JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Penerapan hukuman mati kepada koruptor harus melalui pertimbangan kemanusiaan yang mendalam. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) justru lebih sepakat apabila koruptor dimiskinkan sebagai sanksi sosial dari kejahatannya.
Ditegaskan, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, partainya mendukung sepenuhnya pemberian sanksi berat kepada koruptor. Karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa.
"Hukuman yang seberat-beratnya bagi koruptor itu relevan, karena ditinjau dari daya kerusakannya. Tapi kita juga harus lihat semangat pendirian republik ini, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia termasui melindungi kehidupan itu," kata Hasto di DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/12).
Menurut Hasto, ada aspek kemanusiaan yang harus dipertimbangkan dalam memberikan sebuah hukuman. Oleh karena itu, PDIP mendorong agar koruptor dimiskinkan ketimbang dijatuhi hukuman mati.
"Harapannya, dengan dimiskinkan maka akan memberikan efek jera bagi pelakunya. Itu jauh lebih relevan dibanding hukuman mati, mengingat kita juga terikat dengan konvensi-konvensi nasional yang menghapuskan hukuman mati tersebut," ucap Hasto.
Hasto menyebut, langkah-langkah yang bersifat shock therapy memerlukan pertimbangan kemanusiaan. Karena itu menyangkut dengan kehidupan seorang manusia tersebut.
"Kita harus hati-hati karena kita bukan pemegang kehidupan atas orang perorang,” pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi membuka peluang akan menghukum mati koruptor apabila rakyat menghendaki. Hal ini agar ada efek jera terhadap para pelaku korupsi. “Ya, bisa saja kalau jadi kehendak masyarakat," ucap Jokowi.
"Itu yang pertama kehendak masyarakat. Kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU Pidana, UU Tipikor itu dimasukkan," jelas Jokowi saat berdialog dengan seorang pelajar SMKN 57 Jakarta, Senin (9/12).
Aturan tentang hukuman mati bagi koruptor tertuang dalam Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor itu berbunyi, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Kemudian Pasal 2 Ayat 2 UU Tipikor menyatakan, dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Frasa ‘keadaan tertentu’ yang dimaksud Pasal 2 Ayat 2 UU Tipikor ialah alasan pemberatan pidana bagi pelaku. Keadaan tertentu tersebut misalnya apabila ada dana yang ditilap bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam, penanggulangan krisis ekonomi, dan lain sebagainya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal