JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Penyebab hepatitis akut misterius masih terus diteliti. Epidemiolog dan peneliti dari Universitas Griffith Dicky Budiman memiliki hipotesis bahwa penyakit itu merupakan dampak Covid-19.
’’Hipotesis saya sejak awal, ini bagian dari pandemi Covid-19. Ini bentuk long Covid,” katanya kemarin (14/5).
Dia menyatakan, Israel sudah melakukan penelitian terhadap anak-anak yang terdeteksi hepatitis akut. Hasilnya, 90 persen anak yang menderita penyakit itu pernah terpapar Covid-19.
Menurut Dicky, hipotesisnya diperkuat dengan fakta bahwa hepatitis akut diderita anak yang berusia di bawah 5 tahun. Anak-anak tersebut belum mendapat vaksin Covid-19. ’’Kasus pada orang dewasa belum ditemukan,” tuturnya.
Untuk adenovirus yang diduga sebagai biang pun, tidak semuanya ditemukan pada penderita hepatitis akut. ’’Pada biopsi hepar (hati) pun jarang ditemukan virus ini,” katanya.
Lalu, pada mereka yang ditemukan adenovirus, Dicky juga memiliki pendapat bahwa hal itu akibat Covid-19. Virus tersebut mengakibatkan penyakit ringan seperti diare. Dia menjelaskan, Covid-19 dapat menurunkan kemampuan sel T untuk pertahanan tubuh. Hal itu yang menyebabkan adenovirus memicu hepatitis akut.
Lalu, negara-negara yang terdapat hepatitis akut, menurut Dicky, memiliki riwayat permasalahan dengan penanganan pandemi Covid-19. Selain itu, ada masalah terkait kesehatan anak seperti soal gizi. ’’Hipotesis ini memang masih perlu dibuktikan lagi,” imbuhnya.
Dicky menegaskan bahwa kecil kemungkinan hepatitis tersebut menjadi pandemi. ’’Pandemi itu biasanya disebabkan patogen baru,” terangnya.
Karena penelitian terus berlanjut, langkah terpenting adalah melakukan pencegahan. Warga yang terpapar Covid-19 diminta berkonsultasi ke dokter jika terdapat gejala lain setelah sembuh. Sebab, mereka dikhawatirkan terkena long Covid-19. Langkah lain adalah menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Dia mengapresiasi respons pemerintah dalam penanganan hepatitis akut. Menurut dia, pemerintah telah belajar dari penanganan pandemi Covid-19. Misalnya, dari sisi komunikasi dan kewaspadaan. Satu kematian sudah merupakan tanda ada keparahan kasus. Pemerintah daerah juga perlu bergerak cepat untuk mencegah kasus meluas. ’’Kabupaten/kota dibantu oleh pemerintah provinsi,” ujar Dicky.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan terus berkoordinasi dengan lembaga-lembaga kesehatan di berbagai negara dalam penanganan hepatitis akut.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menyatakan, Kemenkes juga berkoordinasi dengan jajaran dinas kesehatan provinsi, kota, dan kabupaten sejak April. ’’Kami sosialisasikan langkah penanggulangan penyakit ini dan menerbitkan surat edaran tentang kewaspadaan terhadap temuan hepatitis akut,” ujarnya.
Deteksi dini pun diperkuat untuk melakukan penyelidikan epidemiologi sekaligus menganalisis patogen pada si sakit. ’’RSPI Sulianti Saroso ditunjuk sebagai salah satu RS rujukan hepatitis akut,” ungkapnya. (lyn/c7/oni)