JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pemerintah menegaskan akan melakukan langkah ketat agar judi online tidak terus berkembang. Salah satunya melakukan pemblokiran akses hingga denda yang mencapai Rp500 juta per konten judi online kepada provider dan platform digital yang tak kooperatif.
Hingga 22 Mei lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah memutus akses 1.918.520 konten judi online. Lalu, 555 akun e-wallet diajukan untuk diblokir oleh Bank Indonesia dan pengajuan pemblokiran 5.364 rekening bank kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Situs pendidikan dan situs pemerintah tak luput dari iklan judi online. Kemenkominfo telah men-take down 18.877 halaman judi online pada situs pendidikan dan 22.714 halaman judi online di situs pemerintah.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie mengeluarkan peringatan kepada seluruh platform digital seperti X, Telegram, hingga TikTok. Mereka harus kooperatif menurunkan konten judi online. ’’Kalau tidak kooperatif, saya akan mengenakan denda sampai dengan Rp500 juta per konten,’’ katanya, Jumat (24/5).
Budi juga menyebutkan, provider internet harus kooperatif dalam pemberantasan judi online. Jika Kemenkominfo masih menemukan iklan atau konten tentang judi online, izin provider internet akan dicabut. ’’Akan kami umumkan juga nama provider-nya,’’ ungkapnya.
Menurut Budi, aturan denda itu merujuk UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, PP 43/2023 tentang Jenis Penerimaan Biaya Bukan Pajak, dan Peraturan Menkominfo Nomor 5/2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik Privat. Pencabutan izin mengacu UU 36/2009 tentang Telekomunikasi.
Selain itu, Budi menduga bahwa judi online bisa menjadi sarana tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dengan transaksi mencapai Rp426 triliun sejak Januari 2023 hingga Maret 2024, menurut dia, tidak tertutup kemungkinan adanya praktik TPPU.
Diberitakan beberapa hari lalu, sejak 17 Juli 2023 hingga Selasa (21/5) lalu, Kemenkominfo menurunkan 1.904.246 konten judi online dan juga sudah berkoordinasi dengan berbagai platform seperti Google dan Meta. ”Ini lantaran ada perubahan keyword di internet,” ujar Budi setelah rapat terbatas yang membahas judi online di Jakarta, Rabu (22/5) lalu.
Ratas yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu dihadiri Kapolri, jaksa agung, Menko Polhukam, Menko Marves, ketua OJK, dan ketua PPATK. Dalam rapat itu juga dilaporkan pemblokiran rekening dan e-wallet yang terafiliasi dengan judi online. ”Sudah 5.364 rekening dan 555 e-wallet yang diajukan ke regulator,” kata Budi.
Kemenkominfo bertugas sebagai ketua bidang pencegahan dalam satgas terpadu pemberantasan judi online. Tugasnya memang memberantas ekosistem judi online. ”Dampaknya harus signifikan. Langkah nyata lebih komprehensif dalam penanganan judi online,” tuturnya.
Tolok ukurnya, lanjut Budi, adalah transaksi judi online yang dilaporkan PPATK harus turun.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyatakan, pihaknya mendukung penuh pemberantasan judi online. Bahkan, OJK membidik nama-nama pemilik rekening agar menjadi perhatian oleh seluruh bank. ”Sudah hampir 5.000 rekening (yang diblokir OJK),” katanya.
Dalam pembukaan rekening baru, lanjut Mahendra, nama pemilik rekening tersebut akan mendapat atensi. Selanjutnya, OJK memperhatikan algoritma aktivitas rekening yang digunakan judi online.
Terpisah, pakar IT dari ITB Hermansyah menilai kebijakan Kemenkominfo menyaiapkan sanksi kurang tepat. Seharusnya, yang dilakukan adalah pembatasan domain. Itu bisa dilihat dari nama dan aktivitas domain tersebut. ’’Tidak semua provider punya kemampuan untuk men-trace domain mana yang menyelenggarakan aktivitas judi online,’’ tuturnya.
Kemenkominfo bisa memperketat pembuatan domain. Dia mencontohkan pembuatan akun bisnis WhatsApp saat ini menggunakan KTP dan SIUP agar terverifikasi atau dapat centang biru.
Lebih lanjut, kata Hermansyah, teknologi sudah sangat maju untuk bisa menentukan siapa saja dalang judi online. Dengan melihat IP dari gawai yang digunakan untuk aktivitas judi online, seharusnya sudah tahu di mana dan siapa yang mengoperasikan.
’’Kemenkominfo juga bisa bekerja sama dengan hacker atau ahli IT kita. Mereka ini bisa digunakan untuk keamanan cyber. Kemampuan mereka ini mumpuni,’’ bebernya.(lyn/c6/bay/c19/ttg/das)
Laporan JPG, Jakarta