Minggu, 10 November 2024

ICW Kecam Pendampingan Hukum Jaksa Pinangki

- Advertisement -

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengecam pendampingan hukum yang diberikan oleh Kejaksaan Agung terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari. ICW menilai, penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan patut diduga tidak akan berjalan objektif, karena berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

“Pendampingan hukum terhadap Jaksa Pinangki diduga bertentangan dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Persatuan Jaksa Indonesia (PJI). Dalam ADART tersebut dituliskan bahwa tujuan PJI adalah meningkatkan integritas dan profesionalisme jaksa sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya sebagai penegak hukum,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (18/8).

- Advertisement -

Kurnia menyampaikan, tindakan Jaksa Pinangki yang bertemu dengan buronan Kejaksaan seharusnya dimaknai telah mencoreng Korps Adhyaksa. Sehingga mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung, Pinangki Sirna Malasari tidak layak mendapatkan pendampingan hukum.

“Pendampingan hukum itu dikhawatirkan akan digunakan untuk melindungi Jaksa Pinangki dari jerat hukum,” cetus Kurnia.

Kurnia memandang, pendampingan hukum tersebut akan menggambarkan bahwa perkara dugaan suap yang melibatkan Jaksa Pinangki diduga tidak akan berkembang atau terhenti hanya pada Jaksa tersebut. Padahal Kejaksaan mempunyai kewajiban hukum untuk menelusuri, apakah ada oknum petinggi di internal Kejaksaan Agung yang diduga mengetahui pertemuan antara Jaksa Pinangki dan Djoko Tjandra.

- Advertisement -
Baca Juga:  Menko Airlangga Beberkan Langkah Krusial Keluar dari Pandemi

“Sejak awal ICW sudah menaruh curiga bahwa Kejaksaan Agung akan memasang badan saat oknum di internal lembaganya tersangkut kasus hukum. Hal ini bisa dilihat saat Kejaksaan mengeluarkan pedoman pemeriksaan Jaksa beberapa waktu lalu, yang mana menyebutkan bahwa upaya hukum terhadap Jaksa mesti mendapatkan izin terlebih dahulu dari Jaksa Agung,” tegas Kurnia.

Oleh karena itu, ICW mengharapkan Kejaksaan Agung segera mencabut keputusan untuk memberikan pendampingan hukum terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Sebab, tindakan yang dilakukan oleh Jaksa Pinangki tidak terkait dengan tugas dan profesinya sebagai seorang Jaksa.

“Karena pertemuan yang bersangkutan (Pinangki Sirna Malasari) dilakukan tidak atas dasar persetujuan dari atasannya dan dilakukan dengan seorang buronan Kejaksaan,” tandasnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung akan memberikan pendampingan hukum terhadap Pinangki Sirna Malasari yang terjerat perkara dugaan suap. Pinangki diduga menerima hadiah atau janji berupa uang senilai USD 500 ribu atau setara Rp 7 miliar.

Baca Juga:  Ketua KPK: Pak Presiden Mohon Betul Supaya Suara itu Didengar

“Kepada yang bersangkutan tetap diberikan hak didampingi penasihat hukum yang ditunjuk oleh Persatuan Jaksa Indonesia,” ucap Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Hari Setyono, Senin (17/8).

Hari beralasan, pemberian pendampingan hukum karena Jaksa Pinangki masih berstatus pegawai Kejaksaan ketika ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, Pinangki juga merupakan anggota Persatuan Jaksa Indonesia, sehingga berhak mendapatkan pendampingan hukum.

“Jaksa PSM setelah ditetapkan sebagai tersangka masih sebagai pegawai Kejaksaan RI dan sebagai anggota Persatuan Jaksa Indonesia (PJI),” cetus Hari.

Untuk diketahui, Kejagung telah menetapkan mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung, Pinangki Sirna Malasari sebagai tersangka. Pinangki diduga menerima hadiah atau janji dalam skandal kasus pelarian terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra

Kejagung menduga, Pinangki menerima uang sebesar USD 500.000 atau setara Rp 7 miliar. Pinangki disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengecam pendampingan hukum yang diberikan oleh Kejaksaan Agung terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari. ICW menilai, penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan patut diduga tidak akan berjalan objektif, karena berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

“Pendampingan hukum terhadap Jaksa Pinangki diduga bertentangan dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Persatuan Jaksa Indonesia (PJI). Dalam ADART tersebut dituliskan bahwa tujuan PJI adalah meningkatkan integritas dan profesionalisme jaksa sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya sebagai penegak hukum,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (18/8).

- Advertisement -

Kurnia menyampaikan, tindakan Jaksa Pinangki yang bertemu dengan buronan Kejaksaan seharusnya dimaknai telah mencoreng Korps Adhyaksa. Sehingga mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung, Pinangki Sirna Malasari tidak layak mendapatkan pendampingan hukum.

“Pendampingan hukum itu dikhawatirkan akan digunakan untuk melindungi Jaksa Pinangki dari jerat hukum,” cetus Kurnia.

- Advertisement -

Kurnia memandang, pendampingan hukum tersebut akan menggambarkan bahwa perkara dugaan suap yang melibatkan Jaksa Pinangki diduga tidak akan berkembang atau terhenti hanya pada Jaksa tersebut. Padahal Kejaksaan mempunyai kewajiban hukum untuk menelusuri, apakah ada oknum petinggi di internal Kejaksaan Agung yang diduga mengetahui pertemuan antara Jaksa Pinangki dan Djoko Tjandra.

Baca Juga:  Kalahkan Achmad, Wan Muhammad Hasyim Pimpin IKA Unri

“Sejak awal ICW sudah menaruh curiga bahwa Kejaksaan Agung akan memasang badan saat oknum di internal lembaganya tersangkut kasus hukum. Hal ini bisa dilihat saat Kejaksaan mengeluarkan pedoman pemeriksaan Jaksa beberapa waktu lalu, yang mana menyebutkan bahwa upaya hukum terhadap Jaksa mesti mendapatkan izin terlebih dahulu dari Jaksa Agung,” tegas Kurnia.

Oleh karena itu, ICW mengharapkan Kejaksaan Agung segera mencabut keputusan untuk memberikan pendampingan hukum terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Sebab, tindakan yang dilakukan oleh Jaksa Pinangki tidak terkait dengan tugas dan profesinya sebagai seorang Jaksa.

“Karena pertemuan yang bersangkutan (Pinangki Sirna Malasari) dilakukan tidak atas dasar persetujuan dari atasannya dan dilakukan dengan seorang buronan Kejaksaan,” tandasnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung akan memberikan pendampingan hukum terhadap Pinangki Sirna Malasari yang terjerat perkara dugaan suap. Pinangki diduga menerima hadiah atau janji berupa uang senilai USD 500 ribu atau setara Rp 7 miliar.

Baca Juga:  KOMPAK TERSENDAT

“Kepada yang bersangkutan tetap diberikan hak didampingi penasihat hukum yang ditunjuk oleh Persatuan Jaksa Indonesia,” ucap Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Hari Setyono, Senin (17/8).

Hari beralasan, pemberian pendampingan hukum karena Jaksa Pinangki masih berstatus pegawai Kejaksaan ketika ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, Pinangki juga merupakan anggota Persatuan Jaksa Indonesia, sehingga berhak mendapatkan pendampingan hukum.

“Jaksa PSM setelah ditetapkan sebagai tersangka masih sebagai pegawai Kejaksaan RI dan sebagai anggota Persatuan Jaksa Indonesia (PJI),” cetus Hari.

Untuk diketahui, Kejagung telah menetapkan mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung, Pinangki Sirna Malasari sebagai tersangka. Pinangki diduga menerima hadiah atau janji dalam skandal kasus pelarian terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra

Kejagung menduga, Pinangki menerima uang sebesar USD 500.000 atau setara Rp 7 miliar. Pinangki disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari