JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pemerintah menetapkan dan mempublikasi daerah-daerah dengan status berhasil mengendalikan wabah Covid-19. Data itu penting untuk mengambil kebijakan, khususnya terkait pelaksanaan ibadah. Permintaan tersebut disampaikan Sekjen MUI Anwar Abbas, Kamis (28/5).
Anwar menuturkan perlu semacam data terpadu daerah-daerah yang berhasil mengendalikan wabah Covid-19.
"Data itu kan dasar untuk membuat kebijakan dan untuk melakukan sesuatu," katanya.
Seperti untuk menentukan suatu daerah masuk kategori hijau, kuning, atau merah.
Sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 14/2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi terjadi Wabah Covid-19, untuk daerah kategori hijau tetap wajib menjalankan ibadah, khususnya ibadah Salat Jumat di masjid. Tetapi tetap menjalankan protokol kesehatan.
Lebih lanjut Anwar menuturkan mereka akan melakukan kajian jaga jarak di masjid. Sebab mereka tetap ingin mematuhi protokol jaga jarak minimal satu meter. Ketentuan ini bisa menjadi persoalan di masjid yang selama ini jamaahnya membeludak sampai keluar masjid saat pelaksanaan Salat Jumat.
Dia mengatakan banyak masjid yang dalam kondisi normal, pelaksanaan Salat Jumatnya membeludak. Ketika nanti diterapkan ketentuan jaga jarak, bisa menyusahkan takmir dan jamaah sendiri. Untuk itu dia akan menyampaikan usulan kepada Komisi Fatwa MUI untuk mengkaji kemungkinan pelaksanaan Salat Jumat di tengah wabah Covid-19 digelar secara bergelombang.
"Misalnya gelombang pertama pukul 12.00, (gelombang, red) kedua pukul 13.00, dan ketiga pukul 14.00," jelasnya.
Pemberlakuan Salat Jumat bergelombang itu untuk mengakomodasi ketentuan jaga jarak. Dengan dibuat bergelombang, maka semua jamaah bisa tertampung di dalam masjid. Tidak perlu sampai meluber ke pelataran masjid.
Cara lainnya menurut Anwar adalah dengan menambah atau memperbanyak tempat penyelenggaraan Salat Jumat. Tempat tambahan ini sifatnya adalah sementara. Misalnya dengan memanfaatkan ruang pertemuan atau aula menjadi lokasi pelaksanaan Salat Jumat.
"Hal ini penting dan perlu dikaji oleh Komisi Fatwa MUI agar umat dapat menyelenggarakan Salat Jumat dengan baik dan tenang," jelasnya. Tanpa ada pengaturan seperti itu, Anwar mengatakan prinsip jaga jarak sulit akan diterapkan dengan baik. Sehingga bisa membahayakan jamaah karena berpotensi menularkan virus Covid-19.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am Sholeh menuturkan, pada kawasan yang sudah terkendali, umat Islam memiliki kewajiban untuk melaksanakan salat Jumat.
"Dengan kondisi ini, berarti sudah tidak ada lagi udzur syar’I yang menggugurkan kewajiban Jumat," katanya.
Dia menegaskan dengan kondisi faktual yang dijelaskan oleh ahli kompeten dan kredibel, umat Islam di daerah yang sudah terkendali wajib melaksanakan salat Jumat. Pemerintah wajib menjamin pelaksanaan salat Jumat ini.
Asrorun juga menyinggung adanya kawasan yang sama sekali tidak ada penularan Covid-19 sejak awal. Terdapat 110 kabupaten dan kota terdiri dari 87 wilayah daratan dan 23 wilayah kepulauan yang belum ada konfirmasi kasus positif Covid-19.
Dia mengatakan di dalam Fatwa MUI 14/2020 sudah tegas diatur. Bahwa dalam kondisi penyebaran Covid-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan Salat Jumat. Serta boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak seperti salat wajib lima waktu berjamaah, Salat Tarawih, dan Salat Idulfitri. Selain itu juga penyelenggaraan pengajian umum atau majelis taklim. Namun tetap menjaga diri agar tidak terpapar Covid-19.
Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Pekanbaru, Prof H Ilyas Husti MA mengatakan, isi maklumat tersebut ibadah di masjid/musala dibolehkan, namun dengan syarat tertentu.
Untuk melaksanakan Salat Jumat dan salat berjamaah harus ada penjelasan khusus dari pimpinan wilayah (lurah/kecamatan) bahwa di wilayah masjid itu tidak ada lagi peningkatan wabah Covid-19.
"Selain itu, kepada pengurus masjid dimunta untuk tetap melakukan protokol kesehatan," ujarnya kepada Riau Pos, Kamis (28/5).
"Kami minta setiap masjid harus disterilkan dengan menggulung sajadah yang ada di masjid, kemudian menyemprotkan cairan disinfektan baik dalam masjid maupun luar masjid. Di setiap tempat wudu dan kamar mandi/toilet harus menyediakan sabun cuci tangan, dan menyediakan hand sanitizer serta menyediakan alat pengukur suhu badan. Apabila suhu tubuhnya tinggi, maka jamaah langsung menghubungi pihak kecamatan yaitu 112," jelasnya.
Ditambahkannya, dalam pelaksanaan salat, jamaah wajib menggunakan masker. Dalam mesjid menjaga jarak sesuai protokol kesehatan. Dan kepada khatib, kutbahnya tidak lebih dari 10 menit atau paling lama hanya 10 menit, dan kepada imam tidak membaca ayat-ayat yang panjang tetapi dengan membaca ayat-ayat pendek saja.
"Jamaah tidak dianjurkan bersalaman, tapi setelah salat kembali pulang untuk melanjutkan amal-amal sunnah apakah berzikir atau salat sudah dilaksanakan di rumah masing-masing. Kalau pengurus masjid sudah bisa menjamin protokol kesehatan dipersilakan melaksanakan salat berjamaah dimasjid," tambahnya.(dof/wam/jpg)