JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang pedoman kaifiat salat bagi tenaga kesehatan yang memakai Alat Pelindung Diri (APD) saat merawat dan menangani pasien Covid-19. Tenaga medis yang beragama Islam tetap wajib melaksanakan salat fardhu dengan berbagai kondisinya.
"Dalam kondisi ketika jam kerjanya sudah selesai atau sebelum mulai kerja ia masih mendapati waktu salat, maka wajib melaksanakan salat fardlu sebagaimana mestinya," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni'am Sholeh dalam keterangannya, Kamis (26/3).
Asrorun mencontohkan, dalam kondisi hendak bertugas sebelum masuk waktu Dzhuhur atau Maghrib dan berakhir masih berada di waktu Salat Ashar atau Isya, maka boleh melaksanakan salat dengan jama takhir. Selain itu, apabila tenaga medis bertugas mulai saat waktu Dzuhur atau Maghrib dan diperkirakan tidak dapat melaksanakan Salat Ashar atau Isya, maka dia boleh melaksanakan salat dengan jama taqdim.
"Dalam kondisi ketika jam kerjanya berada dalam rentang waktu dua salat yang bisa dijamak (Dzhuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya) maka ia boleh melaksanakan salat dengan jama," ucap Asrorun.
Namun, ketika jam kerjanya berada dalam rentang waktu salat dan ia memiliki wudhu, maka ia boleh melaksanakan salat dalam waktu yang ditentukan meski dengan tetap memakai APD yang ada. Kendati demikian, jika dalam kondisi sulit berwudhu, maka tenaga medis bertayamum kemudian melaksanakan salat.
Sementara itu, lanjut Asrorun, jika dalam kondisi hadas dan tidak mungkin bersuci wudhu atau tayamum maka ia melaksanakan salat boleh dalam kondisi tidak suci dan tidak perlu mengulangi (i'adah).
Jika kondisi APD yang dipakai terkena najis, dan tidak memungkinkan untuk dilepas atau disucikan maka tenaga medis melaksanakan salat boleh dalam kondisi tidak suci dan mengulangi salat (i'adah) usai bertugas.
Bahkan, kata Asrorun, penanggung jawab bidang kesehatan wajib mengatur shift bagi tenaga kesehatan muslim yang bertugas dengan mempertimbangkan waktu salat agar dapat menjalankan kewajiban ibadah dan menjaga keselamatan diri.
"Tenaga kesehatan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman untuk melaksanakan salat dengan tetap memperhatikan aspek keselamatan diri," jelas Asrorun.
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta MUI mengeluarkan fatwa mengenai petugas medis yang menggunakan APD. Ma'ruf menjelaskan saat petugas medis menggunakan APD, maka APD tersebut tidak boleh dibuka sampai delapan jam lamanya. Sehingga mereka tidak akan bisa melakukan ibadah.
"Jadi kemungkinan dia tidak bisa melakukan salat. Kalau mau salat tidak bisa wudhu. Tidak bisa tayamum," ujarnya, Senin (23/3).
Oleh sebab itu, Ma'ruf meminta MUI mengeluarkan fatwa tentang hal tersebut. Bukan hanya mengeluarkan fatwa mengenai tidak dianjurkannya Salat Jumat saat corona sedang mewabah di Indonesia. "Saya mohon ada fatwa. Misal tentang kebolehan orang boleh salat tanpa wudhu dan tayamum. Ini penting," katanya.
Selain itu Ma'ruf juga meminta supaya MUI mengeluarkan fatwa yang berkiatan dengan pengurusan jenazah yang meninggal dunia akibat virus corona ini.
Misalnya bagaimana cara memandikannya. Atau bisa juga tidak dimandikan. Karena banyak yang tidak tahu mengenai cara menangani jenazah yang meninggal dunia akibat virus corona tersebut.
"Jadi meminta supaya MUI dan ormas Islam buat fatwa. Sehingga tidak kesulitan terjadi," pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi