Jumat, 20 September 2024

Upaya Membangun Persaudaraan Hulu dan Hilir dengan PES

Program PES diharapkan menjadi penyambung “persaudaraan” antara masyarakat  hulu dan hilir  di DAS Kampar. Selama ini, secara ekonomi, kondisi keduanya saling bertolak belakang.
Laporan: Hary B Koriun (Padang)
INISIASI pembayaran jasa lingkungan air (Payment for Environmental Services/PES) merupakan ide inovatif yang harus diakui  sebagai wujud penghargaan dan upaya pelestarian   sumber daya alam yang diharapkan dapat menjaga ekosistem daerah tangkapan air yang ada di hulu (up stream). Hal ini agar terjadi keseimbangan kehidupan ekonomis antara masyarakat hulu dan hilir.
Hal tersebut dijelaskan oleh salah seorang peneliti dan pakar lingkungan dan Fakultas Kehutanan Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat (UMSB), Dr Ir Firman Hidayat MT, dalam Rapat Teknis Tindak Lanjut Inisiasi Imbal Jasa Lingkungan (Payment for Environmental Services/PES) Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar di Padang, Selasa (23/7/2019).
Acara ini diinisiasi oleh WWF Indonesia yang nantinya melibatkan seluruh pemangku kepentingan di sepanjang DAS Kampar dari hulu hingga hilir. Dalam rapat teknis di Padang ini masih menyamakan presepsi seluruh pemangku kepentingan yang ada di Sumatra Barat (Sumbar). 
Acara ini dibuka langsung oleh Gubernur Sumbar Prof Ir H Irwan Prayitno. Hadir dalam kegiatan ini sebagai peserta dari beberapa kepala dinas yang punya hubungan dengan persoalan ini dari Pemkab Pasaman, Pemkab 50 Kota, dan Pemprov Sumbar.. 
Juga nampak hadir Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Yosawardi UP SHut MSi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumbar Ir Siti Aisyah MSi, perwakilan dari P3ES (UPT Kementerian LHK Sumatra),  BPDAS Rokan Indragiri,  Forum DAS Sumbar,  dan dari kalangan perguruan tinggi seperti dari Universitas Riau (Unri),  Universitas Negeri Padang (UNP),  Universitas Andalas (Unand), dan Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat (UMSB). 
Menurut Firman, rehabilitasi hutan dan pengelolaan lahan berteknologi berpengaruh terhadap  peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu pemerintah berkewajiban memfasilitasi pelaksanaan program dan pendanaan  atau pembiayaan model kredit yang berbeda dengan model kredit pada umumnya sekaligus mendorong terbentuknya kelembagaan yang terintegrasi.
Selama ini, kata Firman, masyarakat di hulu DAS Kampar, yakni di Sungai Lolo (Pasaman) dan Batang Mahat (50 Kota) adalah petani penanam gambir yang membuka lahan di bukit-bukit dengan tingkat kemiringan yang sangat curam. Kondisi ini membuat daerah tangkapan air ini berubah fungsi yang membuat debit air sangat tinggi saat musim hujan dan sangat rendah saat kemarau.
“Tanaman gambir sebagai tanaman andalan di DAS Mahat Hulu mempunyai efek ganda yaitu menguntungkan, tetapi juga memberikan ekternalitas negatif terhadap on-farm dalam bentuk penurunan produktivitas lahan dan off-farm  mempengaruhi fungsi-fungsi hidrologi dan erosi dan sedimentasi,” jelas Firman. 
Dia mencontohkan, pada musim kemarau tahun 2005–2010  didapatkan debit kurang dari 220.656 m³/detik (debit optimal). Kondisi ini mengakibatkan terjadinya pergeseran lama produksi listrik sebab waktu untuk mengumpulkan air di waduk bertambah. Akibatnya terjadi kerugian di tingkat pengelola (PLN) dan masyarakat pengguna listrik.
Dari hasil temuannya di lapangan, pemahaman   masyarakat hilir terhadap pentingnya  sumber daya air berkelanjutan sangat tinggi, dibuktikan dengan  kerelaan untuk membayar lebih sekitar 90%. 
“Maksudnya begini, saya banyak bertanya dengan masyarakat di PLTA Koto Panjang yang melakukan budidaya ikan keramba. Saat saya tanya apakah mereka mau membantu saudara-saudara kita di hulu agar merawata hutan, misalnya dengan mengeluarkan zakat 5% dan 10%, hampir 90% mereka mau,” ujar Firman yang melakukan penelitian bidang ini untuk program doktoralnya.
Dijelaskan Firman, masyarakat bisa menjadi masalah dan bisa juga menjadi solusi dalam pengelolaan DAS. PES memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam pelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi. PES juga memberikan kesempatan untuk menghubungkan masyarakat di hulu dengan di hilir, dengan berlandaskan pada kesadaran adanya ketergantungan secara lingkungan dan ekonomi.
Baca Juga:  Eko Suharjo Masih Peringkat Lima
Program PES diharapkan menjadi penyambung “persaudaraan” antara masyarakat  hulu dan hilir  di DAS Kampar. Selama ini, secara ekonomi, kondisi keduanya saling bertolak belakang.
Laporan: Hary B Koriun (Padang)
INISIASI pembayaran jasa lingkungan air (Payment for Environmental Services/PES) merupakan ide inovatif yang harus diakui  sebagai wujud penghargaan dan upaya pelestarian   sumber daya alam yang diharapkan dapat menjaga ekosistem daerah tangkapan air yang ada di hulu (up stream). Hal ini agar terjadi keseimbangan kehidupan ekonomis antara masyarakat hulu dan hilir.
Hal tersebut dijelaskan oleh salah seorang peneliti dan pakar lingkungan dan Fakultas Kehutanan Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat (UMSB), Dr Ir Firman Hidayat MT, dalam Rapat Teknis Tindak Lanjut Inisiasi Imbal Jasa Lingkungan (Payment for Environmental Services/PES) Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar di Padang, Selasa (23/7/2019).
Acara ini diinisiasi oleh WWF Indonesia yang nantinya melibatkan seluruh pemangku kepentingan di sepanjang DAS Kampar dari hulu hingga hilir. Dalam rapat teknis di Padang ini masih menyamakan presepsi seluruh pemangku kepentingan yang ada di Sumatra Barat (Sumbar). 
Acara ini dibuka langsung oleh Gubernur Sumbar Prof Ir H Irwan Prayitno. Hadir dalam kegiatan ini sebagai peserta dari beberapa kepala dinas yang punya hubungan dengan persoalan ini dari Pemkab Pasaman, Pemkab 50 Kota, dan Pemprov Sumbar.. 
Juga nampak hadir Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Yosawardi UP SHut MSi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumbar Ir Siti Aisyah MSi, perwakilan dari P3ES (UPT Kementerian LHK Sumatra),  BPDAS Rokan Indragiri,  Forum DAS Sumbar,  dan dari kalangan perguruan tinggi seperti dari Universitas Riau (Unri),  Universitas Negeri Padang (UNP),  Universitas Andalas (Unand), dan Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat (UMSB). 
Menurut Firman, rehabilitasi hutan dan pengelolaan lahan berteknologi berpengaruh terhadap  peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu pemerintah berkewajiban memfasilitasi pelaksanaan program dan pendanaan  atau pembiayaan model kredit yang berbeda dengan model kredit pada umumnya sekaligus mendorong terbentuknya kelembagaan yang terintegrasi.
Selama ini, kata Firman, masyarakat di hulu DAS Kampar, yakni di Sungai Lolo (Pasaman) dan Batang Mahat (50 Kota) adalah petani penanam gambir yang membuka lahan di bukit-bukit dengan tingkat kemiringan yang sangat curam. Kondisi ini membuat daerah tangkapan air ini berubah fungsi yang membuat debit air sangat tinggi saat musim hujan dan sangat rendah saat kemarau.
“Tanaman gambir sebagai tanaman andalan di DAS Mahat Hulu mempunyai efek ganda yaitu menguntungkan, tetapi juga memberikan ekternalitas negatif terhadap on-farm dalam bentuk penurunan produktivitas lahan dan off-farm  mempengaruhi fungsi-fungsi hidrologi dan erosi dan sedimentasi,” jelas Firman. 
Dia mencontohkan, pada musim kemarau tahun 2005–2010  didapatkan debit kurang dari 220.656 m³/detik (debit optimal). Kondisi ini mengakibatkan terjadinya pergeseran lama produksi listrik sebab waktu untuk mengumpulkan air di waduk bertambah. Akibatnya terjadi kerugian di tingkat pengelola (PLN) dan masyarakat pengguna listrik.
Dari hasil temuannya di lapangan, pemahaman   masyarakat hilir terhadap pentingnya  sumber daya air berkelanjutan sangat tinggi, dibuktikan dengan  kerelaan untuk membayar lebih sekitar 90%. 
“Maksudnya begini, saya banyak bertanya dengan masyarakat di PLTA Koto Panjang yang melakukan budidaya ikan keramba. Saat saya tanya apakah mereka mau membantu saudara-saudara kita di hulu agar merawata hutan, misalnya dengan mengeluarkan zakat 5% dan 10%, hampir 90% mereka mau,” ujar Firman yang melakukan penelitian bidang ini untuk program doktoralnya.
Dijelaskan Firman, masyarakat bisa menjadi masalah dan bisa juga menjadi solusi dalam pengelolaan DAS. PES memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam pelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi. PES juga memberikan kesempatan untuk menghubungkan masyarakat di hulu dengan di hilir, dengan berlandaskan pada kesadaran adanya ketergantungan secara lingkungan dan ekonomi.
Baca Juga:  Labor Biomolekuler RSUD Arifin Achmad Bisa Periksa 1.800 Sampel Perhari
Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari