Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Pandangan Islam terhadap Kepatuhan pada Pemerintah

KEBERHASILAN suatu kaum atau golongan dalam suatu negeri dikarenakan kepatuhan mereka kepada pemimpin (umaro) dan ulamanya. Pada masa Rasulullah SAW, ketika perang badar terjadi pada 17 Ramadan 2 H (13 Maret 624) pasukan kecil kaum muslimin yang berjumlah 313 orang bertempur menghadapi pasukan Quraisy dari Makkah yang berjumlajh 1.000 orang.

Setelah bertempur habis-habisan sekitar dua jam, pasukan muslimin menghancurkan barisan pertahanan pasukan Quraisy yang kemudian dalam kekalahan.  Apa sesungguhnya faktor-faktor kemenangan kaum muslimin pada Perang Badar?

Pertama, kepatuhan terhadap pusat komando yaitu Rasulullah SAW. Kedua, adanya pasukan cadangan dengan pola shufuf (berbaris berlapislapis). Adapun  musuh menerapkan pola Alkar dan Alfar (maju–mundur). Ketiga, aqidah dan keyakinan, terutama kekuatan kaum muslimin sangat tak seimbang menghadapi musuh.  Keempat, moral/mental pasukan yang sangat tinggi.  

Kalau kita lihat salah satu faktor kemenangan kaum muslimin pada Perang Badar, yaitu kepatuhan kepada pemimpin yakni Rasulullah S.A.W. Ini menunjukkan kepatuhan/ketaatan kepada pemimpin adalah suatu kewajiban sebagaimana disebutkan dalam Alquran dan Hadits, di antaranya adalah Firman Allah SWT di dalam surah An-Nisa’ (4) ayat 59, artinya: “Hai orangorang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan Ulil Amri di antara kamu”.  

Dalam ayat di atas Allah menjadikan ketaatan kepada pemimpin pada urutan ketiga setelah ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian di dalam sebuah Hadits Rasulullah SAW bersabda, artinya : “Seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat” (HR. Bukhari No. 7144).  

Baca Juga:  Humas di Era Disrupsi

Imam al-Qadhi ‘Ali bin ‘Ali bin Muhammad bin Abi al-izzi ad-Dimasgy (terkenal dengan Ibnu Abil 122 wafat th. 792 H) rahimahullah berkata: ”Hukum mentaati Ulil Amri adalah wajib (selama tidak dalam kemaksiatan) meskipun mereka berbuat zalim, karena jika keluar dari ketaatan kepada mereka akan menimbulkan kerusakan yang berlipat ganda dibandingkan dengan kezhaliman penguasa itu sendiri, bahkan bersabar terhadap kezaliman mereka dapat meleburkan dosa-dosa dan dapat melipat gandakan pahala, karena Allah Azza Wa Jalla tak akan menguasakan mereka atas diri kita  melainkan disebabkan kerusakan amal perbuatan kita juga. Ganjaran itu bergantung pada amal perbuatan, maka hendaklah kita bersungguh-sungguh memohon ampunan, bertaubat dan memperbaiki amal perbuatan.   

Terkait kepatuhan warga kepada pemerintah terhadap wabah virus corona atau Covid-19 berbagai usaha/ikhtiar sudah mereka lakukan. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk mendukung dan menaati pemerintah dalam semua upaya menghadapi wabah Covid-19, selama tidak bertentangan dengan syariat.

Kalau kita memperhatikan dan merenungkan, bimbingan pemerintah ternyata mengandung banyak kemaslahatan. Oleh karena itu, hendaklah kita mentaatinya  sebagai wujud ibadah dan ketaatan kita kepada Allah dan rasul-Nya.  

Dengan demikian, mari kita mengesampingkan ego dan kepentingan pribadi kita. Tundukkan akal dan perasaan kita di bawah dalil. Yakinlah, bahwa  dalam setiap perintah Allah dan Rasul-Nya pasti ada hikmah di baliknya, baik  kita sudah mengetahui maupun belum/tidak, bahkan Allah SWT akan mengganti untuk kita dengan sesuatu yang lebih baik daripada yang kita tinggalkan demi meraih ridha-Nya.  

Baca Juga:  Membangkitkan Kembali Wisata Sejarah Pekanbaru

Rasulullah SAW bersabda, artinya: ”Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah, Allah pasti akan menggantinya dengan yang lebih baik (daripada yang dia tinggalkan)”. (Hadits ini dinilai shahih oleh syaikh al-bani dalam Hijab al-Mar-‘ah hlm 49).

Islam agama kemanusiaan, artinya mengedepankan jiwa manusia, yaitu keselamatan jiwa manusia (banyak orang). Oleh karena itu apabila ada suatu wabah virus yang mengancam keselamatan jiwa manusia, maka harus segera kita atasi dengan menjauh seperti apa yang telah diimbaukan oleh pemerintah kita, sebagai berikut:  Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat; selalu cuci tangan dengan sabun di air yang mengalir. Menjaga jarak aman ketika melakukan komunikasi antar individu (social/phisical distancing). Tetap di rumah, keluar rumah jika memiliki urusan yang sangat penting. Beribadah, belajar dan bekerja di rumah. Memperbanyak konsumsi yang bergizi dan tarutama vitamin C dan E. Selalu berolahraga . Menjauhi tempat tempat keramaian. Hindari kontak fisik dengan siapapun. Selalu menggunakan masker di saat keluar rumah. Selalu berdoa kepada Allah, semoga Covid-19 ini cepat berlalu.***
*Sekretaris BKPSDM Kota Pekanbaru

KEBERHASILAN suatu kaum atau golongan dalam suatu negeri dikarenakan kepatuhan mereka kepada pemimpin (umaro) dan ulamanya. Pada masa Rasulullah SAW, ketika perang badar terjadi pada 17 Ramadan 2 H (13 Maret 624) pasukan kecil kaum muslimin yang berjumlah 313 orang bertempur menghadapi pasukan Quraisy dari Makkah yang berjumlajh 1.000 orang.

Setelah bertempur habis-habisan sekitar dua jam, pasukan muslimin menghancurkan barisan pertahanan pasukan Quraisy yang kemudian dalam kekalahan.  Apa sesungguhnya faktor-faktor kemenangan kaum muslimin pada Perang Badar?

- Advertisement -

Pertama, kepatuhan terhadap pusat komando yaitu Rasulullah SAW. Kedua, adanya pasukan cadangan dengan pola shufuf (berbaris berlapislapis). Adapun  musuh menerapkan pola Alkar dan Alfar (maju–mundur). Ketiga, aqidah dan keyakinan, terutama kekuatan kaum muslimin sangat tak seimbang menghadapi musuh.  Keempat, moral/mental pasukan yang sangat tinggi.  

Kalau kita lihat salah satu faktor kemenangan kaum muslimin pada Perang Badar, yaitu kepatuhan kepada pemimpin yakni Rasulullah S.A.W. Ini menunjukkan kepatuhan/ketaatan kepada pemimpin adalah suatu kewajiban sebagaimana disebutkan dalam Alquran dan Hadits, di antaranya adalah Firman Allah SWT di dalam surah An-Nisa’ (4) ayat 59, artinya: “Hai orangorang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan Ulil Amri di antara kamu”.  

- Advertisement -

Dalam ayat di atas Allah menjadikan ketaatan kepada pemimpin pada urutan ketiga setelah ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian di dalam sebuah Hadits Rasulullah SAW bersabda, artinya : “Seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat” (HR. Bukhari No. 7144).  

Baca Juga:  Tetap Tumbuh Meski Pandemi

Imam al-Qadhi ‘Ali bin ‘Ali bin Muhammad bin Abi al-izzi ad-Dimasgy (terkenal dengan Ibnu Abil 122 wafat th. 792 H) rahimahullah berkata: ”Hukum mentaati Ulil Amri adalah wajib (selama tidak dalam kemaksiatan) meskipun mereka berbuat zalim, karena jika keluar dari ketaatan kepada mereka akan menimbulkan kerusakan yang berlipat ganda dibandingkan dengan kezhaliman penguasa itu sendiri, bahkan bersabar terhadap kezaliman mereka dapat meleburkan dosa-dosa dan dapat melipat gandakan pahala, karena Allah Azza Wa Jalla tak akan menguasakan mereka atas diri kita  melainkan disebabkan kerusakan amal perbuatan kita juga. Ganjaran itu bergantung pada amal perbuatan, maka hendaklah kita bersungguh-sungguh memohon ampunan, bertaubat dan memperbaiki amal perbuatan.   

Terkait kepatuhan warga kepada pemerintah terhadap wabah virus corona atau Covid-19 berbagai usaha/ikhtiar sudah mereka lakukan. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk mendukung dan menaati pemerintah dalam semua upaya menghadapi wabah Covid-19, selama tidak bertentangan dengan syariat.

Kalau kita memperhatikan dan merenungkan, bimbingan pemerintah ternyata mengandung banyak kemaslahatan. Oleh karena itu, hendaklah kita mentaatinya  sebagai wujud ibadah dan ketaatan kita kepada Allah dan rasul-Nya.  

Dengan demikian, mari kita mengesampingkan ego dan kepentingan pribadi kita. Tundukkan akal dan perasaan kita di bawah dalil. Yakinlah, bahwa  dalam setiap perintah Allah dan Rasul-Nya pasti ada hikmah di baliknya, baik  kita sudah mengetahui maupun belum/tidak, bahkan Allah SWT akan mengganti untuk kita dengan sesuatu yang lebih baik daripada yang kita tinggalkan demi meraih ridha-Nya.  

Baca Juga:  Ekonomi Islam di Indonesia

Rasulullah SAW bersabda, artinya: ”Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah, Allah pasti akan menggantinya dengan yang lebih baik (daripada yang dia tinggalkan)”. (Hadits ini dinilai shahih oleh syaikh al-bani dalam Hijab al-Mar-‘ah hlm 49).

Islam agama kemanusiaan, artinya mengedepankan jiwa manusia, yaitu keselamatan jiwa manusia (banyak orang). Oleh karena itu apabila ada suatu wabah virus yang mengancam keselamatan jiwa manusia, maka harus segera kita atasi dengan menjauh seperti apa yang telah diimbaukan oleh pemerintah kita, sebagai berikut:  Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat; selalu cuci tangan dengan sabun di air yang mengalir. Menjaga jarak aman ketika melakukan komunikasi antar individu (social/phisical distancing). Tetap di rumah, keluar rumah jika memiliki urusan yang sangat penting. Beribadah, belajar dan bekerja di rumah. Memperbanyak konsumsi yang bergizi dan tarutama vitamin C dan E. Selalu berolahraga . Menjauhi tempat tempat keramaian. Hindari kontak fisik dengan siapapun. Selalu menggunakan masker di saat keluar rumah. Selalu berdoa kepada Allah, semoga Covid-19 ini cepat berlalu.***
*Sekretaris BKPSDM Kota Pekanbaru
Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari