Minggu, 7 Juli 2024

Pengangguran, Antara Bakat dan Minat

Mengulas pemberitaan yang dimuat RiauPos.co 12 Desember 2019 berjudul; Praktisi Pendidikan Ungkap Penyebab Banyak Sarjana Menganggur, menuturkan bahwa menurut survei Career Center Network (ICCN) 2017, sebanyak 87 persen mahasiswa Indonesia mengaku salah jurusan. Kondisi ini terjadi bahwa banyak dari mereka pada awalnya lebih memikirkan gengsi masuk ke perguruan tinggi ternama, jurusannya pun terserah apa saja. Akibatnya, ketika menjalani perkuliahan kelimpungan, karena mereka merasa tidak cocok sesuai keinginan, akhirnya, berpikir praktis, yang penting lulus, alhasil mereka mengalami kesulitan untuk terjun dalam dunia karja. 
Fakta ini seharusnya menjadi perhatian penuh bagi kita bukan hanya bagi pelaku dunia pendidikan tapi justru lebih kepada individu sebagai calon sarjana yang akan duduk dalam bangku perkuliahan untuk dapat memastikan kesesuaian antara bakat dan jurusan yang mereka ambil.  Bakat yang tidak sesuai dengan jurusan dalam perkuliahan cenderung akan melahirkan sarjana yang tidak berkompetensi. Karena bakat itu merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang di mana kemampuan tersebut sudah melekat dalam dirinya yang dibawa sejak lahir dan dapat digunakan untuk melakukan hal-hal tertentu dengan lebih cepat dan lebih baik dibangdingkan dengan orang lain yang bukan bakatnya. Sementara itu, yang sering terjadi selama ini adalah memilih jurusan dalam perkuliahan hanya berdasarkan minat. Minat merupakan dorongan dan keinginan dalam diri seseorang pada objek tertentu, dan berkaitan erat dengan motivasi seseorang dan dapat diubah-ubah tergantung pada keperluan, pengalaman, serta juga mode yang sedang tren, bukan bawaan sejak lahir. Artinya minat ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan bukan dari kapasitas potensi yang ada dalam diri. 
Masalahnya sekarang adalah bagaimana seorang tahu bakatnya. Banyak dari kita berasumsi bahwa apa yang menjadi kesukaan yang mereka lakukan selama ini, maka itulah bakatnya. Sebenarnya itu bukan bakat tapi itu adalah minat. Bakat yang merupakan kapasitas dan potensi melekat dalam diri yang dibawa sejak lahir merupakan konsep ilmiah yang kesemuanya itu berkaitan erat dengan belahan fungsi otak. Dalam Konsep Psikologi Imam Al-Gazali, membagi 3 belahan otak yaitu Otak Iradah yang mampu berstrategi, Otak Qudrah yang mempunyai kemampuan  dalam mengeksekusi dan mengoperasionalkan, Otak Idrak yang memiliki kemampuan dalam memahami sesuatu secara utuh. Dari belahan otak yang ada itu ada salah satu yang paling dominan fungsinya dari yang lain maka dari situlah dasar lahirnya bakat seseorang yang sesungguhnya. Namun untuk mengetahui belahan otak yang dominan tentu perlu metode ilmiah untuk mengungkapnya.
Belum lama ini ada Tes Analisis Bakat Sidik Jari, sebuah metode yang dapat menganalisis bakat, kecerdasan, gaya belajar, hingga karakter seseorang hanya dengan melakukan Scanning sidik jari. Sidik jari tiap manusia berbeda dan bersifat permanen, hingga seharusnya sidik jari bisa menjadi “jembatan” untuk memetakan fungsi otak dan mengungkap segala “rahasia” kepribadian seseorang, dengan biaya tes yang relatif terjangkau. Proses analisis sidik jari ini dianggap dapat memberikan arahan bagi orang tua dalam menentukkan pola asuhan yang tepat serta mendeteksi sampai sejauh mana daya tahan anak tehradap stres, dan dikatakan pula hasil dari analisis sidik jari ini bersifat objektif tanpa dipengaruhi oleh unsur kondisi fisik seperti sehat atau sakit,  unsur psikologis seperti sedih, senang atau tertekan. Dengan metode ini diharapkan orang tua juga bisa menemukan potensi kekurangan atau kelemahan pada anak, sehingga dapat ditentukan solusi yang baik, supaya anak tetap bisa berprestasi dan produktif, termasuk mengenali dan menerapkan gaya belajar yang tepat bagi anak sesuai dengan bakatnya. Ilmu yang dipakai untuk menganalisis potensi berdasarkan analisis sidik jari ini, disebut dengan Dermato Genetik. 
Saat ini untuk Kota Pekanbaru, Tes Analisis Sidik Jari seperti ini sudah ada, yaitu berbentuk suatu konsep yang memetakan manusia berdasarkan sistem operasi otaknya yang dibagi dalam lima bagian belahan otak, yang disebut dengan Sensing, Thinking, Intuiting, Feeling, dan Instink (STIFIn). Dalam kosep ini, kelima belahan otak tersebut tergolong kedalam Mesin Kecerdasan (MK). Jika tes IQ mengukur skor kecerdasan secara umum, maka STIFIn mengukur jenis kecerdasan secara spesifik. Caranya adalah dengan Scan 10 sidik jari, kemudian diolah dengan aplikasi STIFIn, dalam waktu lebih kurang 5 sampai dengan 10 menit, hasilnya keluar. Jika MK diketahui maka diketahui pula cara kerja tubuhnya. Dengan mengetahui kedua-duanya maka dapat diprediksi segala kecenderungan (bukan ramalan) dalam urusan sekolah, pekerjaan, pasangan, karakter, jalur sukses dan lain-lain.
Mari bersama kita ubah paradigma dan cara pandang serta mendukung terhadap bagaimana menciptakan kompetensi generasi intelektual dengan satu pandangan bahwa ini bisa dicapai dengan menggali dan mengungkap bakat sesungguhnya sebagai kemampuan yang melekat pada diri. Sudah terlalu banyak “biaya kebodohan” dengan terlalu banyak melakukan uji coba dalam hidup ini, sebagai akibat perlakuan atas sesuatu di luar bakat yang sesungguhnya. Revolusi hidup yang paling baik bukan dengan mengacak-acak cara hidup, tapi mensyukuri apa “harta karun” dalam diri kita yang diberikan oleh tuhan dan dibawa semenjak lahir yaitu “bakat”.***
Baca Juga:  Membumikan Pendidikan Inklusi
Mengulas pemberitaan yang dimuat RiauPos.co 12 Desember 2019 berjudul; Praktisi Pendidikan Ungkap Penyebab Banyak Sarjana Menganggur, menuturkan bahwa menurut survei Career Center Network (ICCN) 2017, sebanyak 87 persen mahasiswa Indonesia mengaku salah jurusan. Kondisi ini terjadi bahwa banyak dari mereka pada awalnya lebih memikirkan gengsi masuk ke perguruan tinggi ternama, jurusannya pun terserah apa saja. Akibatnya, ketika menjalani perkuliahan kelimpungan, karena mereka merasa tidak cocok sesuai keinginan, akhirnya, berpikir praktis, yang penting lulus, alhasil mereka mengalami kesulitan untuk terjun dalam dunia karja. 
Fakta ini seharusnya menjadi perhatian penuh bagi kita bukan hanya bagi pelaku dunia pendidikan tapi justru lebih kepada individu sebagai calon sarjana yang akan duduk dalam bangku perkuliahan untuk dapat memastikan kesesuaian antara bakat dan jurusan yang mereka ambil.  Bakat yang tidak sesuai dengan jurusan dalam perkuliahan cenderung akan melahirkan sarjana yang tidak berkompetensi. Karena bakat itu merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang di mana kemampuan tersebut sudah melekat dalam dirinya yang dibawa sejak lahir dan dapat digunakan untuk melakukan hal-hal tertentu dengan lebih cepat dan lebih baik dibangdingkan dengan orang lain yang bukan bakatnya. Sementara itu, yang sering terjadi selama ini adalah memilih jurusan dalam perkuliahan hanya berdasarkan minat. Minat merupakan dorongan dan keinginan dalam diri seseorang pada objek tertentu, dan berkaitan erat dengan motivasi seseorang dan dapat diubah-ubah tergantung pada keperluan, pengalaman, serta juga mode yang sedang tren, bukan bawaan sejak lahir. Artinya minat ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan bukan dari kapasitas potensi yang ada dalam diri. 
Masalahnya sekarang adalah bagaimana seorang tahu bakatnya. Banyak dari kita berasumsi bahwa apa yang menjadi kesukaan yang mereka lakukan selama ini, maka itulah bakatnya. Sebenarnya itu bukan bakat tapi itu adalah minat. Bakat yang merupakan kapasitas dan potensi melekat dalam diri yang dibawa sejak lahir merupakan konsep ilmiah yang kesemuanya itu berkaitan erat dengan belahan fungsi otak. Dalam Konsep Psikologi Imam Al-Gazali, membagi 3 belahan otak yaitu Otak Iradah yang mampu berstrategi, Otak Qudrah yang mempunyai kemampuan  dalam mengeksekusi dan mengoperasionalkan, Otak Idrak yang memiliki kemampuan dalam memahami sesuatu secara utuh. Dari belahan otak yang ada itu ada salah satu yang paling dominan fungsinya dari yang lain maka dari situlah dasar lahirnya bakat seseorang yang sesungguhnya. Namun untuk mengetahui belahan otak yang dominan tentu perlu metode ilmiah untuk mengungkapnya.
Belum lama ini ada Tes Analisis Bakat Sidik Jari, sebuah metode yang dapat menganalisis bakat, kecerdasan, gaya belajar, hingga karakter seseorang hanya dengan melakukan Scanning sidik jari. Sidik jari tiap manusia berbeda dan bersifat permanen, hingga seharusnya sidik jari bisa menjadi “jembatan” untuk memetakan fungsi otak dan mengungkap segala “rahasia” kepribadian seseorang, dengan biaya tes yang relatif terjangkau. Proses analisis sidik jari ini dianggap dapat memberikan arahan bagi orang tua dalam menentukkan pola asuhan yang tepat serta mendeteksi sampai sejauh mana daya tahan anak tehradap stres, dan dikatakan pula hasil dari analisis sidik jari ini bersifat objektif tanpa dipengaruhi oleh unsur kondisi fisik seperti sehat atau sakit,  unsur psikologis seperti sedih, senang atau tertekan. Dengan metode ini diharapkan orang tua juga bisa menemukan potensi kekurangan atau kelemahan pada anak, sehingga dapat ditentukan solusi yang baik, supaya anak tetap bisa berprestasi dan produktif, termasuk mengenali dan menerapkan gaya belajar yang tepat bagi anak sesuai dengan bakatnya. Ilmu yang dipakai untuk menganalisis potensi berdasarkan analisis sidik jari ini, disebut dengan Dermato Genetik. 
Saat ini untuk Kota Pekanbaru, Tes Analisis Sidik Jari seperti ini sudah ada, yaitu berbentuk suatu konsep yang memetakan manusia berdasarkan sistem operasi otaknya yang dibagi dalam lima bagian belahan otak, yang disebut dengan Sensing, Thinking, Intuiting, Feeling, dan Instink (STIFIn). Dalam kosep ini, kelima belahan otak tersebut tergolong kedalam Mesin Kecerdasan (MK). Jika tes IQ mengukur skor kecerdasan secara umum, maka STIFIn mengukur jenis kecerdasan secara spesifik. Caranya adalah dengan Scan 10 sidik jari, kemudian diolah dengan aplikasi STIFIn, dalam waktu lebih kurang 5 sampai dengan 10 menit, hasilnya keluar. Jika MK diketahui maka diketahui pula cara kerja tubuhnya. Dengan mengetahui kedua-duanya maka dapat diprediksi segala kecenderungan (bukan ramalan) dalam urusan sekolah, pekerjaan, pasangan, karakter, jalur sukses dan lain-lain.
Mari bersama kita ubah paradigma dan cara pandang serta mendukung terhadap bagaimana menciptakan kompetensi generasi intelektual dengan satu pandangan bahwa ini bisa dicapai dengan menggali dan mengungkap bakat sesungguhnya sebagai kemampuan yang melekat pada diri. Sudah terlalu banyak “biaya kebodohan” dengan terlalu banyak melakukan uji coba dalam hidup ini, sebagai akibat perlakuan atas sesuatu di luar bakat yang sesungguhnya. Revolusi hidup yang paling baik bukan dengan mengacak-acak cara hidup, tapi mensyukuri apa “harta karun” dalam diri kita yang diberikan oleh tuhan dan dibawa semenjak lahir yaitu “bakat”.***
Baca Juga:  Ekonomi Islam di Indonesia
Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari