Selasa, 17 September 2024

Iman dan Dua Cinta

Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadisnya mengatakan "Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap keridhaan Allah SWT, maka diampuni dosa-dosa masa lalunya."Hadis ini merupakan wujud penghargaan yang sangat besar terhadap umat Islam yang menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Puasa satu bulan penuh telah melahirkan manusia baru, yaitu manusia yang bersih dari dosa-dosa masa lalu. Ini juga sering dikatakan bahwa orang berpuasa kembali ke fitrah asalnya yaitu bersih bagai "kertas putih" saat baru lahir ke Bumi.

Pemaknaan puasa atas dasar iman dan mencari keridhaan-Nya sebagai pelebur dosa tentu harus dilihat dari dua kontek; tauhid dan kemanusiaan. Dalam sudut pandang tauhid, orang muslim melakukan puasa karena kecintaan kepada Allah, sehingga puasanya ada rasa mahabah yang mendalam ketika lafaz Allah disebut, lidahnya rindu melafaz kalimat tauhid "laa ilaha illa Allah"baik setelah salat atau di luar salat, dalam kesendirian, dalam keramaian dan dalam keadaan sehat maupun keadaan sakit. Seorang muslim yang sedang puasa, mulut dan hatinya digunakan untuk melafazkan "Allah"adalah wujud penglihatan mata batin "kaanaka tarahu"(seolah-olah melihat Nya) dalam proses menuju Ikhsan seorang hamba.

Dari sini bisa dipahami bahwa ketika anggota tubuh sudah rindu menyebut nama "Allah"berarti pada dirinya telah terjaga mulut, pikiran, dan perilaku untuk berkata-kata, berfikir atau berbuat yang bertentangan dengan-Nya. Mulut hanya melahirkan lafaz teragung di dunia, pikiran menjadi progresif melakukan inovasi-inovasi berupa rancangan "amalun sholihun"dan tenaganya mewujudkan inovasi-inovasi tersebut menjadi karya nyata. Ahli zikrullah telah melahirkan revolusi mulut, pikiran, hati dan badan orang berpuasa menjadi sangat produktif untuk melakukan hal-hal kebaikan sebagai wujud kecintaan hamba kepada-Nya.

Baca Juga:  Early Warning Sistem Tsunami

Kedua dalam sudut pandang kemanusiaan, bahwa orang yang berpuasa yang pada dirinya sudah tertancap mahabah kepada Allah, dan keluar masuk dari mulutnya hanya Allah akan melahirkan kejernihan berfikir dan semangat berkarya. Ini berangkat dari perasaan cinta kepada-Nya. Orang yang benar-benar mencintai-Nya, maka akan mencintai hamba-hamba-Nya. Karena itu, sebagai wujud cinta kepada Allah, maka ahli puasa akan melahirkan kecintaan kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, ketika ada orang merasa cinta kepada Allah tapi belum bisa mencintai ciptaan-Nya berarti masih belum mencapai puncak keimanan kaffah secara totalitas. Mereka masih melihat dimensi sempit makna cinta, akibatnya sering terjadi perilaku seseorang yang menunjukan kecintaan kepada Allah, tapi menghina hamba-hamba-Nya dengan merasa tidak ada beban bersalah. Bagaimana mungkin merasa cinta kepada Allah dan pada saat yang sama mulutnya sangat bersemangat mengatakan "ahli neraka"atau "kafir"kepada sesama muslim yang tidak sependapat. Ironis bukan?

- Advertisement -
Baca Juga:  Solusi Islam Terhadap Masalah Ekonomi

Karena itu, menghubungan cinta kepada Allah dan pada nilai-nilai kemanusiaan dalam iman harus dilihat pada posisi Tuhan dan Manusia. Ketika berbicara Tuhan, berarti berbicara kebenaran absolut yang tidak bisa terbantahkan oleh siapapun. Ketika berbicara manusia, maka yang terlihat adalah kebenaran relatif yang mempunyai peluang berbeda, benar dan salah. Maka ketika bicara iman dalam kontek kemanusiaan, semua manusia kedudukannya sama dalam penilaian Allah. Manusia tidak mempunyai kemampuan sama sekali meng-klaim diri nya sebagai orang yang paling dicintai oleh-Nya. Hak mutlak untuk menentukan nasib seseorang menjadi kekasih-Nya tentu mutlak milik Allah. Itu sebabnya, jalan mudah untuk mencintai Allah yaitu dengan cara mengagungkan-Nya dalam kehidupan sehari-hari dan memulyakan manusia dengan senantiasa berbuat baik kepada sesamanya melalui mulut, pola pikir dan juga karya terbaik dalam kehidupan sehari-hari. dari sinilah iman nya orang yang berpuasa menjadi produktif. Satu sisi cahaya mahabah kepada Tuhan memancar dalam kehidupan sehari-hari, satu sisi lain cahaya mahabah kepada Tuhan diwujudkan kepada mahabah kepada makhluk-Nya dalam wujud selalu berbuat baik kepada sesama manusia. Ini yang disebut puasa menghapus dosa-dosa yang telah lalu. Wallahu a’lam.***

Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadisnya mengatakan "Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap keridhaan Allah SWT, maka diampuni dosa-dosa masa lalunya."Hadis ini merupakan wujud penghargaan yang sangat besar terhadap umat Islam yang menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Puasa satu bulan penuh telah melahirkan manusia baru, yaitu manusia yang bersih dari dosa-dosa masa lalu. Ini juga sering dikatakan bahwa orang berpuasa kembali ke fitrah asalnya yaitu bersih bagai "kertas putih" saat baru lahir ke Bumi.

Pemaknaan puasa atas dasar iman dan mencari keridhaan-Nya sebagai pelebur dosa tentu harus dilihat dari dua kontek; tauhid dan kemanusiaan. Dalam sudut pandang tauhid, orang muslim melakukan puasa karena kecintaan kepada Allah, sehingga puasanya ada rasa mahabah yang mendalam ketika lafaz Allah disebut, lidahnya rindu melafaz kalimat tauhid "laa ilaha illa Allah"baik setelah salat atau di luar salat, dalam kesendirian, dalam keramaian dan dalam keadaan sehat maupun keadaan sakit. Seorang muslim yang sedang puasa, mulut dan hatinya digunakan untuk melafazkan "Allah"adalah wujud penglihatan mata batin "kaanaka tarahu"(seolah-olah melihat Nya) dalam proses menuju Ikhsan seorang hamba.

Dari sini bisa dipahami bahwa ketika anggota tubuh sudah rindu menyebut nama "Allah"berarti pada dirinya telah terjaga mulut, pikiran, dan perilaku untuk berkata-kata, berfikir atau berbuat yang bertentangan dengan-Nya. Mulut hanya melahirkan lafaz teragung di dunia, pikiran menjadi progresif melakukan inovasi-inovasi berupa rancangan "amalun sholihun"dan tenaganya mewujudkan inovasi-inovasi tersebut menjadi karya nyata. Ahli zikrullah telah melahirkan revolusi mulut, pikiran, hati dan badan orang berpuasa menjadi sangat produktif untuk melakukan hal-hal kebaikan sebagai wujud kecintaan hamba kepada-Nya.

Baca Juga:  Delapan Aksi Konvergensi Penurunan Stunting Menuju Zero Stunting

Kedua dalam sudut pandang kemanusiaan, bahwa orang yang berpuasa yang pada dirinya sudah tertancap mahabah kepada Allah, dan keluar masuk dari mulutnya hanya Allah akan melahirkan kejernihan berfikir dan semangat berkarya. Ini berangkat dari perasaan cinta kepada-Nya. Orang yang benar-benar mencintai-Nya, maka akan mencintai hamba-hamba-Nya. Karena itu, sebagai wujud cinta kepada Allah, maka ahli puasa akan melahirkan kecintaan kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, ketika ada orang merasa cinta kepada Allah tapi belum bisa mencintai ciptaan-Nya berarti masih belum mencapai puncak keimanan kaffah secara totalitas. Mereka masih melihat dimensi sempit makna cinta, akibatnya sering terjadi perilaku seseorang yang menunjukan kecintaan kepada Allah, tapi menghina hamba-hamba-Nya dengan merasa tidak ada beban bersalah. Bagaimana mungkin merasa cinta kepada Allah dan pada saat yang sama mulutnya sangat bersemangat mengatakan "ahli neraka"atau "kafir"kepada sesama muslim yang tidak sependapat. Ironis bukan?

Baca Juga:  Penundaan Kewajiban Haji

Karena itu, menghubungan cinta kepada Allah dan pada nilai-nilai kemanusiaan dalam iman harus dilihat pada posisi Tuhan dan Manusia. Ketika berbicara Tuhan, berarti berbicara kebenaran absolut yang tidak bisa terbantahkan oleh siapapun. Ketika berbicara manusia, maka yang terlihat adalah kebenaran relatif yang mempunyai peluang berbeda, benar dan salah. Maka ketika bicara iman dalam kontek kemanusiaan, semua manusia kedudukannya sama dalam penilaian Allah. Manusia tidak mempunyai kemampuan sama sekali meng-klaim diri nya sebagai orang yang paling dicintai oleh-Nya. Hak mutlak untuk menentukan nasib seseorang menjadi kekasih-Nya tentu mutlak milik Allah. Itu sebabnya, jalan mudah untuk mencintai Allah yaitu dengan cara mengagungkan-Nya dalam kehidupan sehari-hari dan memulyakan manusia dengan senantiasa berbuat baik kepada sesamanya melalui mulut, pola pikir dan juga karya terbaik dalam kehidupan sehari-hari. dari sinilah iman nya orang yang berpuasa menjadi produktif. Satu sisi cahaya mahabah kepada Tuhan memancar dalam kehidupan sehari-hari, satu sisi lain cahaya mahabah kepada Tuhan diwujudkan kepada mahabah kepada makhluk-Nya dalam wujud selalu berbuat baik kepada sesama manusia. Ini yang disebut puasa menghapus dosa-dosa yang telah lalu. Wallahu a’lam.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari