JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pihak penyelenggara kartu prakerja kini diberi mandat penuh dalam bekerja sama dengan platform digital yang menyediakan pelatihan bagi para peserta kartu prakerja. Dengan begitu, tidak lagi bergantung proses pengadaan barang dan jasa.
Pelonggaran kerja sama itu diatur dalam pasal 31A Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2020 tentang Perubahan Perpres 36/2020 yang mengatur program kartu prakerja.
Pasal itu mengatur bahwa pelaksanaan manfaat kartu prakerja beserta pemilihan platform digital maupun lembaga pelatihannya tidak masuk lingkup pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Lembaga pelatihan yang hendak diajak kerja sama juga diberi tambahan persyaratan. Tidak sekadar memiliki pelatihan yang berbasis kompetensi kerja sesuai kebutuhan pasar kerja.
Namun, kompetensi tersebut harus memperhatikan standar kompetensi kerja nasional, internasional, dan khusus. Selain itu, Perpres baru tersebut juga penegasan mengenai kebijakan yang sudah diambil pihak project management officer (PMO). Bahwa kebijakan-kebijakan sebelumnya tetap dianggap sah sepanjang didasarkan pada iktikad baik. Meski, belum ada penjelasan lebih lanjut mengenai iktikad baik tersebut.
Ada sedikitnya enam kebijakan yang diatur dalam pasal tersebut. Yakni, kerja sama dengan platform digital beserta lembaga pelatihannya, penetapan penerima kartu prakerja, program pelatihan, dan besaran biaya program pelatihan. Juga kebijakan insentif yang sudah dibayarkan kepada peserta dan biaya yang dikenakan platform digital kepada lembaga pelatihan.
Sementara itu, pihak manajemen pelaksana membenarkan bahwa kerja sama dengan para mitra memang tidak masuk dalam rezim pengadaan barang/jasa. Namun, Perpres mengatur bahwa kerja sama tetap harus memperhatikan tujuan, prinsip, dan etika pengadaan barang/jasa.
"Proses harus akuntabel, transparan, bersaing, adil, dan sebagainya," terang Direktur Komunikasi, Kemitraan, dan Pengembangan Ekosistem Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Panji Winanteya Ruky, tadi malam (10/7).
Kerja sama itu memang bukan sebagaimana pengadaan yang diatur dalam Perpres 16/2018. Sebab, bantuan langsung tersebut memang bukan pengadaan oleh kementerian/lembaga.
"Revisi Perpres ini hanya menegaskan pendapat hukum dari Kejaksaan Agung, LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) dan kebijakan Kemenkeu sebagai pengelola anggaran kartu prakerja sejak awal," tambahnya.
Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno mengatakan, selama ini salah satu yang disorot masyarakat adalah penunjukan mitra program kartu prakerja. Dengan adanya Perpres yang baru itu, diharapkan tidak ada masalah dengan penunjukan mitra.
Untuk itu, Adi berharap mulai saat ini mitra program kartu prakerja berfokus meningkatkan kualitas konten pelatihan yang mereka jual. Dia menyebut perlu dilakukan kurasi ulang terhadap materi-materi yang disediakan mitra. "Sekarang tidak butuh ilmu tinggi-tinggi untuk mengetahui kualitas pelatihan program prakerja," katanya.
Menurut Adi, pelatihan-pelatihan yang disiapkan di program prakerja harus lebih spesifik. Materi pelatihan yang benar-benar dibutuhkan para pencari kerja. Bukan pelatihan yang bisa dipelajari secara otodidak. Dia mencontohkan pelatihan seperti membuat kue, menjadi content creator, atau YoutTuber, sebaiknya tidak dimasukkan dalam pelatihan prakerja.
Adi berharap para mitra dan penyelenggara prakerja melakukan riset kebutuhan dunia kerja yang riil. Misalnya, saat ini dibutuhkan digital marketing, ahli coding, atau sejenisnya. Setelah itu, materi pelatihannya difokuskan pada bidang-bidang yang dibutuhkan dunia industri.
"Bukan seperti sekarang. Setelah ikut pelatihan masih nenteng map cari kerja dan susah dapat kerja," jelasnya. Menurut Adi, publik sebaiknya menyudahi polemik perlu atau tidaknya program kartu prakerja. Sebab, program tersebut sudah telanjur lahir.
Sebaliknya, yang perlu dikawal adalah kualitas konten pelatihannya. Hasil dari pelatihan itu harus jelas. Bahwa para pencari kerja tersebut dapat terserap di dunia kerja dengan optimal.
Dia juga menyebut perlu dilakukan evaluasi seberapa banyak peserta kartu prakerja yang sudah bisa dapat bekerja kembali atau memulai wirausaha. "Kita ingin lulusan prakerja ini punya kepercayaan diri tinggi menghadapi persaingan kerja," ucapnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi