JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Konflik Ambon yang terjadi sekitar 21 tahun silam masih menyisakan duka mendalam hingga sekarang. Banyak orang merasakan trauma atas konflik berdarah tersebut. Tragisnya, konflik itu bukan hanya melibatkan orang dewasa. Anak-anak juga berada di barisan terdepan menjadi kombatan perang di Ambon pada waktu itu. Isu SARA pun seolah menjadi kayu bakar yang semakin menyulut konflik.
Narasi bekerja sama dengan Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina, membuat film dokumenter atas peristiwa memilukan di Ambon, Luka Beta Rasa. Film ini mengangkat kisah tentang Ronald Regang, seorang kombatan anak dan dipotret dari sudut pandang sekarang.
Ronald merupakan mantan panglima pasukan anak Agas dan anggota tim Cichak yang disegani. Ronald tidak sendirian, ada ribuan anak yang juga menjadi kombatan, saat peristiwa paling berdarah di Maluku tahun 1999 – 2002. Film ini bercerita secara lugas tentang apa yang dialami Ronald dan teman-temannya pada saat itu.
Film Luka Beta Rasa diangkat jadi film dokumenter dari sebuah bukti hasil penelitian. Film ini merupakan seri pertama yang diluncurkan Narasi di tahun ini.
"Episode pertama ini tentang para penyintas konflik Ambon tentang kombatan anak," ucap Amanda Valani, selaku Kepala Divisi Konten Narasi. Rencananya film tersebut akan tayang di Narasi dalam waktu dekat.
Amanda mengatakan, kesulitan terbesar dirasakan pihaknya adalah mengeksekusi hasil penelitian menjadi sebuah tontonan yang menarik. Film dokumenter ini menjadi semakin sulit prosesnya, karena film dokumentar serupa sudah pernah dibuat sebelumnya. Narasi pun harus putar otak mencari pembeda.
"Yang susah adalah menemukan angle baru karena cerita Ronald sudah dimana-mana. Tapi akhirnya kami temukan sudut pandang cerita yang belum pernah dibuat, yaitu tim Chicak ini sih," tuturnya. Sebelum melakukan aksinya, tim Chicak melakulan ritual yang kental dengan nuansa spiritual.
Lebih lanjut diungkapkan Amanda, film Luka Beta Rasa juga ada campur tangan Najwa Shihab. Dia berpesan agar film ini dibuat dengan sudut pandang kedamaian. Bukan malah memicu terjadinya konflik.
Najwa Shihab juga memberikan masukan pada tahap editing untuk menambah film Luka Beta Rasa jadi lebih bisa dinikmati. "Sebelum selesai dan final ada beberapa masukan lah. Tapi itu tidak mengubah story line, hanya editing beberapa bagian kecil. Pesan beliau harus membumikan cerita konflik," ungkapnya.
Film dokumenter ini juga dilengkapi dengan soundtrack lagu untuk semakin menghidupkan suasana. Judul lagunya adalah Sintas yang dinyanyikan oleh grup band asal Yogyakarta, Tashoora.
Danang Joedoarmo, selaku salah satu personil Tashoora mengaku bangga bisa terlibat dalam project ini. Karena selama ini lagu-lagu yang kerap dibawakannya bertema sosial. "Kami senang sekali bisa isi soundtrack film ini. Lirik lagunya kita bikin bareng-bareng dan selesai dalam sehari," katanya.
Selain menggarap penyintas soal konflik Ambon, Narasi juga menyiapkan film dokumenter lainnya yaitu tentang penyintas kasus terorisme dan penyintas peristiwa 65.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal