Jumat, 22 November 2024
spot_img

Tujuh Tahun, DKPP Pecat 585 Penyelenggara Pemilu

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Sejak didirikan tujuh tahun lalu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menangani 1.559 pengaduan. Sebanyak 5.864 penyelenggara pemilu disidang, 585 di antaranya diberhentikan secara tetap karena melakukan pelanggaran etik yang berat. Putusan itu diharapkan bisa memperkuat integritas penyelenggara pemilu di masa mendatang.

Hingga akhir kuartal ketiga tahun ini, DKPP sudah memutus 1.461 dari 1.559 pengaduan. Tidak semua teradu yang dilaporkan terbukti melakukan pelanggaran. Bahkan, 3.036 teradu dinyatakan tidak terbukti melanggar sehingga nama baik mereka direhabilitasi.

Ketua DKPP Harjono menjelaskan, pihaknya tidak terikat waktu atau momen tertentu dalam menangani perkara. Saat ini pun masih banyak pengaduan yang menjadi tunggakan untuk ditangani dan diputus. Padahal, pemilu sudah lama usai. ’’Kami juga tidak terpengaruh tahapan pemilu. Setiap saat bisa ada pengaduan,’’ terangnya, Jumat (22/11).

Baca Juga:  Minyak Goreng Rp14 Ribu Berlaku Hari Ini

Sebagai gambaran, pengaduan terkait dengan Pemilu 2019 mencapai 637 kasus. Dari jumlah itu, 539 di antaranya telah masuk sidang dan melibatkan 2.266 orang. Dalam beberapa waktu ke depan, sangat mungkin masih ada penyelenggara yang dilaporkan dengan dugaan pelanggaran kode etik.

Harjono menjelaskan, sejauh ini pengaduan tertinggi masih berkaitan dengan pelanggaran hukum. Porsinya 34,6 persen dari keseluruhan laporan yang ditangani DKPP. ’’Tapi, DKPP tidak akan masuk pada ranah produk hukum,’’ lanjutnya. Pihaknya hanya memutus pelanggaran etik yang berkaitan dengan kasus hukum yang terjadi.

Di bawah pelanggaran hukum, pelaporan lainnya yang cukup banyak adalah tuduhan manipulasi suara. Yakni, 24,42 persen. Selebihnya adalah pelaporan dengan tuduhan kelalaian, perlakuan tidak adil, pelanggaran hak pilih, penyalahgunaan kekuasaan, dan konflik kepentingan.

Baca Juga:  Sindir Masalah Jin Kafir, Kemendagri Singapura Ungkap 3 Alasan Tolak UAS

Mantan hakim konstitusi itu menambahkan, kode etik menjadi pintu masuk utama dalam membangun profesionalitas penyelenggara pemilu. Pihaknya berupaya mengawasi agar jangan sampai penyelenggara pemilu keluar dari kode etik yang berlaku bagi mereka.(byu/c6/fat/jpg)

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Sejak didirikan tujuh tahun lalu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menangani 1.559 pengaduan. Sebanyak 5.864 penyelenggara pemilu disidang, 585 di antaranya diberhentikan secara tetap karena melakukan pelanggaran etik yang berat. Putusan itu diharapkan bisa memperkuat integritas penyelenggara pemilu di masa mendatang.

Hingga akhir kuartal ketiga tahun ini, DKPP sudah memutus 1.461 dari 1.559 pengaduan. Tidak semua teradu yang dilaporkan terbukti melakukan pelanggaran. Bahkan, 3.036 teradu dinyatakan tidak terbukti melanggar sehingga nama baik mereka direhabilitasi.

- Advertisement -

Ketua DKPP Harjono menjelaskan, pihaknya tidak terikat waktu atau momen tertentu dalam menangani perkara. Saat ini pun masih banyak pengaduan yang menjadi tunggakan untuk ditangani dan diputus. Padahal, pemilu sudah lama usai. ’’Kami juga tidak terpengaruh tahapan pemilu. Setiap saat bisa ada pengaduan,’’ terangnya, Jumat (22/11).

Baca Juga:  Aplikasi Diskominfo Permudah Pelayanan

Sebagai gambaran, pengaduan terkait dengan Pemilu 2019 mencapai 637 kasus. Dari jumlah itu, 539 di antaranya telah masuk sidang dan melibatkan 2.266 orang. Dalam beberapa waktu ke depan, sangat mungkin masih ada penyelenggara yang dilaporkan dengan dugaan pelanggaran kode etik.

- Advertisement -

Harjono menjelaskan, sejauh ini pengaduan tertinggi masih berkaitan dengan pelanggaran hukum. Porsinya 34,6 persen dari keseluruhan laporan yang ditangani DKPP. ’’Tapi, DKPP tidak akan masuk pada ranah produk hukum,’’ lanjutnya. Pihaknya hanya memutus pelanggaran etik yang berkaitan dengan kasus hukum yang terjadi.

Di bawah pelanggaran hukum, pelaporan lainnya yang cukup banyak adalah tuduhan manipulasi suara. Yakni, 24,42 persen. Selebihnya adalah pelaporan dengan tuduhan kelalaian, perlakuan tidak adil, pelanggaran hak pilih, penyalahgunaan kekuasaan, dan konflik kepentingan.

Baca Juga:  Buah Amuk Syair Kera

Mantan hakim konstitusi itu menambahkan, kode etik menjadi pintu masuk utama dalam membangun profesionalitas penyelenggara pemilu. Pihaknya berupaya mengawasi agar jangan sampai penyelenggara pemilu keluar dari kode etik yang berlaku bagi mereka.(byu/c6/fat/jpg)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari