Kamis, 19 September 2024

Jadi Tersangka, Kepala BPKAD Kuansing Merasa Dikriminalisasi

TELUKKUANTAN (RIAUPOS.CO)- Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kuansing berinisial HA merasa telah terjadi kriminalisasi dan penzoliman terhadap dirinya. Hal itu setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing menetapkan dirinya sebagai tersangka pada 10 Maret 2021 dengan kasus SPPD fiktif tahun 2019.

Menurut HA kepada wartawan, Senin (15/3/2021), telah terjadi semacam dugaan konspirasi oknum kejaksaan dan oknum pejabat Pemkab Kuansing terhadap kasus tersebut.

"Banyak hal yang aneh terjadi dalam proses ini. Saya akan ungkap semuanya dan akan saya beberkan bukti-bukti berbagai pihak terkait dugaan intervensi terhadap berbagai kasus yang ada. Supaya ini menjadi atensi Bapak Kejati dan Kejagung," kata HA.

HA menjelaskan, dirinya mendapat informasi dari salah seorang pejabat Pemda yang menyatakan bahwa pegawai BPKAD akan diselamatkan kecuali kepala BPKAD.

- Advertisement -
Baca Juga:  Jakarta dan Jabar Penyumbang Terbanyak Pasien Positif Corona

"Makanya, supaya kasus ini terang-benderang, saya akan beberkan semuanya. Kami bermohon kasus ini menjadi atensi Bapak Kajati dan Kajagung. Karena ada dugaan upaya-upaya kriminalisasi dan penzoliman terhadap kami di BPKAD Kuansing," tambah HA.

Dugaan konspirasi lainya dari oknum kejaksaan dan oknum pejabat Pemkab Kuansing terhadap kasus ini, lanjut HA, adalah ketika stafnya mengeluhkan kasus ini kepada Bupati Kuansing dan selanjutnya bupati mengintruksikan kepada bagian Setda Kuansing untuk menyelesaikan kasus itu.

- Advertisement -

"Setelah pertemuan itu, beberapa kesepakatan, kata pejabat Pemkab itu, bahwa tidak ada lagi pemanggilan kepada staf dan meminta kami membuat rekapitulasi apa-apa yang dianggap keliru terutama uang transportasi yang dibayarkan sebesar 75 persen dan diminta itu dikembalikan. Ternyata dijadikan barang bukti dan terkesan penyitaaan. Padahal kami mengumpulkan uang itu dari pinjam-meminjam ke keluarga," terang HA.

Baca Juga:  Kasus Narkotika Nomor Satu di Kejari Kampar

HA juga mempertanyakan kepada Sekda Kuansing terkait janji akan menghentikan kasus tersebut jika uang tersebut dikembalikan. 

"Di mana letak hati nurani Anda sebagai pimpinan melihat anak buah Anda teraniaya? Mereka bekerja demi daerah. Dan apa yang kami lakukan ini sesuai Peraturan Bupati Nomor 59/2018 tentang Perjalanan Dinas. Seandainya kami salah berarti Perbupnya yang keliru. Berarti ini juga berlaku untuk seluruh dinas dan badan di Kuansing, bahkan seluruh Riau," kata HA mengakhiri.

Hingga berita ini diturunkan, Riaupos.co yang berusaha mengkonfirmasi Kejari Kuansing dan Sekda Kuansing lewat telepon seluler mereka, masih belum mendapatkan jawaban. 

Laporan: Mardias Chan (Telukkuantan)
Editor: Hary B Koriun

TELUKKUANTAN (RIAUPOS.CO)- Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kuansing berinisial HA merasa telah terjadi kriminalisasi dan penzoliman terhadap dirinya. Hal itu setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing menetapkan dirinya sebagai tersangka pada 10 Maret 2021 dengan kasus SPPD fiktif tahun 2019.

Menurut HA kepada wartawan, Senin (15/3/2021), telah terjadi semacam dugaan konspirasi oknum kejaksaan dan oknum pejabat Pemkab Kuansing terhadap kasus tersebut.

"Banyak hal yang aneh terjadi dalam proses ini. Saya akan ungkap semuanya dan akan saya beberkan bukti-bukti berbagai pihak terkait dugaan intervensi terhadap berbagai kasus yang ada. Supaya ini menjadi atensi Bapak Kejati dan Kejagung," kata HA.

HA menjelaskan, dirinya mendapat informasi dari salah seorang pejabat Pemda yang menyatakan bahwa pegawai BPKAD akan diselamatkan kecuali kepala BPKAD.

Baca Juga:  Belum Ditemukan Klaster Covid-19 dari Sekolah

"Makanya, supaya kasus ini terang-benderang, saya akan beberkan semuanya. Kami bermohon kasus ini menjadi atensi Bapak Kajati dan Kajagung. Karena ada dugaan upaya-upaya kriminalisasi dan penzoliman terhadap kami di BPKAD Kuansing," tambah HA.

Dugaan konspirasi lainya dari oknum kejaksaan dan oknum pejabat Pemkab Kuansing terhadap kasus ini, lanjut HA, adalah ketika stafnya mengeluhkan kasus ini kepada Bupati Kuansing dan selanjutnya bupati mengintruksikan kepada bagian Setda Kuansing untuk menyelesaikan kasus itu.

"Setelah pertemuan itu, beberapa kesepakatan, kata pejabat Pemkab itu, bahwa tidak ada lagi pemanggilan kepada staf dan meminta kami membuat rekapitulasi apa-apa yang dianggap keliru terutama uang transportasi yang dibayarkan sebesar 75 persen dan diminta itu dikembalikan. Ternyata dijadikan barang bukti dan terkesan penyitaaan. Padahal kami mengumpulkan uang itu dari pinjam-meminjam ke keluarga," terang HA.

Baca Juga:  Libatkan Datuk Penghulu, Bersama Antisipasi Karhutla di Rohil

HA juga mempertanyakan kepada Sekda Kuansing terkait janji akan menghentikan kasus tersebut jika uang tersebut dikembalikan. 

"Di mana letak hati nurani Anda sebagai pimpinan melihat anak buah Anda teraniaya? Mereka bekerja demi daerah. Dan apa yang kami lakukan ini sesuai Peraturan Bupati Nomor 59/2018 tentang Perjalanan Dinas. Seandainya kami salah berarti Perbupnya yang keliru. Berarti ini juga berlaku untuk seluruh dinas dan badan di Kuansing, bahkan seluruh Riau," kata HA mengakhiri.

Hingga berita ini diturunkan, Riaupos.co yang berusaha mengkonfirmasi Kejari Kuansing dan Sekda Kuansing lewat telepon seluler mereka, masih belum mendapatkan jawaban. 

Laporan: Mardias Chan (Telukkuantan)
Editor: Hary B Koriun

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari