JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pemerintah kini memperkuat pengawasan terhadap program makan bergizi gratis (MBG) dengan melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara lebih aktif. Langkah ini diambil setelah BPOM menemukan 17 kasus keracunan makanan di 10 provinsi, dengan penyebab yang bervariasi.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, mengungkapkan bahwa beberapa kasus disebabkan oleh makanan yang dimasak terlalu cepat dan didistribusikan dengan lambat. Selain itu, hasil inspeksi di beberapa satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) menunjukkan masih adanya dapur yang tidak memenuhi standar.
Taruna juga menyoroti belum optimalnya penerapan cara produksi pangan olahan yang baik (CPPOB). Ia menegaskan komitmen BPOM untuk mempererat kerja sama dengan Badan Gizi Nasional (BGN) guna mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.
Sejak program MBG diluncurkan, sejumlah kasus keracunan terus bermunculan, meskipun Presiden Prabowo Subianto menyebut jumlahnya hanya sebagian kecil dari total penerima manfaat. Salah satu insiden terbaru terjadi di Bogor pada 8 Mei lalu dan melibatkan 214 siswa. Kasus serupa juga ditemukan di daerah lain seperti Bandung, Tasikmalaya, Bombana, Sumba Timur, dan Sukoharjo.
Walaupun menghadapi berbagai tantangan, pemerintah tetap melanjutkan percepatan pelaksanaan MBG. Saat ini, regulasi dalam bentuk peraturan presiden sedang disiapkan, dengan target penerima manfaat mencapai 82,9 juta orang pada tahun ini.
Sebagai langkah preventif, BPOM juga memberikan pelatihan kepada para Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) yang memimpin SPPG di daerah. Sementara itu, anggota Komisi IX DPR, Edy Wuryanto, meminta perhatian serius terhadap kasus keracunan yang terjadi di 10 provinsi tersebut.
Menurut Edy, sistem keamanan pangan belum berjalan maksimal. Ia juga mengkritisi kerja sama antara BPOM dan BGN, mengingat pengawasan pangan olahan siap saji seharusnya menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan, BPOM, serta pemerintah daerah, sesuai dengan Pasal 47 PP 8/2019 tentang keamanan pangan.
Edy menegaskan bahwa BPOM memiliki kewenangan penuh untuk mengawasi proses produksi, penyimpanan, distribusi, hingga perdagangan pangan, termasuk di seluruh SPPG. Ia juga mempertanyakan mengapa pengawasan terhadap SPPG tidak seketat pengawasan terhadap UMKM. Menurutnya, pencegahan jauh lebih efektif daripada hanya memberikan asuransi kepada penerima MBG.