PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani membebaskan pajak pungutan ekspor atas minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya untuk sementara. Kebijakan ini berlaku hingga 31 Agustus 2022. Setelah itu atau per 1 September 2022
Kementerian Keuangan menerapkan tarif pungutan ekspor yang sifatnya progresif.
Penghapusan pungutan ekspor kelapa sawit ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115 tahun 2022. PMK tersebut adalah perubahan atas PMK Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"PMK 115 ini memberikan perubahan tarif pajak ekspor terhadap seluruh produk tandan buah segar, kelapa sawit, tandan dan CPO dan palm oil dan use cooking oil dan crude palm oil,"ungkap Sri Mulyani dikutip dari CNN Indonesia, Ahad (17/7). "PMK ini menurunkan pajak pungutan ekspor jadi nol persen. Pajak ekspor diturunkan nol persen kepada seluruh produk yang berhubungan dengan CPO,"tambahnya.
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Riau mengapresiasi langkah pemerintah ini. Sekretaris Apkasindo Riau Djono Albar Burhan menyebutkan, penghapusan pungutan ekspor minyak sawit diprediksi akan mengangkat harga tanda buah segar (TBS) kelapa sawit ke angka Rp2.200 per kilogram (kg). Harga TBS hingga akhir pekan lalu di tingkat pabrik masih pada kisaran Rp1.200 per kg.
"Kalau hasil hitungan yang kami dapat dari DPP Apkasindo, biaya ekspor nol itu maksimal dapat meningkatkan harga TBS Rp1.000 per kg. Saat ini kan berada di kisaran Rp1.200 per kilogram, berarti maksimal nanti bisa mencapai Rp2.200 per kilogram,"kata Djono, Ahad (17/7).
Namun kenaikan harga ini tidak secara langsung. Apkasindo memperkirakan, kebijakan baru Kementerian Keuangan ini akan mulai efektif dalam waktu satu pekan ke depan terhadap perubahan harga TBS. Apkasindo pun akan melakukan pemantauan harga di seluruh kabupaten/Kota selama sepekan ke depan.
Apabila harga masih melempem, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Dinas Perkebunan Provinsi Riau. Apkasindo berharap kebijakan itu dapat cepat mengosongkan tangki penyimpanan minyak kelapa sawit di seluruh pabrik kelapa sawit (PKS) yang ada di Provinsi Riau. Dengan demikian, secara otomatis akan mempercepat penyerapan terhadap TBS kelapa sawit para petani.
Ditanya soal masih banyaknya item-item pungutan yang juga ikut menekan harga TBS seperti domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO), Djono tetap mengapresiasi pemerintah. Setidaknya, kata dia, pemerintah sudah mendengarkan aspirasi para petani kelapa sawit.
"Setidaknya pemerintah sudah mengambil langkah atas aspirasi kita dari para petani sawit. Keinginan kita di Apkasindo itu memang pungutan ekspor di nolkan, walaupun masih ada beberapa pungutan lain,"sebut Djono.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Riau Zulfadli melalui Kepala Bidang (Kabid) Pengolahan dan Pemasaran, Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Riau, Defris Hatmaja mengatakan, setelah adanya kebijakan penghapusan pajak ini pihaknya sebagai salah satu tim penetapan harga TBS di Riau akan menunggu data penjualan TBS dari beberapa perusahaan yang ada di Riau.
"Namun, kami rasa pekan ini dengan adanya PMK tersebut belum berpengaruh karena PMK itu kan baru keluar. Sedangkan untuk penetapan harga TBS itu berdasarkan akumulasi data penjualan TBS sepekan sebelumnya,"katanya, Ahad (17/7).
Defris menuturkan, adanya PMK tersebut baru bisa berdampak pada penjualan TBS pada pekan selanjutnya. Namun demikian, PMK tersebut tentunya menjadi angin segar karena sudah ada harapan harga TBS akan naik. "Paling tidak pekan depan baru akan nampak signifikan adanya pengaruh PMK tersebut. Mudah-mudahan dampaknya cukup signifikan,"harapnya.
Dijelaskan Defris, selama ini pajak ekspor cukup membebani para eksportir. Karena itu, dengan dibebaskannya pajak tersebut dapat mendongkrak harga TBS. "Mudah-mudahan jika nanti efeknya bagus, kebijakan tersebut dapat diperpanjang,"ujarnya.
Namun demikian, kelancaran ekspor CPO juga menjadi faktor penentu kenaikan harga TBS. Karena semenjak ekspor CPO dihentikan beberapa waktu lalu, pembeli CPO mengalihkan pembelian ke negara lain seperti Malaysia. "Untuk kembali membeli produk CPO Indonesia perlu proses lagi. Dan biasa para pembeli CPO itu melakukan pembelian secara kontrak,"sebutnya.
Kebijakan penghapusan pajak ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya ini sebagai tindak lanjut dari hasil Rapat Koordinasi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, beberapa waktu yang lalu.
Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi kelebihan suplai CPO di dalam negeri sehingga dapat mempercepat ekspor produk CPO dan turunannya. Dengan percepatan ekspor tersebut, juga diharapkan harga tandan buah segar di tingkat pekebun khususnya pekebun swadaya akan meningkat.
Pertimbangan lain dalam penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor yakni keberlanjutan dari pengembangan layanan dukungan pada program pembangunan industri sawit nasional. Khususnya perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit khususnya berupa pembangunan unit pengolahan hasil, penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel serta pemenuhan kebutuhan pangan melalui pendanaan penyediaan minyak goreng bagi masyarakat.
Penyesuaian terhadap skema tarif pungutan ekspor diharapkan memberikan efek keadilan dan kepatutan terhadap distribusi nilai tambah yang dihasilkan dari rantai industri kelapa sawit dalam negeri. Pungutan yang dipungut dari ekspor dikelola dan disalurkan kembali untuk fokus pembangunan industri kelapa sawit rakyat.
Ketersediaan dana dari pungutan ekspor dapat meningkatkan akses pekebun swadaya terhadap pendanaan untuk perbaikan produktivitas kebun dan mendekatkan usaha pada sektor yang memberikan nilai tambah lebih.
Diapresiasi Petani
Perubahan kebijakan ini juga merupakan momentum bagi BPDPKS untuk semakin meningkatkan layanannya dengan tetap menjaga akuntabilitas serta transparansi pengelolaan dan penyaluran dana perkebunan kelapa sawit.
"Semua pihak diharapkan untuk terus mendukung kebijakan pemerintah karena pemerintah menyadari bahwa semua kebijakan terkait kelapa sawit tujuan akhirnya yakni terciptanya sustainability kelapa sawit mengingat peranan kelapa sawit yang sangat penting dalam perekonomian nasional,"ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam rilis.
Kebijakan ini menjadi perhatian dan pembicaraan para petani di Kuansing. Rata-rata petani di Kuansing memberikan respons positif atas keputusan ini. "Tentu saja kita menyambut baik atas keputusan Menkeu itu. Karena ini menjadi harapan bagi kita petani sawit,"kata Karyono salah seorang petani sawit di Desa Pantai, Kecamatan Kuantan Mudik, Kuansing Ahad (17/7).
Karyono menjelaskan pajak ekspor CPO di Indonesia sebelumnya terbilang sangat tinggi, yakni menyentuh 48 persen. Dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang hanya 7 persen dan Thailand hanya 2 persen.
Penentuan harga sawit sampai ke petani, variabel pertama memang dari pajak ekspor, baru ditambah perkembangan harga jual di pasaran internasional dan beban-beban biaya lain.
Kalau harga bersih CPO Indonesia per kg menyentuh Rp17.000 sampai Rp18.000 maka harga TBS sawit sampai ke petani bisa di atas Rp3.000-an. Tapi bila hanya berkisar Rp10.000 CPO per kg sampai Rp11.000-an, harga sawit petani masih lumayan sekitar Rp2.000-an per kg.
"Tapi kalau harga bersih CPO per kg hanya Rp5.000, maka harga sawit petani di bawah Rp1.000 per kg. Itu yang terjadi di Kuansing dan umumnya sampai hari ini (kemain, red),"katanya.
Sampai Ahad (17/7), beber Karyono, harga sawit petani baru menyentuh Rp1.050 per kg. Ia berharap, pekan depan harga sawit petani di lapangan bisa jauh lebih baik dengan kebijakan penghapusan pajak ekspor ini.
"Karena beban petani itu banyak. Upah panen, pemeliharaan kebun, pupuk, transportasi dan lainnya . Jika dengan harga Rp1.000 per kg atau malah di bawah itu, petani bisa tak makan. Belum lagi kalau ada yang minjam bank,"ujarnya.
Ia sendiri hampir satu bulan menunda masa panen dikarenakan harga yang anjlok. "Kalau pekan ini harga terus membaik, baru panen kita,"sambung Karyono.
Sementara di Desa Pulau Kedundung, Kecamatan Kuantan Tengah, menurut salah satu petani yakni Edi, harganya baru menyentuh Rp1.030 per kg. Edi membeberkan sudah tiga pekan menunda panen akibat harga sawit yang hancur di tingkat petani.
Edi mengakui kalau dirinya sangat berharap ada peningkatan harga sawit petani dalam pekan ini. "Kalau dengan harga sekarang, tak bisa di bilang lagi. Menunda panen terlalu lama, buah busuk dan tak bisa dijual. Tetap panen per dua minggu, harga anjlok, tak cukup untuk kebutuhan,"papar pria asal Kari ini.
Di sisi lain, pemerintah pusat melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), memberikan kuota kepada Pemerintah Provinsi Riau pada tahun ini untuk program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) atau replanting seluas 11 ribu hektare (ha). Dana yang diberikan untuk program tersebut sebesar Rp330 miliar.
Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Riau Zulfadli mengatakan, dari besaran dana yang disediakan pemerintah pusat tersebut, untuk satu hektare lahan kelapa sawit mendapatkan dana sebesar Rp30 juta. "Tahun ini Riau mendapat bantuan program replanting sawit seluas 11.000 hektare. Di mana dengan anggaran replanting sebesar Rp30 juta per hektare,"katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, program replanting seluas 11 ribu hektare tersebut akan dilaksanakan di 10 kabupaten dan kota se-Riau. Luasan lahan kelapa sawit yang akan di-replanting tersebut merupakan usulan kabupaten/kota yang diteruskan ke pemerintah pusat.
"Untuk 10 kabupaten/kota yang mendapatkan di antaranya Pelalawan 3.000 hektare, Rohil 2.000 hektare, Kampar 1.500 hektare, Siak 1.000 hektare, Rohul 1.000 hektare, Kuansing 500 hektare, Inhil 500 hektare, Bengkalis 500 hektare, Inhu 500 hektare, dan Dumai 500 hektare,"paparnya.
Dijelaskan Zulfadli, pada awalnya pihaknya mengusulkan luasan program replanting sebanyak 14.831 hektare ke pemerintah pusat. Usulan ribuan hektare PSR tersebar di 10 kabupaten/kota tersebut.
Daerah yang paling luas mengusulkan replanting sawit tahun ini adalah Kabupaten Pelalawan seluas 5.366 hektare. Disusul Rokan Hilir seluas 2.238 hektare. Kemudian Kabupaten Kampar seluas 1.630 hektare, Siak seluas 1.134 hektare, Rokan Hulu seluas 1.073 hektare, Bengkalis seluas 1.000 hektare, Indragiri Hilir seluas 1.000 hektare, Indragiri Hulu seluas 600 hektare, Dumai seluas 520 hektare, Kuantan Singingi seluas 299 hektare.
"Usulannya memang 14.831 hektare, namun yang ditetapkan tahun ini Riau mendapat program PSR seluas 11.000 hektare,"ujarnya.(end/sol/egp/dac/das)
Laporan TIM RIAU POS, Pekanbaru dan Telukkuantan