Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Perketat Prokes di Sekolah

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pembelajaran tatap muka (PTM) segera digelar kembali. Sekolah diminta memperketat protokol kesehatan (prokes) dalam upaya mengantisipasi penularan penyakit hepatitis akut yang hingga kini masih belum diketahui etiologinya.

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengaku khawatir penyakit ini dapat berubah menjadi pandemi terhadap anak. Karenanya, pemerintah pusat, pemerintah daerah (pemda), dan pihak sekolah harus melakukan langkah serius untuk mencegah penyebarannya.

Salah satunya, dengan mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan pemda membuat surat edaran sebagai pengingat tentang pentingnya meningkatkan disiplin protokol kesehatan. "Selain untuk mencegah Covid-19 yang masih pandemi, ini juga mencegah penularan hepatitis terhadap anak," ujarnya, Rabu (11/5).

Pencegahan kasus hepatitis misterius anak ini hendaknya menjadi perhatian lebih, khususnya bagi anak usia play group (day care), PAUD/TK, dan SD/MI. Karenanya, harus menjadi kesadaran kolektif, khususnya bagi guru, siswa, dan orang tua.

Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri menambahkan, surat edaran yang ditujukan pada sekolah, guru, siswa, orang tua, dan warga sekolah lainnya sangatlah penting. Dengan adanya surat tersebut maka semua pihak bisa memiliki pemahaman yang baik mengenai penyakit ini. Terutama, terkait indikasi gejala, faktor penyebab, langkah pencegahan, serta kiat hidup bersih demi menjaga anak agar tidak tertular.

Selain itu, P2G mendesak Kemendikbudristek, Kemenag, dan pemda meningkatkan pengawasan dan mengevaluasi ketaatan prokes di sekolah, termasuk, pelaksanaan prinsip adaptasi kebiasaan baru (AKB). Mengingta, temuan pelanggaran prokes di sekolah masih banyak terjadi setelah kebijakan PTM 100 persen dimulai beberapa bulan lalu.

"Prokes banyak dilanggar warga sekolah, baik siswa maupun guru makin tak disiplin prokes," keluhnya. Padahal, langkah ini penting untuk pencegahan penularan Covid-19 dan antisipasi kasus hepatitis akut misterius anak. Sehingga nantinya tak berubah menjadi pandemi, yang kembali akan berdampak terhadap kualitas pendidikan nasional.

Baca Juga:  Empat Ranperda Disahkan

Sejauh ini, kebijakan PTM belum akan ada perubahan meski tengah marak kasus hepatitis akut misterius di luar negeri. Pemerintah bahkan telah mengeluarkan SKB 4 Menteri terbaru yang mengatur soal PTM 100 persen.

Pada penyesuaian keenam, SKB Empat Menteri terbaru dengan Nomor 01/KB/2022, Nomor 408 Tahun 2022, Nomor HK.01.08/MENKES/1140/2022, Nomor 420-1026 Tahun 2022 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19, disebutkan bahwa penyelenggaraan PTM dilaksanakan berdasarkan beberapa hal. Yakni, level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang ditetapkan pemerintah pusat dan capaian vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK), serta warga masyarakat lansia.

Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Suharti menjabarkan, bagi satuan pendidikan yang berada pada PPKM level 1 dan 2, dengan capaian vaksinasi PTK di atas 80 persen dan lansia di atas 60 persen, maka diwajibkan menyelenggarakan PTM 100 persen setiap hari dengan jam pembelajaran (JP) sesuai kurikulum.

Kewajiban tersebut juga berlaku bagi daerah yang berada di dua level PPKM tersebut dengan capaian vaksinasi PTK di bawah 80 persen dan lansia di bawah 60 persen. Bedanya, durasi pembelajaran dibatasi paling sedikit 6 JP.

Aturan PTM 100 persen setiap hari dengan JP sesuai kurikulum ini juga berlaku bagi satuan pendidikan yang berada di wilayah PPKM level 3, dengan capaian vaksinasi PTK di atas 80 persen dan lansia di atas 60 persen. Namun, bagi yang capaian vaksinasinya di bawah itu, maka PTM hanya diselenggarakan 50 persen setiap hari secara bergantian dengan moda pembelajaran campuran, maksimal 6 JP.

Lalu, untuk satuan pendidikan pada wilayah PPKM level 4, dengan vaksinasi PTK di atas 80 persen dan lansia lebih dari 60 persen diwajibkan menyelenggarakan PTM 50 persen setiap hari dengan moda pembelajaran campuran maksimal 6 JP. "Sementara yang vaksinasi PTK-nya di bawah 80 persen dan vaksinasi lansianya di bawah 60 persen masih diwajibkan untuk melaksanakan PJJ," paparnya.

Baca Juga:  Personel Kemanusiaan Belum Bisa Masuk Wamena

Sementara, lanjut dia, untuk satuan pendidikan yang berada pada daerah khusus berdasarkan kondisi geografis terpencil sesuai dengan Kepmendikbudristek Nomor 160/P/2021, juga dapat menyelenggarakan PTM 100 persen.

Suharti menekankan, penyesuaian aturan sudah melalui pembahasan lintas sektor dengan mempertimbangkan hasil penilaian situasi pandemi Covid-19 terkini. Termasuk, dengan melibatkan para pakar pendidikan dan epidemiolog. Karenanya, SKB Empat Menteri yang terbaru harus menjadi acuan untuk pemerintah daerah dalam pelaksanaan PTM. "Pemerintah daerah tidak diperkenankan menambahkan pengaturan atau persyaratan lain," tegasnya.

Beberapa perubahan aktivitas lainnya dalam SKB ini ialah dapat kembali dilaksanakannya kegiatan ekstrakurikuler dan olahraga. Dengan syarat, aktivitas dilakukan di luar ruangan/ruang terbuka. Selain itu, kantin kembali dibuka dengan kapasitas pengunjung maksimal 75 persen untuk PPKM level 1, 2 dan 3.

Sementara di level 4 maksimal 50 persen. Pengelolaan kantin dilaksanakan sesuai dengan kriteria kantin sehat dan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. "Karena tidak semua anak bisa membawa bekal dari rumah, maka kita berikan izin agar kantin sekolah dapat kembali beroperasi dengan penerapan protokol kesehatan," ungkapnya.

Sementara, untuk pedagang makanan di luar pagar wajib dikoordinasikan dengan Satgas Penanganan Covid-19 setempat. Pedagang diperbolehkan berdagang dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat sesuai dengan pengaturan PPKM. "Pastikan anak-anak kita mengonsumsi makanan yang bergizi dan dimasak dengan baik," sambungnya.(mia/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pembelajaran tatap muka (PTM) segera digelar kembali. Sekolah diminta memperketat protokol kesehatan (prokes) dalam upaya mengantisipasi penularan penyakit hepatitis akut yang hingga kini masih belum diketahui etiologinya.

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengaku khawatir penyakit ini dapat berubah menjadi pandemi terhadap anak. Karenanya, pemerintah pusat, pemerintah daerah (pemda), dan pihak sekolah harus melakukan langkah serius untuk mencegah penyebarannya.

- Advertisement -

Salah satunya, dengan mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan pemda membuat surat edaran sebagai pengingat tentang pentingnya meningkatkan disiplin protokol kesehatan. "Selain untuk mencegah Covid-19 yang masih pandemi, ini juga mencegah penularan hepatitis terhadap anak," ujarnya, Rabu (11/5).

Pencegahan kasus hepatitis misterius anak ini hendaknya menjadi perhatian lebih, khususnya bagi anak usia play group (day care), PAUD/TK, dan SD/MI. Karenanya, harus menjadi kesadaran kolektif, khususnya bagi guru, siswa, dan orang tua.

- Advertisement -

Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri menambahkan, surat edaran yang ditujukan pada sekolah, guru, siswa, orang tua, dan warga sekolah lainnya sangatlah penting. Dengan adanya surat tersebut maka semua pihak bisa memiliki pemahaman yang baik mengenai penyakit ini. Terutama, terkait indikasi gejala, faktor penyebab, langkah pencegahan, serta kiat hidup bersih demi menjaga anak agar tidak tertular.

Selain itu, P2G mendesak Kemendikbudristek, Kemenag, dan pemda meningkatkan pengawasan dan mengevaluasi ketaatan prokes di sekolah, termasuk, pelaksanaan prinsip adaptasi kebiasaan baru (AKB). Mengingta, temuan pelanggaran prokes di sekolah masih banyak terjadi setelah kebijakan PTM 100 persen dimulai beberapa bulan lalu.

"Prokes banyak dilanggar warga sekolah, baik siswa maupun guru makin tak disiplin prokes," keluhnya. Padahal, langkah ini penting untuk pencegahan penularan Covid-19 dan antisipasi kasus hepatitis akut misterius anak. Sehingga nantinya tak berubah menjadi pandemi, yang kembali akan berdampak terhadap kualitas pendidikan nasional.

Baca Juga:  Program Studi Administrasi Negara UIN Suska Riau Raih Akreditasi A

Sejauh ini, kebijakan PTM belum akan ada perubahan meski tengah marak kasus hepatitis akut misterius di luar negeri. Pemerintah bahkan telah mengeluarkan SKB 4 Menteri terbaru yang mengatur soal PTM 100 persen.

Pada penyesuaian keenam, SKB Empat Menteri terbaru dengan Nomor 01/KB/2022, Nomor 408 Tahun 2022, Nomor HK.01.08/MENKES/1140/2022, Nomor 420-1026 Tahun 2022 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19, disebutkan bahwa penyelenggaraan PTM dilaksanakan berdasarkan beberapa hal. Yakni, level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang ditetapkan pemerintah pusat dan capaian vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK), serta warga masyarakat lansia.

Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Suharti menjabarkan, bagi satuan pendidikan yang berada pada PPKM level 1 dan 2, dengan capaian vaksinasi PTK di atas 80 persen dan lansia di atas 60 persen, maka diwajibkan menyelenggarakan PTM 100 persen setiap hari dengan jam pembelajaran (JP) sesuai kurikulum.

Kewajiban tersebut juga berlaku bagi daerah yang berada di dua level PPKM tersebut dengan capaian vaksinasi PTK di bawah 80 persen dan lansia di bawah 60 persen. Bedanya, durasi pembelajaran dibatasi paling sedikit 6 JP.

Aturan PTM 100 persen setiap hari dengan JP sesuai kurikulum ini juga berlaku bagi satuan pendidikan yang berada di wilayah PPKM level 3, dengan capaian vaksinasi PTK di atas 80 persen dan lansia di atas 60 persen. Namun, bagi yang capaian vaksinasinya di bawah itu, maka PTM hanya diselenggarakan 50 persen setiap hari secara bergantian dengan moda pembelajaran campuran, maksimal 6 JP.

Lalu, untuk satuan pendidikan pada wilayah PPKM level 4, dengan vaksinasi PTK di atas 80 persen dan lansia lebih dari 60 persen diwajibkan menyelenggarakan PTM 50 persen setiap hari dengan moda pembelajaran campuran maksimal 6 JP. "Sementara yang vaksinasi PTK-nya di bawah 80 persen dan vaksinasi lansianya di bawah 60 persen masih diwajibkan untuk melaksanakan PJJ," paparnya.

Baca Juga:  Di Kampar, Tambang dan Siak Hulu Terparah Kabut Asap

Sementara, lanjut dia, untuk satuan pendidikan yang berada pada daerah khusus berdasarkan kondisi geografis terpencil sesuai dengan Kepmendikbudristek Nomor 160/P/2021, juga dapat menyelenggarakan PTM 100 persen.

Suharti menekankan, penyesuaian aturan sudah melalui pembahasan lintas sektor dengan mempertimbangkan hasil penilaian situasi pandemi Covid-19 terkini. Termasuk, dengan melibatkan para pakar pendidikan dan epidemiolog. Karenanya, SKB Empat Menteri yang terbaru harus menjadi acuan untuk pemerintah daerah dalam pelaksanaan PTM. "Pemerintah daerah tidak diperkenankan menambahkan pengaturan atau persyaratan lain," tegasnya.

Beberapa perubahan aktivitas lainnya dalam SKB ini ialah dapat kembali dilaksanakannya kegiatan ekstrakurikuler dan olahraga. Dengan syarat, aktivitas dilakukan di luar ruangan/ruang terbuka. Selain itu, kantin kembali dibuka dengan kapasitas pengunjung maksimal 75 persen untuk PPKM level 1, 2 dan 3.

Sementara di level 4 maksimal 50 persen. Pengelolaan kantin dilaksanakan sesuai dengan kriteria kantin sehat dan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. "Karena tidak semua anak bisa membawa bekal dari rumah, maka kita berikan izin agar kantin sekolah dapat kembali beroperasi dengan penerapan protokol kesehatan," ungkapnya.

Sementara, untuk pedagang makanan di luar pagar wajib dikoordinasikan dengan Satgas Penanganan Covid-19 setempat. Pedagang diperbolehkan berdagang dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat sesuai dengan pengaturan PPKM. "Pastikan anak-anak kita mengonsumsi makanan yang bergizi dan dimasak dengan baik," sambungnya.(mia/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari