Kamis, 19 September 2024

Gawat, 10 Ribu Warga Batam Terinfeksi HIV/AIDS

BATAM (RIAUPOS.CO) – Penyakit HIV (human immunodeficiency virus) yang merusak sistem kekebalan tubuh yang bisa berkembang menjadi AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), masih menjadi momok menakutkan masyarakat Batam. Meski begitu, masih banyak masyarakat Batam yang suka bermain di zona berbahaya ini. Buktinya, sembilan tahun terakhir, jumlah penderita HIV/AIDS di Batam mencapai 10.466 orang.

”Itu kumulatif dari 2011 sampai sekarang. Itu yang baru memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan yang ada,” ujar Didi Kusmarjadi, Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam, beberapa hari lalu.

Ia merinci, dari 10.466 penderita penyakit mematikan itu, 7.150 orang masih kategori HIV, sedangkan 2.501 orang sudah masuk stadium akhir HIV atau sudah masuk kategori AIDS. Sisanya 815 orang sudah meninggal dunia.

Jumlah tersebut, lanjut Didi, hanya sebagian kecil dari yang ada di masyarakat. Sebab, masih banyak masyarakat yang enggan memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan (faskes), meski tergolong risiko tinggi terserang HIV/AIDS. Sehingga penyakit HIV/AIDS ini diibaratkan seperti fenomena gunung es yang muncul di permukaan tampak sedikit, namun menggurita di bawah permukaan.

- Advertisement -

Didi mengurai, fenomena di Batam, ibu hamil termasuk yang memiliki risiko cukup tinggi terkena HIV. Bahkan, di 2019 ini saja, terdeteksi 34 ibu hamil positif terkena HIV. Hasil ini didapatkan dari 6.670 ibu hamil yang menjalani Prevention Mother To Child (PMTCT) di Puskesmas.

”Sekarang kan ibu hamil wajib menjalani tes HIV/AIDS. Hal ini untuk mencegah penularan ke bayi, jadi langkah pencegahan dini,” kata dia.

- Advertisement -
Baca Juga:  Kemendag Fokus Amankan Stok Bahan Kebutuhan Pokok

Didi menegaskan, pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil ini sesuai dengan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV. Kemudian berdasarkan Permenkes 51/2013 tentang pedoman Pencegahan HIV, juga Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 2013 tentang Layanan Pencegahan dan Penularan HIV dari Ibu ke Anak.

Didi menyebutkan, kesadaran ibu hamil untuk memeriksakan diri harus ditingkatkan lagi. Hal ini untuk menyelamatkan bayi agar tidak tertular. Sebab, ibu hamil dengan status HIV/AIDS butuh penanganan khusus agar bayinya tak terinfeksi.

”Target kami pasti lebih banyak dari itu. Kadang ada juga yang menolak menjalani tes, namun setelah dijelaskan mereka akhirnya mau menjalani tes,” ujarnya.

Ibu hamil yang positif HIV, biasanya diminta untuk membawa suami untuk menjalani pemeriksaan juga. Namun, hal ini tidak dipaksa. ”Kalau mereka sadar akan kesehatan harusnya mau. Namun, kami tidak bisa memaksa juga. Jadi, hanya dianjurkan untuk diperiksa,” ujarnya.

”Ibu hamil yang positif ini akan diberikan obat berupa antiretroviral (ARV). Untuk perlindungan kepada bayi dalam kandungan, ibu disarankan untuk melahirkan secara sesar,” kata Didi.

Ia menyebut, risiko tertular ketika bayi dalam kandungan memang rendah, namun ketika proses melahirkan normal, di situlah bayi rentan tertular.

”Makanya kami sarankan sesar untuk menyelamatkan bayinya,” ujarnya.

Didi menyebutkan, ibu rumah tangga berisiko tinggi untuk terkena HIV disebabkan faktor suami. Umumnya ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV akibat suaminya pernah melakukan hubungan seks dengan wanita lain.

Baca Juga:  Kasus Covid-19 Meningkat Tajam dalam Sepekan Terakhir

”Karena gonta-ganti pasangan. Jadi, dampaknya ke istri. Mereka masuk dalam kategori yang berisiko tinggi untuk terkena HIV,” ungkapnya.

Untuk itu, Didi mengimbau kepada warga untuk rajin memeriksakan kesehatan, terutama bagi mereka yang pernah melakukan hubungan seks.

”Di puskesmas ada tesnya. Langsung saja periksakan diri agar bisa mendapatkan penanganan lebih dini,” imbaunya.

Bukan hanya ibu hamil dan suami serta bayinya yang rentan, semua kalangan yang suka melakukan hubungan seks gonta ganti pasangan, juga sangat rentan. Tak pandang usia. Khususnya para penyuka sesama jenis, juga sangat berisiko.

Seperti diketahui, kata Didi, HIV adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh. Virus ini menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang dihancurkan, kekebalan tubuh akan semakin lemah, sehingga rentan diserang berbagai penyakit.

Jika infeksi HIV tidak segera ditangani, lanjut Didi, akan berkembang menjadi kondisi serius yang disebut AIDS. AIDS adalah stadium akhir dari infeksi virus HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya.

Sampai saat ini belum ada obat untuk menangani HIV dan AIDS. Obat yang ada hanya untuk memperlambat perkembangan penyakit tersebut, dan dapat meningkatkan harapan hidup penderita.

”Makanya kami anjurkan memeriksakan diri. Kalau terdeteksi lebih dini, angka harapan hidup masih tinggi,” kata Didi. 

Sumber: Batampos.co.id
Editor: E Sulaiman

BATAM (RIAUPOS.CO) – Penyakit HIV (human immunodeficiency virus) yang merusak sistem kekebalan tubuh yang bisa berkembang menjadi AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), masih menjadi momok menakutkan masyarakat Batam. Meski begitu, masih banyak masyarakat Batam yang suka bermain di zona berbahaya ini. Buktinya, sembilan tahun terakhir, jumlah penderita HIV/AIDS di Batam mencapai 10.466 orang.

”Itu kumulatif dari 2011 sampai sekarang. Itu yang baru memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan yang ada,” ujar Didi Kusmarjadi, Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam, beberapa hari lalu.

Ia merinci, dari 10.466 penderita penyakit mematikan itu, 7.150 orang masih kategori HIV, sedangkan 2.501 orang sudah masuk stadium akhir HIV atau sudah masuk kategori AIDS. Sisanya 815 orang sudah meninggal dunia.

Jumlah tersebut, lanjut Didi, hanya sebagian kecil dari yang ada di masyarakat. Sebab, masih banyak masyarakat yang enggan memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan (faskes), meski tergolong risiko tinggi terserang HIV/AIDS. Sehingga penyakit HIV/AIDS ini diibaratkan seperti fenomena gunung es yang muncul di permukaan tampak sedikit, namun menggurita di bawah permukaan.

Didi mengurai, fenomena di Batam, ibu hamil termasuk yang memiliki risiko cukup tinggi terkena HIV. Bahkan, di 2019 ini saja, terdeteksi 34 ibu hamil positif terkena HIV. Hasil ini didapatkan dari 6.670 ibu hamil yang menjalani Prevention Mother To Child (PMTCT) di Puskesmas.

”Sekarang kan ibu hamil wajib menjalani tes HIV/AIDS. Hal ini untuk mencegah penularan ke bayi, jadi langkah pencegahan dini,” kata dia.

Baca Juga:  Riau Sukses Jadi Tuan Rumah ICCF 2021

Didi menegaskan, pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil ini sesuai dengan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV. Kemudian berdasarkan Permenkes 51/2013 tentang pedoman Pencegahan HIV, juga Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 2013 tentang Layanan Pencegahan dan Penularan HIV dari Ibu ke Anak.

Didi menyebutkan, kesadaran ibu hamil untuk memeriksakan diri harus ditingkatkan lagi. Hal ini untuk menyelamatkan bayi agar tidak tertular. Sebab, ibu hamil dengan status HIV/AIDS butuh penanganan khusus agar bayinya tak terinfeksi.

”Target kami pasti lebih banyak dari itu. Kadang ada juga yang menolak menjalani tes, namun setelah dijelaskan mereka akhirnya mau menjalani tes,” ujarnya.

Ibu hamil yang positif HIV, biasanya diminta untuk membawa suami untuk menjalani pemeriksaan juga. Namun, hal ini tidak dipaksa. ”Kalau mereka sadar akan kesehatan harusnya mau. Namun, kami tidak bisa memaksa juga. Jadi, hanya dianjurkan untuk diperiksa,” ujarnya.

”Ibu hamil yang positif ini akan diberikan obat berupa antiretroviral (ARV). Untuk perlindungan kepada bayi dalam kandungan, ibu disarankan untuk melahirkan secara sesar,” kata Didi.

Ia menyebut, risiko tertular ketika bayi dalam kandungan memang rendah, namun ketika proses melahirkan normal, di situlah bayi rentan tertular.

”Makanya kami sarankan sesar untuk menyelamatkan bayinya,” ujarnya.

Didi menyebutkan, ibu rumah tangga berisiko tinggi untuk terkena HIV disebabkan faktor suami. Umumnya ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV akibat suaminya pernah melakukan hubungan seks dengan wanita lain.

Baca Juga:  Kasus Covid-19 Meningkat Tajam dalam Sepekan Terakhir

”Karena gonta-ganti pasangan. Jadi, dampaknya ke istri. Mereka masuk dalam kategori yang berisiko tinggi untuk terkena HIV,” ungkapnya.

Untuk itu, Didi mengimbau kepada warga untuk rajin memeriksakan kesehatan, terutama bagi mereka yang pernah melakukan hubungan seks.

”Di puskesmas ada tesnya. Langsung saja periksakan diri agar bisa mendapatkan penanganan lebih dini,” imbaunya.

Bukan hanya ibu hamil dan suami serta bayinya yang rentan, semua kalangan yang suka melakukan hubungan seks gonta ganti pasangan, juga sangat rentan. Tak pandang usia. Khususnya para penyuka sesama jenis, juga sangat berisiko.

Seperti diketahui, kata Didi, HIV adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh. Virus ini menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang dihancurkan, kekebalan tubuh akan semakin lemah, sehingga rentan diserang berbagai penyakit.

Jika infeksi HIV tidak segera ditangani, lanjut Didi, akan berkembang menjadi kondisi serius yang disebut AIDS. AIDS adalah stadium akhir dari infeksi virus HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya.

Sampai saat ini belum ada obat untuk menangani HIV dan AIDS. Obat yang ada hanya untuk memperlambat perkembangan penyakit tersebut, dan dapat meningkatkan harapan hidup penderita.

”Makanya kami anjurkan memeriksakan diri. Kalau terdeteksi lebih dini, angka harapan hidup masih tinggi,” kata Didi. 

Sumber: Batampos.co.id
Editor: E Sulaiman

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari