -

Kedua, hilangnya budaya malu di jalan. Laku ini merupakan turunan dari pola pikir. Mengutip ungkapan Ralph W Emerson, bahwa nenek moyang dari setiap tindakan adalah pikiran. Maka pola pikir yang salah akan melahir perbuatan yang salah, namun terkadang pelakunya tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan, apalagi laku itu dilakukan banyak pihak. Akhirnya menjadi sebuah kebiasaan yang biasa. Sehingga tidak melahirkan rasa malu bila melakukannya. Malah terselip rasa bangga melanggar lalu lintas di jalan raya. Seperti mengambil dan berhenti di jalur kiri yang dikhususkan untuk yang ke kiri jalan terus atau melaju saat lampu merah masih menyala dan sederet pelanggaran lainnya. Padahal pelanggaran itu sudah jelas perbuatan yang salah dan mengganggu keselamatan dan kenyamanan orang di jalan

Ketiga, penegakan hukum. Ketegasan dan tegaknya hukum dalam setiap pelanggaran menjadi bagian penting terciptanya kepatuhan di jalan. Contoh dekat bagaimana laku orang kita kala berkunjung ke Singapura. Semuanya taat aturan, dan takut untuk melakukan pelanggaran. Keempat, tidak menganggap ketaatan dan kepatuhan di jalan sebagai ibadah. Kebanyakan kita masih memaknai ibadah hanya setakat ritual an sich, belum menyentuh ranah-ranah sosial terutama terkait akhlak di jalan raya. Padahal nabi telah mencontohkan bagaimana seharusnya bersikap di jalan. Dalam hadis, Nabi jelaskan bahwa membuang ranting berduri di jalan saja merupakan ibadah yang akan dibalas Allah. Membuang duri dalam konteks sekarang boleh jadi bentuknya dengan memberikan kemudahan dan kelapangan orang di jalan. Seperti taat aturan lalu-lintas dan menampilkan akhlak yang baik di jalan. Sehingga setiap orang merasa nyaman di jalan, keselamatannya di perhatikan.

Baca Juga:  Kebijakan Pengendalian Karhutla di Masa Pandemi Corona

Keadaban di jalan merupakan dambaan setiap orang dan tidak ada kata terlambat untuk kita memperbaiki akhlak di jalan. Ungkapan novelis Inggris Charles Reade, Taburkan benih pikiran, kau akan menuai aksi. Taburkan benih aksi, kau akan menuai kebiasaan. Taburkan benih kebiasaan, kau akan menuai karakter patut dijadikan renungan. Oleh karena itu merubah pola pikir, tingkah laku, penegakan dan ketegasan hukum serta menganggap ketaatan di jalan sebagai ibadah menjadi langkah penting untuk lahir dan tumbuhnya keadaban di jalan raya. Sudah saatnya jalan raya menjadi ladang untuk kita menambah pahala, bukan sebagai tempat lahirnya dosa. Mengakhiri tulisan ini, penulis mengingatkan kita kembali bahwa kehadiran rasulullah ke bumi ini untuk memperbaiki akhlak manusia. Dan akhlak itu merangkumi semua hal, termasuk akhlak dan adab di jalan raya. Wallahu’alam.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari