PENDIDIKAN sejak lama telah dipercayai oleh manusia sebagai cara untuk mengembangkan diri baik hal-hal yang berkaitan dengan akademis maupun nonakademis. Bermula dari scholae-nya para filsuf di Yunani kuno terus berkembang hingga menjadi sekolah-sekolah modern yang menawarkan beragam program serta keunggulan-keunggulan yang menjanjikan masa depan yang baik.
Akan tetapi tindak kejahatan sangat banyak pula dilakukan oleh mereka berpendidikan tinggi. Kejahatan yang mereka lakukan tidak tanggung-tanggung seperti memiskinkan jutaan orang dengan tindakan korupsi, menebang berjuta-juta hektare hutan sehingga keseimbangan alam menjadi goncang dan pada akhirnya melahirkan bencana-bencana baru yang tidak saja menelan korban harta, tetapi juga nyawa manusia dan hewan.
Tak kalah menyedihkan aspek kebudayaan, negeri kita yang kaya budaya, tradisi, kesenian harus menyuruk-nyuruk di bawah lajunya invansi budaya barat yang sebagian besar tidak sesuai dengan nilai ketimuran kita. Karena ia tak dicintai, tak disayangi, dianggap tertinggal dan kolot. Itulah sebagian karakter kita, inferior dengan hal-hal yang berbau asing. Tentu keadaan ini tidak akan pernah mengubah kondisi bangsa kita agar diperhitungkan di kancah internasional.
Di sektor ekonomi, utang yang ditanggung negara kita tidaklah sedikit. Bahkan bayi yang baru lahir saja sudah punya beban utang. Itulah sebagian kondisi negara kita, dan kepada kita semua tanggung jawab perubahan itu dibebankan. Oleh pemerintah, hal itu dimulai dari dunia pendidikan dengan memasukkan pendidikan karakter dan budaya bangsa dalam kurikulum nasional. Agar nilai-nilai moral yang luhur kembali bersemi di bumi pertiwi, budaya kita menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan kita kenalkan dengan penuh kebanggaan kepada dunia.
Setakat meng-insert karakter dan budaya bangsa saja dalam kurikulum tentu tidaklah memadai karena cakupannya demikian luas, karena itu diperlukan adanya program-program yang mendukung agar hal tersebut dapat terwujud dengan baik. Sehingga peran semua pihak sangat diharapkan, seperti orangtua, masyarakat dan sekolah. Salah satu program untuk membangun karakter dalam Islam adalah dihadirkannya oleh Allah SWT bulan Ramadan sekali dalam setahun. Bulan Ramadan disebut juga dengan syahrut tarbiyah atau bulan pendidikan, mendidik jiwa, emosi dan fisik untuk taat kepada Allah SWT.
Bulan Ramadan mengajarkan kepada kita banyak sekali karakter positif antara lain; pertama, nilai kejujuran karena puasa bukanlah amal yang kelihatan. Kedua, mengajarkan nilai kepedulian melalui zakat fitrah yang wajib dibayarkan oleh setiap individu muslim yang akan didistribusikan kepada orang yang berhak menerimanya. Ketiga, kemampuan menahan diri dari berperilaku dan berucap yang dapat merusak nilai puasa serta menahan diri untuk berbelanja di luar kebutuhan. Keempat, disiplin untuk berhenti makan (imsak) dan berbuka sesuai dengan jadwal waktunya. Kelima, religius, pada bulan ini Allah SWT memberikan kesempatan untuk akselerasi amal melalui lailatul qadr yang nilai kebaikan satu malam tersebut lebih dari seribu bulan serta sunnah iktikaf seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW pada sepuluh hari terakhir Ramadan.
Seharusnya karakter yang telah dibangun selama Ramadan melekat kuat dalam diri setiap pelaku puasa untuk bisa membawa perubahan dalam masyarakat dan bangsa Indonesia. Sehingga bangsa yang mayoritas penduduknya muslim ini mampu bangkit dari berbagai keterpurukan. Demikianlah buah puasa.***