Sabtu, 23 November 2024
spot_img

DPRD Riau Dukung Pengembangan Anak Perusahaan BUMD

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau melangsungkan rapat dengar pendapat dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Salah satu yang menjadi perhatian dewan melalui Komisi III yang membidangi ekonomi dan pendapatan adalah perihal deviden yang dihasilkan BUMD. Termasuk pengembangan unit usaha dengan mendirikan anak usaha.

Hal itu sebagaimana diungkapkan Ketua Komisi III DPRD Riau Markarius Anwar. Dikatakan dia, dewan sendiri tidak mempermasalahkan salah satu BUMD milik Pemprov Riau, yakni PT Sarana Pembangunan Riau mendirikan anak usaha. Apalagi, bila BUMD dimaksud memiliki sumber daya yang mumpuni untuk pengembangan bisnis. "Selagi punya sumber daya yang mumpuni maka tidak ada masalah SPR memiliki anak perusahaan. Saat ini SPR juga merambah ke sektor perkebunan HTI dan lainnya," ungkap Markarius.

Dikatakan dia, bila menyentuh perusahaan perkebunan maka SPR akan menjadi satu-satunya BUMD yang memiliki lini bisnis di bidang perkebunan. Meski saat ini untuk neraca keuangannya belum menghasilkan karena masih dibiayai APBD.

Optimisme dewan dikatakan dia muncul ketika adanya presentasi yang menunjukan ada peluang bagi SPR untuk mendapatkan laba pada sektor perkebunan. "Dalam proposal yang disampaikan ada peluang bisnis yang cukup bagus untuk ke depan. Sehingga ada deviden laba perusahaan lebih baik dan manfaatnya bagi Pemprov Riau," tuturnya.

Baca Juga:  Wako Tinjau Proyek Pasar Induk dan Plaza Sukaramai

Selain persoalan BUMD, Komisi III DPRD Riau juga menyoroti perihal kepemilikan aset dari Pemprov Riau. Salah satunya adalah aset tanah yang disewakan kepada Aryaduta Hotel. Komisi III DPRD Riau dikatakan Markarius mendorong Pemprov Riau membentuk tim audit guna  mengevaluasi pola kerja sama dengan pihak Aryaduta Hotel Pekanbaru jelang kontrak berakhir.

"Kita dorong pemerintah daerah untuk bentuk tim audit. Kemarin koordinasi dengan Pak Sekda (sekretaris daerah) sedang dipersiapkan. Kami minta Pemprov Riau tinjau pola kerja sama dengan Aryaduta. MoU yang lama jangan diperpanjang lagi. Diperbarui kontrak kerja samanya agar menguntungkan daerah," ujarnya. Dikatakan Markarius, dalam rapat banggar bersama Pemprov Riau juga sudah dibahas soal rendahnya deviden yang disetorkan Aryaduta ke daerah hanya senilai Rp200 juta per tahun.

Baca Juga:  Viral, Misteri Sosok Kuyang

"Banyak celah di kontrak yang lama sehingga dimanfaatkan pihak ketiga. Contohnya, dalam persyaratan itu mereka akan bagi hasil apabila jumlah hunian atau kamarnya jadi sekian. Itu kan tidak pernah terpenuhi. Mereka hanya memberikan deviden Rp200 juta per tahun. Itu jumlah yang kecil dan Pemprov Riau dirugikan," jelasnya.

Dia menyarankan saat audit nanti, pemprov mempertimbangkan perpanjangan kontrak dengan PT Lippo Karawaci jika pola kerja sama tidak direvisi.

"Pola kontrak kerja sama harus diperbarui, yang menguntungkan Pemprov Riau. Kalau kontrak yang sedang berjalan kita tidak bisa ubah. Terpaksa kita tunggu kontrak berakhir 2024. Setelah itu baru kita bisa mulai kontrak baru yang bisa menguntungkan pemprov," kata dia.

Menurut politisi PKS ini, perpanjangan kontrak baru bisa saja dimajukan sebelum masa kontrak berakhir sesuai kesepakatan."Mungkin kita akan berikan insentif kalau mereka mau kontrak diperbarui lebih awal. Yang berakhirnya 2024 dimajukan jadi 2023. Apa insentifnya tentu harus menguntungkan Pemprov Riau. Kalau enggak ya sampai 2024 kita merugi," ujarnya.(adv/nda)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau melangsungkan rapat dengar pendapat dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Salah satu yang menjadi perhatian dewan melalui Komisi III yang membidangi ekonomi dan pendapatan adalah perihal deviden yang dihasilkan BUMD. Termasuk pengembangan unit usaha dengan mendirikan anak usaha.

Hal itu sebagaimana diungkapkan Ketua Komisi III DPRD Riau Markarius Anwar. Dikatakan dia, dewan sendiri tidak mempermasalahkan salah satu BUMD milik Pemprov Riau, yakni PT Sarana Pembangunan Riau mendirikan anak usaha. Apalagi, bila BUMD dimaksud memiliki sumber daya yang mumpuni untuk pengembangan bisnis. "Selagi punya sumber daya yang mumpuni maka tidak ada masalah SPR memiliki anak perusahaan. Saat ini SPR juga merambah ke sektor perkebunan HTI dan lainnya," ungkap Markarius.

- Advertisement -

Dikatakan dia, bila menyentuh perusahaan perkebunan maka SPR akan menjadi satu-satunya BUMD yang memiliki lini bisnis di bidang perkebunan. Meski saat ini untuk neraca keuangannya belum menghasilkan karena masih dibiayai APBD.

Optimisme dewan dikatakan dia muncul ketika adanya presentasi yang menunjukan ada peluang bagi SPR untuk mendapatkan laba pada sektor perkebunan. "Dalam proposal yang disampaikan ada peluang bisnis yang cukup bagus untuk ke depan. Sehingga ada deviden laba perusahaan lebih baik dan manfaatnya bagi Pemprov Riau," tuturnya.

- Advertisement -
Baca Juga:  Viral, Misteri Sosok Kuyang

Selain persoalan BUMD, Komisi III DPRD Riau juga menyoroti perihal kepemilikan aset dari Pemprov Riau. Salah satunya adalah aset tanah yang disewakan kepada Aryaduta Hotel. Komisi III DPRD Riau dikatakan Markarius mendorong Pemprov Riau membentuk tim audit guna  mengevaluasi pola kerja sama dengan pihak Aryaduta Hotel Pekanbaru jelang kontrak berakhir.

"Kita dorong pemerintah daerah untuk bentuk tim audit. Kemarin koordinasi dengan Pak Sekda (sekretaris daerah) sedang dipersiapkan. Kami minta Pemprov Riau tinjau pola kerja sama dengan Aryaduta. MoU yang lama jangan diperpanjang lagi. Diperbarui kontrak kerja samanya agar menguntungkan daerah," ujarnya. Dikatakan Markarius, dalam rapat banggar bersama Pemprov Riau juga sudah dibahas soal rendahnya deviden yang disetorkan Aryaduta ke daerah hanya senilai Rp200 juta per tahun.

Baca Juga:  Wako Tinjau Proyek Pasar Induk dan Plaza Sukaramai

"Banyak celah di kontrak yang lama sehingga dimanfaatkan pihak ketiga. Contohnya, dalam persyaratan itu mereka akan bagi hasil apabila jumlah hunian atau kamarnya jadi sekian. Itu kan tidak pernah terpenuhi. Mereka hanya memberikan deviden Rp200 juta per tahun. Itu jumlah yang kecil dan Pemprov Riau dirugikan," jelasnya.

Dia menyarankan saat audit nanti, pemprov mempertimbangkan perpanjangan kontrak dengan PT Lippo Karawaci jika pola kerja sama tidak direvisi.

"Pola kontrak kerja sama harus diperbarui, yang menguntungkan Pemprov Riau. Kalau kontrak yang sedang berjalan kita tidak bisa ubah. Terpaksa kita tunggu kontrak berakhir 2024. Setelah itu baru kita bisa mulai kontrak baru yang bisa menguntungkan pemprov," kata dia.

Menurut politisi PKS ini, perpanjangan kontrak baru bisa saja dimajukan sebelum masa kontrak berakhir sesuai kesepakatan."Mungkin kita akan berikan insentif kalau mereka mau kontrak diperbarui lebih awal. Yang berakhirnya 2024 dimajukan jadi 2023. Apa insentifnya tentu harus menguntungkan Pemprov Riau. Kalau enggak ya sampai 2024 kita merugi," ujarnya.(adv/nda)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari