Selasa, 2 Juli 2024

Rindu Rasulullah

Setiap tanggal 12 rabi’ul awal, umat Islam seluruh dunia merayakan maulid nabi Muhammad SAW. Berbagai varian perayaan dilakukan untuk mengenang kelahiran Rasulullah. Sebenarnya, terdapat perbedaan penetapan antara Rasulullah dan umatnya. Bila Rasulullah diperingati hari lahirnya, maka umatnya diperingati hari kematiannya (haul). Perbedaan penetapan peringatan tersebut menunjukkan adab umat Islam pada Rasulullah. 

Adapun perayaan ulang tahun yang selama ini dirayakan umat Islam disebabkan "pengkaburan" yang sengaja ditampilkan budaya luar Islam untuk  menyamakan Rasulullah dengan manusia biasa. 

- Advertisement -

Strategi ini sepertinya berhasil dilakukan, sehingga tradisi ulang tahun semarak dilakukan. Pengkaburan budaya ini justeru tak banyak diketahui dan disadari oleh umat Islam.  Peringatan "ulang tahun" yang selama ini dilakukan perlu diperbaiki pada nilai substansi agar tidak tergiring pada suul adab. Perbaikan substansi yang dimaksud dengan mengisi kebiasaan "ulang tahun" dengan munajat kesyukuran atas diberikan Allah usia yang panjang dan harapan agar usia yang diberi senantisa bernilai ibadah dan ketundukan pada-Nya. 

Peringatan maulid nabi Muhammad SAW sesungguhnya memiliki makna yang sangat dalam, antara lain :
Pertama, tanda kebahagian dan kesyukuran pada Junjungan Alam. Kebahagian disebabkan perhatian dan cinta Rasulullah pada umatnya yang demikian tinggi. Rahman dan Rahim Allah tercucur pada Rasulullah yang berimbas pada seluruh umatnya dengan berbagai keutamaan yang diberikan. Kesemuanya tidak Allah berikan melebihi pada umat nabi Muhammad SAW. 

Baca Juga:  Menyelami Perjalanan Ho Chi Minh City

Kesyukuran (terimakasih) disebabkan karena seluruh alam "berhutang" pada Rasulullah. Hal ini dinukilkan Allah dalam jadis qudsi "Seandainya tidak ada Engkau (wahai Nabi Muhammad SAW, sungguh Aku (Allah SWT) tidak akan menciptakan alam semesta". Kelahiran Nabi Muhammad SAW, memang anugerah dan kado terindah bagi umat manusia dari Allah yang wajib selalu disyukuri.  Bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW dianjurkan kepada umat Islam. Bahkan,  malaikat juga diperintahkan Allah untuk bershalawat kepadanya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya :"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya." (QS. al-Ahzab : 56).

- Advertisement -

Menurut Fakhrudin Ar-Razi, shalawat Allah adalah bentuk kasih sayang-Nya dan menampakkan sikap pengagungan terhadap Rasulullah. Sedangkan para malaikat juga bershalawat untuk menyanjung Nabi dan mendoakannya. Lantas, tatkala Allah dan malaikat bershalawat pada Rasulullah, bagaimana umatnya hari ini ? Apakah shalawat pada Rasulullah menjadi kebutuhan atas kerinduan atau sekedar pemanis bibir ? Tentu hanya setiap diri dan Allah yang tau.

Kedua, ungkapan shalawat memantik keinginan menelusuri sejarah Rasulullah, membuka ruang hati kerinduan pada Rasulullah, serta kerinduan yang membuat diri untuk bercermin dan mentauladani Akhlak Rasulullah. Semakin sering shalawat disenandungkan dalam hati, akan tumbuh rasa syahdu dan rindu pada Rasulullah. Bersamaan muncul rasa malu bila aktivitas diri jauh dari akhlak Junjungan Alam. Lantunan shalawat yang menggetarkan batin akan dirasakan nikmat dan maknanya tertanam dalam hati umat yang merindukan Rasulullah. Sedangkan senandung shalawat sebatas "hiasan bibir" tak akan mampu merasakan rindu pada Rasulullah.

Baca Juga:  Kepemimpinan Abnormal dan Dinasti Kekuasaan

Ketiga, lantunan shalawat mengundang terpancarnya sejuta karunia Allah. Demikian banyak keutamaan dinukilkan oleh Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab  an-Ni’matul Qubro ‘alal ‘alami fi Maulidi Sayyidi Walidi Adam. Di antaranya sebagaimana dikatakan bahwa "barangsiapa yang mengagungkan maulid Nabi SAW dan menjadi penyebab dilaksanakannya pembacaan maulid Nabi, maka tidaklah ia keluar dari dunia melainkan dengan keimanan dan akan dimasukan dalam surga tanpa hisab." (Sayyidina Ali bin Abi Thalib)

Tatkala seluruh alam merindukan dan mensyukuri hadirnya sosok juru penyelamat seluruh alam semesta, bagaimana atas umatnya hari ini ? Perselisihan atas pelaksanaan perayaan maulid nabi sungguh tak perlu terjadi. Sebab, perselisihan tersebut hanya akan sia-sia dan membuka aib diri atas ketidakpahaman agama yang demikian agung. Dalam tradisi keulamaan, khususnya di nusantara, sebagai wujud kesyukuran dan kerinduan pada Rasulullah, perayaan maulid dilakukan secara sangat meriah. Seluruh umat tumpah ruah menyenandungkan shalawat atas Rasulullah.  Wajar diperingati secara meriah. Namun sayangnya, kesyukuran yang dilakukan para ulama terdahulu, mengalami pergeseran, baik makna maupun pelaksanaan. Makna maulid hanya sebatas memperingati kelahiran Rasulullah, bukan merindukan Rasulullah.*** 
 

Setiap tanggal 12 rabi’ul awal, umat Islam seluruh dunia merayakan maulid nabi Muhammad SAW. Berbagai varian perayaan dilakukan untuk mengenang kelahiran Rasulullah. Sebenarnya, terdapat perbedaan penetapan antara Rasulullah dan umatnya. Bila Rasulullah diperingati hari lahirnya, maka umatnya diperingati hari kematiannya (haul). Perbedaan penetapan peringatan tersebut menunjukkan adab umat Islam pada Rasulullah. 

Adapun perayaan ulang tahun yang selama ini dirayakan umat Islam disebabkan "pengkaburan" yang sengaja ditampilkan budaya luar Islam untuk  menyamakan Rasulullah dengan manusia biasa. 

Strategi ini sepertinya berhasil dilakukan, sehingga tradisi ulang tahun semarak dilakukan. Pengkaburan budaya ini justeru tak banyak diketahui dan disadari oleh umat Islam.  Peringatan "ulang tahun" yang selama ini dilakukan perlu diperbaiki pada nilai substansi agar tidak tergiring pada suul adab. Perbaikan substansi yang dimaksud dengan mengisi kebiasaan "ulang tahun" dengan munajat kesyukuran atas diberikan Allah usia yang panjang dan harapan agar usia yang diberi senantisa bernilai ibadah dan ketundukan pada-Nya. 

Peringatan maulid nabi Muhammad SAW sesungguhnya memiliki makna yang sangat dalam, antara lain :
Pertama, tanda kebahagian dan kesyukuran pada Junjungan Alam. Kebahagian disebabkan perhatian dan cinta Rasulullah pada umatnya yang demikian tinggi. Rahman dan Rahim Allah tercucur pada Rasulullah yang berimbas pada seluruh umatnya dengan berbagai keutamaan yang diberikan. Kesemuanya tidak Allah berikan melebihi pada umat nabi Muhammad SAW. 

Baca Juga:  Menyelami Perjalanan Ho Chi Minh City

Kesyukuran (terimakasih) disebabkan karena seluruh alam "berhutang" pada Rasulullah. Hal ini dinukilkan Allah dalam jadis qudsi "Seandainya tidak ada Engkau (wahai Nabi Muhammad SAW, sungguh Aku (Allah SWT) tidak akan menciptakan alam semesta". Kelahiran Nabi Muhammad SAW, memang anugerah dan kado terindah bagi umat manusia dari Allah yang wajib selalu disyukuri.  Bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW dianjurkan kepada umat Islam. Bahkan,  malaikat juga diperintahkan Allah untuk bershalawat kepadanya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya :"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya." (QS. al-Ahzab : 56).

Menurut Fakhrudin Ar-Razi, shalawat Allah adalah bentuk kasih sayang-Nya dan menampakkan sikap pengagungan terhadap Rasulullah. Sedangkan para malaikat juga bershalawat untuk menyanjung Nabi dan mendoakannya. Lantas, tatkala Allah dan malaikat bershalawat pada Rasulullah, bagaimana umatnya hari ini ? Apakah shalawat pada Rasulullah menjadi kebutuhan atas kerinduan atau sekedar pemanis bibir ? Tentu hanya setiap diri dan Allah yang tau.

Kedua, ungkapan shalawat memantik keinginan menelusuri sejarah Rasulullah, membuka ruang hati kerinduan pada Rasulullah, serta kerinduan yang membuat diri untuk bercermin dan mentauladani Akhlak Rasulullah. Semakin sering shalawat disenandungkan dalam hati, akan tumbuh rasa syahdu dan rindu pada Rasulullah. Bersamaan muncul rasa malu bila aktivitas diri jauh dari akhlak Junjungan Alam. Lantunan shalawat yang menggetarkan batin akan dirasakan nikmat dan maknanya tertanam dalam hati umat yang merindukan Rasulullah. Sedangkan senandung shalawat sebatas "hiasan bibir" tak akan mampu merasakan rindu pada Rasulullah.

Baca Juga:  Riau Lumbung Ikan dan Energi

Ketiga, lantunan shalawat mengundang terpancarnya sejuta karunia Allah. Demikian banyak keutamaan dinukilkan oleh Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab  an-Ni’matul Qubro ‘alal ‘alami fi Maulidi Sayyidi Walidi Adam. Di antaranya sebagaimana dikatakan bahwa "barangsiapa yang mengagungkan maulid Nabi SAW dan menjadi penyebab dilaksanakannya pembacaan maulid Nabi, maka tidaklah ia keluar dari dunia melainkan dengan keimanan dan akan dimasukan dalam surga tanpa hisab." (Sayyidina Ali bin Abi Thalib)

Tatkala seluruh alam merindukan dan mensyukuri hadirnya sosok juru penyelamat seluruh alam semesta, bagaimana atas umatnya hari ini ? Perselisihan atas pelaksanaan perayaan maulid nabi sungguh tak perlu terjadi. Sebab, perselisihan tersebut hanya akan sia-sia dan membuka aib diri atas ketidakpahaman agama yang demikian agung. Dalam tradisi keulamaan, khususnya di nusantara, sebagai wujud kesyukuran dan kerinduan pada Rasulullah, perayaan maulid dilakukan secara sangat meriah. Seluruh umat tumpah ruah menyenandungkan shalawat atas Rasulullah.  Wajar diperingati secara meriah. Namun sayangnya, kesyukuran yang dilakukan para ulama terdahulu, mengalami pergeseran, baik makna maupun pelaksanaan. Makna maulid hanya sebatas memperingati kelahiran Rasulullah, bukan merindukan Rasulullah.*** 
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari