JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Ide Presiden Joko Widodo memangkas level birokrasi adalah momentum untuk mendesain ulang birokrasi di Indonesia. Demi mewujudkan ukuran birokrasi yang tepat bagi organisasi pemerintahan Indonesia, yang harus diukur adalah keperluannya.
Ketua Umum Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Zudan Arif Fakrulloh memberi gambaran kondisi saat ini. Kabupaten/kota selama ini punya tiga level struktural. Eselon 2, 3, dan 4. Provinsi juga sama, hanya ditambah satu sekda yang eselon 1.
Di Kemendagri misalnya, ada empat level struktural. "Tapi di lembaga administrasi negara (LAN) dan BKN (Badan Kepegawaian Negara) itu 5 level karena eselon 1 nya ada dua jenis," terangnya saat dikonfirmasi Senin (21/10).
Itu menunjukkan bahwa setiap lembaga memiliki keperluan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, bila sebuah lembaga anggarannya hanya Rp 50 miliar, boleh saja memakai dua level.
"Tetapi seperti Dukcapil yang anggarannya hampir Rp1 triliun, tidak mungkin dua level," lanjutnya.
Maka, tidak bisa dipukul rata. Itulah yang disebut re-desain birokrasi. Pada prinsipnya, penyederhanaan jabatan menjadi hanya dua level tidak masalah. Yang terpenting, kesejahteraan ASN-nya terjaga.
Pun demikian dengan sistem karier. Mengingat, presiden juga ingin menggeser jabatan struktural ke fungsional. Untuk mendukungnya, perlu ada persiapan sistem hukum. Harus ada perubahan UU ASN dan administrasi pemerintahan. Agar kewenangan yang tadinya dimiliki oleh jabatan struktural bisa juga dipegang oleh jabatan fungsional.
Secara keseluruhan, kebijakan pemangkasan eselon memerlukan sebuah ekosistem yang baik. Baik di tingkat pusat maupun daerah.
"Jangan sampai di kabupaten/kota itu (ketika) kepala daerahnya ganti sekdanya diganti," tutur Zudan.
Bila itu terjadi, sistem karirnya bisa mati. Orang tidak akan tenang dalam bekerja. Kemungkinan, Korpri juga akan terlibat dalam penyusunan konsepnya.
"Biasanya kami diajak untuk mendiskusikan itu atau kami nanti memberi masukan secara tertulis," jelas pria yang juga menjabat sebagai Dirjen Dukcapil Kemendagri itu.
Pertama, harus ada pemetaan keperluan organisasi di pusat dan daerah. Organisasi perangkat daerah dengan anggaran Rp5 miliar tidak boleh sama dengan yang anggarannya Rp200 miliar. Kedua, penempatan jabatan harus fleksibel.
Misalnya di kemendagri. Tidak harus tiap Ditjen berisi enam eselon 2. KemenPAN-RB cukup mematok misalnya 100 eselon 2 untuk satu organisasi kemendagri.
"Menata eselon 2-nya terserah menteri, keperluannya mana," tambahnya.
Bila saat ini Ditjendukcapil sedang banyak pekerjaan, maka eselon 2-nya ditambah. Ditjen lain dikurangi. Lalu tahun berikutnya ada program besar yang dijalankan Ditjen Otda. Maka eselon 2 dari ditjen lain yang tidak padat bisa digeser. Yang penting masih dalam lingkup Kemendagri. Cara yang sama juga bisa diterapkan di daerah.
Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi