JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Amnesty International Indonesia meminta Polri dan Komnas HAM membentuk tim independen. Tim tersebut untuk menelisik segala dugaan dari bentuk potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi dalam aksi kerusuhan di wilayah DKI Jakarta pada 22 Mei lalu.
Sebab kerusuhan itu meÂmiliki rentetan cukup panjang. Mulai dari penyerangan terhadap asrama Brimob Petamburan, Jakarta Barat; berlanjut adanya aksi kekerasan; dan ada delapan korban meninggal. Untuk korban meninggal diduga penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat dalam menangkap salah seorang warga di Kampung Bali, Jakarta Pusat.
“Para pelaku kekerasan, apakah itu berasal dari kepolisian maupun pihak-pihak dari luar yang memicu kerusuhan? Itu harus diinvestigasi dan dibawa ke muka hukum untuk diadili,†kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangannya, Ahad (26/5).
Merujuk data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terdapat tiga anak tewas pascaaksi 22 Mei. Untuk itu perlu ada tindakan investigasi mendalam dan menyeluruh untuk mengungkap fakta yang sebenarnya.
Usman menyebut, adanya indikasi pelanggaran HAM yang dilakukan aparat keamanan dalam melakukan penangkapan seseorang yang diduga sebagai perusuh. Bentuk dugaan pelanggaran HAM itu berupaya perlakuan kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia.
Sebagai contoh, indikasi yang terjadi di Kampung Bali. Dalam video yang viral di media sosial (medsos), terlihat kepolisian gagal dalam menerapkan prinsip HAM dalam menjalankan tugasnya. “Hal tersebut adalah pelanggaran serius terhadap SOP kepolisian itu sendiri. Apa pun status hukum seseorang, aparat tidak boleh memperlakukan dia secara kejam dan tidak manusiawi. Apalagi merendahkan martabatnya sebagai seorang manusia,†tegas Usman.(jpg)
Editor: Eko Faizin
JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Amnesty International Indonesia meminta Polri dan Komnas HAM membentuk tim independen. Tim tersebut untuk menelisik segala dugaan dari bentuk potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi dalam aksi kerusuhan di wilayah DKI Jakarta pada 22 Mei lalu.
Sebab kerusuhan itu meÂmiliki rentetan cukup panjang. Mulai dari penyerangan terhadap asrama Brimob Petamburan, Jakarta Barat; berlanjut adanya aksi kekerasan; dan ada delapan korban meninggal. Untuk korban meninggal diduga penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat dalam menangkap salah seorang warga di Kampung Bali, Jakarta Pusat.
- Advertisement -
“Para pelaku kekerasan, apakah itu berasal dari kepolisian maupun pihak-pihak dari luar yang memicu kerusuhan? Itu harus diinvestigasi dan dibawa ke muka hukum untuk diadili,†kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangannya, Ahad (26/5).
Merujuk data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terdapat tiga anak tewas pascaaksi 22 Mei. Untuk itu perlu ada tindakan investigasi mendalam dan menyeluruh untuk mengungkap fakta yang sebenarnya.
- Advertisement -
Usman menyebut, adanya indikasi pelanggaran HAM yang dilakukan aparat keamanan dalam melakukan penangkapan seseorang yang diduga sebagai perusuh. Bentuk dugaan pelanggaran HAM itu berupaya perlakuan kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia.
Sebagai contoh, indikasi yang terjadi di Kampung Bali. Dalam video yang viral di media sosial (medsos), terlihat kepolisian gagal dalam menerapkan prinsip HAM dalam menjalankan tugasnya. “Hal tersebut adalah pelanggaran serius terhadap SOP kepolisian itu sendiri. Apa pun status hukum seseorang, aparat tidak boleh memperlakukan dia secara kejam dan tidak manusiawi. Apalagi merendahkan martabatnya sebagai seorang manusia,†tegas Usman.(jpg)
Editor: Eko Faizin