Jumat, 22 November 2024

Di Antara Komunikasi dengan Orang Lain dan Diri Sendiri

- Advertisement -

DALAM teori ilmu komunikasi, sering sekali kita mendengar istilah komunikasi interpersonal dan komunikasi intrapersonal. Walaupun kata interpersonal dan intrapersonal dalam penyebutannya agak mirip, tapi ini adalah dua hal yg sangat berbeda.

Tingginya tuntutan dan persaingan dalam kehidupan, telah menyebabkan orang-orang pada umumnya disibukan dengan urusan komunikasi interpersonal, komunikasi yang dilakukan kepada pihak lain untuk mendapatkan umpan balik, baik secara langsung (face to face) maupun dengan media.

- Advertisement -

Komunikasi ini dilakukan secara maya atau faktual (Burgon & Huffner, 2002). Contoh secara maya, misalnya komunikasi melalui internet. Berkembangnya komunikasi maya ini karena perkembangan teknologi media komunikasi, lebih-lebih lagi perkembangan media untuk bersosial atau sosial media, mulai dari Fb, WA, Instagram, Twiter, entah apalah nama media lainnya, sangking hebatnya perkembangan komunikasi interpersonal, kadang orang terlena menghabiskan waktunya hanya karena sibuk dengan media sosial tersebut sehingga terabaikan beberapa tugas dan tanggung jawab yang lainnya, kadang komunikasi interpersonal telah membuat orang terlena dan melupakan dirinya.  

Sedangkan komunikasi Intrapersonal, adalah komunikasi dengan diri sendiri, menurut para pakar komunikasi islam, komunikasi komunikasi diri pribadi (intrapersonal) adalah akar dari komunikasi Islam atau komunikasi fitrah, mempertanyakan tentang diri, untuk apa aku diciptakan, siapakah tuhanku, untuk apa gunanya semua anggota tubuh yang ada pada diriku…? dan berbagai pertanyaan yang menyangkut diri sendiri.

Berbagai pertanyaan terhadap diri sendiri inilah, yang seharusnya mampu dijawab oleh yang setiap individu, sangat sesuai dengan firman Allah SWT “Wafii anfusikum afalaa tubshiruun” “dan pada dirimu sendiri, apakah kamu tidak memperhatikan? QS. Adz Dzaariyaat [51]: 21 banyak lagi firman Allah SWT, yang berkaitan dengan pentingnya setiap manusia mengenal dirinya, berkomunikasi dengan dirinya, untuk mencari jawaban setiap pertanyaan mengenai apa yang ia pikirkan, yang ia lihat, yang ia dengar, yang ia rasakan tentang dirinya. Sebuah kalam hikmah, ada yang menyebut ini adalah hadis Nabi SAW, "Man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu" siapa yang mengenal dirinya, sungguh ia mengenal tuhannya.”

- Advertisement -

Komunikasi diri pribadi (interpersonal) dalam prakteknya pada saat ini, sangat berbeda dengan komunikasi antarpribadi, sibuknya manusia, dengan aktivitas komunikasi dengan orang lain, di berbagai tempat dan keadaan, baik melalui komunikasi faktual atau komunikasi maya menyebabkan sebahagian besar tidak sempat berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Mungkin saja, pikiran dan hatinya secara fitrah berkomunikasi mengenai dirinya, tapi karena kesibukan dan kepentingan kehendak kehidupan materi, jabatan, status, dll, komunikasi hati dan pikirannya terhadap diri sendiri sering tidak diperhatikan alias dicuekkan, dibiarkan berlalu, sehingga bisa membuat hati menjadi mati. Seseorang yang hatinya mati, tidak memperdulikan baik atau buruk tindakan yang ia lakukan, yang penting baginya adalah tercapainya keinginan nafsu dan kepentingannya.  Na’udzubillah.

Baca Juga:  Situasi di Karantina, WNI Tak Ada Gejala Virus Corona, Nafsu Makannya Baik

Sebenarnya di antara komunikasi antar pribadi, kita juga harus mampu berkomunikasi diri pribadi, keduanya harusnya seimbang. Dalam kehidupan sehari-hari misalnya, dalam 24 jam, kita beraktivitas, bekerja, berinteraksi, tapi kita juga harus memperhatikan interaksi kita, mempertanyakan apakah baik atau buruk setiap yang dilakukan diri pribadi..? kemampuan komunikasi diri sendiri adalah kemampuan mengevaluasi diri, dalam bahasa sehari sering diistilahkan “muhasabah”. Perlunya setiap diri, memahami setiap tindakan yang dilakukannya, karena senantiasa melibatkan bagian tubuh berupa lidah, mata, telinga, tangan, perut, kemaluan dan kaki, bahkan lebih jauh dari itu, fikiran dan perasaan pun tidak pernah lepas dari setiap perbuatan.

Puasa mengajarkan kita untuk lebih banyak sadar pada kemampuan komunikasi diri pribadi (intrapersonal), puasa menahan diri bukan hanya tidak makan dan minum, tapi juga menahan semua anggota badan kita untuk tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan pencipta kehidupan yaitu Allah SWT. Makanya di bulan Ramadan kita juga diperintahkan tarawih, bersedeqah, mengeluarkan zakat fitrah berbagi kepada sesama, beriktikaf di sepuluh terakhir. Ini semua untuk mengasah ketajaman kemampuan komunikasi diri pribadi (intrapersonal) agar lebih baik.

Puasa dan amalan dibulan Ramadan adalah sarana pendidikan (tarbiyah) ruhani dan jasmani paling baik untuk diri pribadi, untuk melatih diri menghidupkan kemampuan diripribadi (intrapersonal) diantara :  

1. Menahan mata untuk tidak melihat dengan syahwat, tidak melihat aib, tidak memandang rendah atau remeh pada orang lain.

2. Menahan mulut untuk tidak berdusta (hoak), tidak mengghibah, tidak mengumpat, mencaci, tidak marah, tidak menceritakan aib orang lain, tidak dianjurkan untuk banyak berzikir, membaca Alquran dan hanya berkata yang baik-baik.

Baca Juga:  Pasien Covid-19 Bisa Alami Efek Jangka Panjang

3. Menahan telinga untuk tidak mendengar aib, ghibah, fitnah, dan hoak.

4. Menahan tangan untuk tidak salah menunjuk, menggapai, memegang, menulis, mengetik di handphone ketika chating, bahkan mencoblos ketika pemilu. Pokoknya menahan tangan untuk tidak berbuat salah.

5. Menahan perut untuk tidak diisi dengan makanan yg haram, subhat dan makruh.

6. Menahan kemaluan bukan hanya tidak berzina, tapi juga menahan agar senantiasa suci dari najis ketika istinja’.

7. Menahan kaki untuk tidak salah melangkah, tidak ke tempat maksiat, bahkan disaat wabah covid ini, menahan kaki untuk tidak hadir ke tempat di keramaian.

Bukankah, Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa salam, telah bersabda "kam min shoimin laisa lahu min shiyamihi illal ‘atos wal ju’", berapa banyak orang yang berpuasa tapi mereka tidak mendapatkan apa-apa selain haus dan lapar saja. Jika seperti ini yang kita alami maka kita tidak mengasah diri kita, puasa hanya sekadar lapar dan haus, menghabis waktu sebulan penuh selama Ramadan tapi hanya sia-sia saja. Karena tidak mampu menahan anggota badannya dari melakukan hal-hal yang dilarang di dalam Islam.

Komunikasi diri pribadi (intrapersonal) sangat penting bagi eksistensi seorang manusia, terutama dalam menghadapi persoalan-persaoalan hidup serta meningkatkan diri sebagai manusia yang berkualitas. Dengan sering berkomunikasi dengan diri sendiri, akan melahirkan kesadaran, pribadi dan lingkungnnya. Lebih dari itu, dengan mengenal diri sendiri maka dia akan mengenal siapa yang menciptakan dirinya.

Maka jika seseorang mampu melakukan komunikasi dengan diri sendiri secara intensif, bahkan diberikan waktu khusus setiap harinya, seperti dalam sholat memahami kalimat doa dalam surat alfatihah "Ihdinashirotol mustaqim" tunjukan kami jalan yang lurus” (Q.S 1: 6) apalagi ketika berpuasa Ramadhan ini memiliki waktu yang lebih banyak memaknai permohonan tersebut. Meminta jalan yang lurus bermakna, meminta untuk senantiasa tidak melakukan kesalahan dalam hal ini adalah maksiat, tentulah benar-benar akan terwujud seorang yang bersih secara zahir dan batin. In syah Allah.**

 

DALAM teori ilmu komunikasi, sering sekali kita mendengar istilah komunikasi interpersonal dan komunikasi intrapersonal. Walaupun kata interpersonal dan intrapersonal dalam penyebutannya agak mirip, tapi ini adalah dua hal yg sangat berbeda.

Tingginya tuntutan dan persaingan dalam kehidupan, telah menyebabkan orang-orang pada umumnya disibukan dengan urusan komunikasi interpersonal, komunikasi yang dilakukan kepada pihak lain untuk mendapatkan umpan balik, baik secara langsung (face to face) maupun dengan media.

- Advertisement -

Komunikasi ini dilakukan secara maya atau faktual (Burgon & Huffner, 2002). Contoh secara maya, misalnya komunikasi melalui internet. Berkembangnya komunikasi maya ini karena perkembangan teknologi media komunikasi, lebih-lebih lagi perkembangan media untuk bersosial atau sosial media, mulai dari Fb, WA, Instagram, Twiter, entah apalah nama media lainnya, sangking hebatnya perkembangan komunikasi interpersonal, kadang orang terlena menghabiskan waktunya hanya karena sibuk dengan media sosial tersebut sehingga terabaikan beberapa tugas dan tanggung jawab yang lainnya, kadang komunikasi interpersonal telah membuat orang terlena dan melupakan dirinya.  

Sedangkan komunikasi Intrapersonal, adalah komunikasi dengan diri sendiri, menurut para pakar komunikasi islam, komunikasi komunikasi diri pribadi (intrapersonal) adalah akar dari komunikasi Islam atau komunikasi fitrah, mempertanyakan tentang diri, untuk apa aku diciptakan, siapakah tuhanku, untuk apa gunanya semua anggota tubuh yang ada pada diriku…? dan berbagai pertanyaan yang menyangkut diri sendiri.

- Advertisement -

Berbagai pertanyaan terhadap diri sendiri inilah, yang seharusnya mampu dijawab oleh yang setiap individu, sangat sesuai dengan firman Allah SWT “Wafii anfusikum afalaa tubshiruun” “dan pada dirimu sendiri, apakah kamu tidak memperhatikan? QS. Adz Dzaariyaat [51]: 21 banyak lagi firman Allah SWT, yang berkaitan dengan pentingnya setiap manusia mengenal dirinya, berkomunikasi dengan dirinya, untuk mencari jawaban setiap pertanyaan mengenai apa yang ia pikirkan, yang ia lihat, yang ia dengar, yang ia rasakan tentang dirinya. Sebuah kalam hikmah, ada yang menyebut ini adalah hadis Nabi SAW, "Man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu" siapa yang mengenal dirinya, sungguh ia mengenal tuhannya.”

Komunikasi diri pribadi (interpersonal) dalam prakteknya pada saat ini, sangat berbeda dengan komunikasi antarpribadi, sibuknya manusia, dengan aktivitas komunikasi dengan orang lain, di berbagai tempat dan keadaan, baik melalui komunikasi faktual atau komunikasi maya menyebabkan sebahagian besar tidak sempat berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Mungkin saja, pikiran dan hatinya secara fitrah berkomunikasi mengenai dirinya, tapi karena kesibukan dan kepentingan kehendak kehidupan materi, jabatan, status, dll, komunikasi hati dan pikirannya terhadap diri sendiri sering tidak diperhatikan alias dicuekkan, dibiarkan berlalu, sehingga bisa membuat hati menjadi mati. Seseorang yang hatinya mati, tidak memperdulikan baik atau buruk tindakan yang ia lakukan, yang penting baginya adalah tercapainya keinginan nafsu dan kepentingannya.  Na’udzubillah.

Baca Juga:  Korban Kecelakaan Jalan Rusak Boleh Menuntut

Sebenarnya di antara komunikasi antar pribadi, kita juga harus mampu berkomunikasi diri pribadi, keduanya harusnya seimbang. Dalam kehidupan sehari-hari misalnya, dalam 24 jam, kita beraktivitas, bekerja, berinteraksi, tapi kita juga harus memperhatikan interaksi kita, mempertanyakan apakah baik atau buruk setiap yang dilakukan diri pribadi..? kemampuan komunikasi diri sendiri adalah kemampuan mengevaluasi diri, dalam bahasa sehari sering diistilahkan “muhasabah”. Perlunya setiap diri, memahami setiap tindakan yang dilakukannya, karena senantiasa melibatkan bagian tubuh berupa lidah, mata, telinga, tangan, perut, kemaluan dan kaki, bahkan lebih jauh dari itu, fikiran dan perasaan pun tidak pernah lepas dari setiap perbuatan.

Puasa mengajarkan kita untuk lebih banyak sadar pada kemampuan komunikasi diri pribadi (intrapersonal), puasa menahan diri bukan hanya tidak makan dan minum, tapi juga menahan semua anggota badan kita untuk tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan pencipta kehidupan yaitu Allah SWT. Makanya di bulan Ramadan kita juga diperintahkan tarawih, bersedeqah, mengeluarkan zakat fitrah berbagi kepada sesama, beriktikaf di sepuluh terakhir. Ini semua untuk mengasah ketajaman kemampuan komunikasi diri pribadi (intrapersonal) agar lebih baik.

Puasa dan amalan dibulan Ramadan adalah sarana pendidikan (tarbiyah) ruhani dan jasmani paling baik untuk diri pribadi, untuk melatih diri menghidupkan kemampuan diripribadi (intrapersonal) diantara :  

1. Menahan mata untuk tidak melihat dengan syahwat, tidak melihat aib, tidak memandang rendah atau remeh pada orang lain.

2. Menahan mulut untuk tidak berdusta (hoak), tidak mengghibah, tidak mengumpat, mencaci, tidak marah, tidak menceritakan aib orang lain, tidak dianjurkan untuk banyak berzikir, membaca Alquran dan hanya berkata yang baik-baik.

Baca Juga:  Kembangkan Produksi Daerah

3. Menahan telinga untuk tidak mendengar aib, ghibah, fitnah, dan hoak.

4. Menahan tangan untuk tidak salah menunjuk, menggapai, memegang, menulis, mengetik di handphone ketika chating, bahkan mencoblos ketika pemilu. Pokoknya menahan tangan untuk tidak berbuat salah.

5. Menahan perut untuk tidak diisi dengan makanan yg haram, subhat dan makruh.

6. Menahan kemaluan bukan hanya tidak berzina, tapi juga menahan agar senantiasa suci dari najis ketika istinja’.

7. Menahan kaki untuk tidak salah melangkah, tidak ke tempat maksiat, bahkan disaat wabah covid ini, menahan kaki untuk tidak hadir ke tempat di keramaian.

Bukankah, Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa salam, telah bersabda "kam min shoimin laisa lahu min shiyamihi illal ‘atos wal ju’", berapa banyak orang yang berpuasa tapi mereka tidak mendapatkan apa-apa selain haus dan lapar saja. Jika seperti ini yang kita alami maka kita tidak mengasah diri kita, puasa hanya sekadar lapar dan haus, menghabis waktu sebulan penuh selama Ramadan tapi hanya sia-sia saja. Karena tidak mampu menahan anggota badannya dari melakukan hal-hal yang dilarang di dalam Islam.

Komunikasi diri pribadi (intrapersonal) sangat penting bagi eksistensi seorang manusia, terutama dalam menghadapi persoalan-persaoalan hidup serta meningkatkan diri sebagai manusia yang berkualitas. Dengan sering berkomunikasi dengan diri sendiri, akan melahirkan kesadaran, pribadi dan lingkungnnya. Lebih dari itu, dengan mengenal diri sendiri maka dia akan mengenal siapa yang menciptakan dirinya.

Maka jika seseorang mampu melakukan komunikasi dengan diri sendiri secara intensif, bahkan diberikan waktu khusus setiap harinya, seperti dalam sholat memahami kalimat doa dalam surat alfatihah "Ihdinashirotol mustaqim" tunjukan kami jalan yang lurus” (Q.S 1: 6) apalagi ketika berpuasa Ramadhan ini memiliki waktu yang lebih banyak memaknai permohonan tersebut. Meminta jalan yang lurus bermakna, meminta untuk senantiasa tidak melakukan kesalahan dalam hal ini adalah maksiat, tentulah benar-benar akan terwujud seorang yang bersih secara zahir dan batin. In syah Allah.**

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari