Jumat, 20 September 2024

30 Juta PBI BPJS Kesehatan Tidak Masuk DTKS

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Persoalan data penerima bantuan iuran (PBI) program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kembali mencuat. Kementerian Sosial (Kemensos) mengungkap adanya permasalahan data terkait kelompok tersebut. Sebanyak 30 juta PBI ternyata tak masuk data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Padahal, DTKS adalah acuan jumlah orang miskin di Indonesia. Data itu juga menjadi acuan untuk penyaluran dana bantuan sosial (bansos).

Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara menjelaskan, data PBI tersebut merupakan warisan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Data itu dilimpahkan ke pihaknya untuk disinkronkan dengan DTKS tahun lalu. "Disepakati, waktu itu September, yang menerima PBI itu harus yang masuk DTKS," katanya di gedung DPR/MPR, Jakarta, kemarin (18/2).

Baca Juga:  Profesor Alaidin Sampaikan Kuliah Umum

Mensos menyebutkan, saat dilakukan sinkronisasi, ternyata yang tidak masuk DTKS mencapai 40 juta orang. Pihaknya kemudian melakukan pembersihan (cleansing) data hingga tersisa 30 juta. "NIK-nya (nomor induk kependudukan, Red) nggak beres. Ada yang NIK-nya tidak ada, kosong," katanya.

Pria yang akrab disapa Ari itu sudah mengonfirmasi masalah tersebut kepada BPJS Kesehatan. Menurut informasi yang dia terima, data itu merupakan data jamkesmas yang dilebur dalam JKN menjadi PBI. "Jadi, bukan cleansing tidak selesai loh ya. Sudah cleansing," ungkapnya.

- Advertisement -

Kendati demikian, lanjut dia, tidak berarti peserta bukan penerima upah (PBPU) kelas III JKN yang kenaikan iurannya tengah dipersoalkan pasti orang miskin. Menurut dia, itulah yang nanti harus dicek ulang. Pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mendorong pemerintah daerah (pemda) melakukan pemutakhiran data. Sebab, kewenangan itu berada di pemda sepenuhnya.

Baca Juga:  Joe Biden Hentikan Proyek Tembok Pembatas AS-Meksiko Era Donald Trump

"Harus ketemu Kemendagri karena mereka yang punya aparat desa. Nanti prosesnya, daerah mengusulkan, lalu kita validasi lagi," tegasnya. Prosesnya tidak bisa cepat. Sebab, data yang dievaluasi cukup besar.

- Advertisement -

Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Persoalan data penerima bantuan iuran (PBI) program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kembali mencuat. Kementerian Sosial (Kemensos) mengungkap adanya permasalahan data terkait kelompok tersebut. Sebanyak 30 juta PBI ternyata tak masuk data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Padahal, DTKS adalah acuan jumlah orang miskin di Indonesia. Data itu juga menjadi acuan untuk penyaluran dana bantuan sosial (bansos).

Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara menjelaskan, data PBI tersebut merupakan warisan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Data itu dilimpahkan ke pihaknya untuk disinkronkan dengan DTKS tahun lalu. "Disepakati, waktu itu September, yang menerima PBI itu harus yang masuk DTKS," katanya di gedung DPR/MPR, Jakarta, kemarin (18/2).

Baca Juga:  Wali Kota Medan dan Bupati Indramayu Terjerat OTT

Mensos menyebutkan, saat dilakukan sinkronisasi, ternyata yang tidak masuk DTKS mencapai 40 juta orang. Pihaknya kemudian melakukan pembersihan (cleansing) data hingga tersisa 30 juta. "NIK-nya (nomor induk kependudukan, Red) nggak beres. Ada yang NIK-nya tidak ada, kosong," katanya.

Pria yang akrab disapa Ari itu sudah mengonfirmasi masalah tersebut kepada BPJS Kesehatan. Menurut informasi yang dia terima, data itu merupakan data jamkesmas yang dilebur dalam JKN menjadi PBI. "Jadi, bukan cleansing tidak selesai loh ya. Sudah cleansing," ungkapnya.

Kendati demikian, lanjut dia, tidak berarti peserta bukan penerima upah (PBPU) kelas III JKN yang kenaikan iurannya tengah dipersoalkan pasti orang miskin. Menurut dia, itulah yang nanti harus dicek ulang. Pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mendorong pemerintah daerah (pemda) melakukan pemutakhiran data. Sebab, kewenangan itu berada di pemda sepenuhnya.

Baca Juga:  Joe Biden Hentikan Proyek Tembok Pembatas AS-Meksiko Era Donald Trump

"Harus ketemu Kemendagri karena mereka yang punya aparat desa. Nanti prosesnya, daerah mengusulkan, lalu kita validasi lagi," tegasnya. Prosesnya tidak bisa cepat. Sebab, data yang dievaluasi cukup besar.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari