Sabtu, 26 Juli 2025

Edhy Prabowo Hanya Divonis 5 Tahun Penjara

JAKARTA (RIAUPOS.CO) โ€“ Sidang perkara suap ekspor benih lobster (benur) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) 2020 memasuki babak akhir, kemarin (15/7). Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Politikus Partai Gerindra itu terbukti bersama bawahannya menerima suap senilai 77 ribu dolar AS (Rp1,1 miliar) dan Rp24,6 miliar dari pengusaha ekspor lobster.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pangadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tersebut juga menjatuhi hukuman tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp9,6 miliar dan 77 ribu dolar AS subsider 2 tahun penjara. Suami Iis Rosita Dewi itu juga divonis hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 3 tahun yang dijalani setelah masa pidana pokok selesai.

Baca Juga:  Diserang, Wiranto Sampai Tersungkur ke Tanah

Dalam putusan yang dibacakan hakim ketua Albertus Usada itu menyebut bahwa Edhy terbukti melanggar pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat 1 KUHP. Secara umum, putusan itu nyaris sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Yang menarik, dalam putusan yang dibacakan selama kurang lebih 3 jam secara dalam jaringan (daring) itu salah satu hakim anggota Suparman Nyompa sempat menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Suparman menyebut bahwa Edhy terbukti melanggar pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.

Suparman berpendapat bahwa Edhy tidak mengarahkan bawahannya meminta atau menerima sejumlah uang dari eksportir benur. Edhy, kata dia, hanya menekankan agar setiap permohonan budidaya dan eskpor benur yang masuk ke KKP tidak boleh dipersulit. Meski begitu, Suparman menyebut Edhy tetap harus bertanggungjawab atas perbuatan bawahannya yang mengurus uang dari sejumlah eksportir benur. Khususnya dari Suharjito, bos PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP).

Baca Juga:  Kemenlu RI Sampaikan Belasungkawa Atas Meninggalnya Shinzo Abe

"Walau tidak tahu uang dari Suharjito dan pengusaha (ekspor benur) lain tapi terdakwa (Edhy Prabowo) tidak pernah mengurus uang yang dipegang Amiril (bawahan Edhy) hanya tahu ada uang atau tidak, maka terdakwa harus tetap bertanggung jawab sehingga dakwaan kedua tetap terpenuhi," kata Suparman.

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) โ€“ Sidang perkara suap ekspor benih lobster (benur) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) 2020 memasuki babak akhir, kemarin (15/7). Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Politikus Partai Gerindra itu terbukti bersama bawahannya menerima suap senilai 77 ribu dolar AS (Rp1,1 miliar) dan Rp24,6 miliar dari pengusaha ekspor lobster.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pangadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tersebut juga menjatuhi hukuman tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp9,6 miliar dan 77 ribu dolar AS subsider 2 tahun penjara. Suami Iis Rosita Dewi itu juga divonis hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 3 tahun yang dijalani setelah masa pidana pokok selesai.

Baca Juga:  Kapolres dan Bhayangkari Berbagi dengan Kaum Duafa

Dalam putusan yang dibacakan hakim ketua Albertus Usada itu menyebut bahwa Edhy terbukti melanggar pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat 1 KUHP. Secara umum, putusan itu nyaris sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Yang menarik, dalam putusan yang dibacakan selama kurang lebih 3 jam secara dalam jaringan (daring) itu salah satu hakim anggota Suparman Nyompa sempat menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Suparman menyebut bahwa Edhy terbukti melanggar pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.

- Advertisement -

Suparman berpendapat bahwa Edhy tidak mengarahkan bawahannya meminta atau menerima sejumlah uang dari eksportir benur. Edhy, kata dia, hanya menekankan agar setiap permohonan budidaya dan eskpor benur yang masuk ke KKP tidak boleh dipersulit. Meski begitu, Suparman menyebut Edhy tetap harus bertanggungjawab atas perbuatan bawahannya yang mengurus uang dari sejumlah eksportir benur. Khususnya dari Suharjito, bos PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP).

Baca Juga:  Meski 15 Ribu Lebih Terjangkit, Iran Ogah Lockdown

"Walau tidak tahu uang dari Suharjito dan pengusaha (ekspor benur) lain tapi terdakwa (Edhy Prabowo) tidak pernah mengurus uang yang dipegang Amiril (bawahan Edhy) hanya tahu ada uang atau tidak, maka terdakwa harus tetap bertanggung jawab sehingga dakwaan kedua tetap terpenuhi," kata Suparman.

- Advertisement -

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos
spot_img

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

JAKARTA (RIAUPOS.CO) โ€“ Sidang perkara suap ekspor benih lobster (benur) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) 2020 memasuki babak akhir, kemarin (15/7). Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Politikus Partai Gerindra itu terbukti bersama bawahannya menerima suap senilai 77 ribu dolar AS (Rp1,1 miliar) dan Rp24,6 miliar dari pengusaha ekspor lobster.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pangadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tersebut juga menjatuhi hukuman tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp9,6 miliar dan 77 ribu dolar AS subsider 2 tahun penjara. Suami Iis Rosita Dewi itu juga divonis hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 3 tahun yang dijalani setelah masa pidana pokok selesai.

Baca Juga:  KPK Geledah Kediaman Dirjen Linjamsos Kemensos

Dalam putusan yang dibacakan hakim ketua Albertus Usada itu menyebut bahwa Edhy terbukti melanggar pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat 1 KUHP. Secara umum, putusan itu nyaris sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Yang menarik, dalam putusan yang dibacakan selama kurang lebih 3 jam secara dalam jaringan (daring) itu salah satu hakim anggota Suparman Nyompa sempat menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Suparman menyebut bahwa Edhy terbukti melanggar pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.

Suparman berpendapat bahwa Edhy tidak mengarahkan bawahannya meminta atau menerima sejumlah uang dari eksportir benur. Edhy, kata dia, hanya menekankan agar setiap permohonan budidaya dan eskpor benur yang masuk ke KKP tidak boleh dipersulit. Meski begitu, Suparman menyebut Edhy tetap harus bertanggungjawab atas perbuatan bawahannya yang mengurus uang dari sejumlah eksportir benur. Khususnya dari Suharjito, bos PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP).

Baca Juga:  Diserang, Wiranto Sampai Tersungkur ke Tanah

"Walau tidak tahu uang dari Suharjito dan pengusaha (ekspor benur) lain tapi terdakwa (Edhy Prabowo) tidak pernah mengurus uang yang dipegang Amiril (bawahan Edhy) hanya tahu ada uang atau tidak, maka terdakwa harus tetap bertanggung jawab sehingga dakwaan kedua tetap terpenuhi," kata Suparman.

 

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari