PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — AKSI unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang berlangsung di Gedung DPRD Riau, Kamis (8/10) ricuh. Hal itu disebabkan kekecewaan massa aksi karena jawaban dari pihak DPRD Riau tidak memuaskan. Bentrokan antara aparat keamanan dengan massa aksi tak terhindarkan. Diperkirakan jumlah korban yang terluka akibat kericuhan tersebut mencapai puluhan. Beberapa korban bahkan ada yang sempat dirawat di rumah sakit sekitar lokasi kejadian.
Pantauan Riau Pos di lokasi, pagi hari ratusan aparat keamanan gabungan yang terdiri dari polisi, TNI dan Satpol PP sudah bersiaga di areal Gedung DPRD Riau. Bahkan kawat berduri turut dipasang di sekeliling areal gedung. Sekitar pukul 13.00 WIB massa mulai berdatangan. Diawali dengan kehadiran Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dengan jumlah sekitar puluhan, massa HMI berhasil menembus kawat berduri milik kepolisian dan berangsur masuk tepat di depan pagar gedung.
Selang beberapa saat, jumlah massa yang hadir semakin bertambah. Mulai dari elemen mahasiswa dari berbagai universitas, pelajar sekolah menengah atas (SMA), buruh hingga kaum ibu-ibu tiba di lokasi. Diperkirakan jumlah massa yang hadir mencapai 3 ribuan. Massa yang berdiri di depan pagar gedung di kemudian meminta agar bisa masuk ke dalam. Namun keinginan itu tidak dikabulkan oleh pihak keamanan. Hingga akhirnya terjadi aksi kericuhan pertama. Di mana, massa yang tidak terkendali melemparkan kayu, batu hingga botol ke arah aparat kepolisian.
Polisi pun akhirnya mengambil tindakan pengamanan dengan melakukan penembakan water canon termasuk gas air mata. Massa sempat terpecah. Namun hingga beberapa saat, massa aksi kembali merapat. Kali ini cukup tertib. Hinga pukul 14.30 WIB situasi di Gedung DPRD Riau kembali kondusif. Massa kemudian meminta agar pimpinan DPRD Riau untuk bisa hadir di tengah kerumunan peserta aksi.
Saat itu hadir Wakil Ketua DPRD Riau Hardianto, Ketua Fraksi Demokrat DPRD Riau Agung Nugroho serta anggota DPRD Fraksi PAN Ade Hartati. Sempat terjadi negosiasi antara pendemo dengan wakil rakyat yang berdiri di depan pagar DPRD. Hingga akhirnya, Hardianto dan anggota DPRD lainnya datang menemui massa dengan jarak yang lebih dekat. Saat itu Hardianto mengatakan bahwa DPRD memikiki kewajiban untuk menerima seluruh aspirasi masyarakat Riau.
"Kami DPRD Riau memiliki kewajiban untuk menerima seluruh aspirasi yang datang. Termasuk juga aspirasi penolakan ini. Namun begitu, kami saat ini tidak dalam posisi membuat keputusan. Pun begitu, aspirasi yang disampaikan hari ini kami pastikan akan kami bahas kemudian untuk diteruskan ke tingkat pusat," ujar Hardianto.
Jawaban tersebut tidak memuaskan massa aksi. Kemudian menyoraki Hardianto. Wakil Ketua DPRD Riau itu kembali mengatakan kepada massa aksi, bahwa substansi aspirasi yang disuarakan telah ia dapatkan. Maka dari itu, dirinya meminta agar pendemo untuk pulang ke rumah masing-masing. Permintaan itu kemudian berujung ricuh. Polisi kembali mengambil tindakan dengan menembakan water canon ke arah massa. Suara letusan yang berasal dari tembakan gas air mata kemudian terdengar beriringan. Suasana seketika mencekam. Massa yang tidak terima sebagian melempar polisi dengan batu.
Presiden Mahasiswa Universitas Riau Ardi kepada Riau Pos menuturkan jumlah korban dari pihaknya mencapai puluhan. Kebanyakan korban luka disebakan oleh gas air mata yang ditembakkan ke arah massa. Ada juga yang terjatuh akibat melompat pagar setelah pihak aparat berupaya mengamankan peserta aksi. Sejauh ini, Ardi memastikan belum ada korban jiwa akibat kerusuhan tersebut. Namun begitu, pihaknya tetap memonitor kondisi kesehatan seluruh peserta aksi hingga malam tadi.
Lebih lanjut Ardi bercerita, pihaknya yang tergabung ke dalam Koalisi Rakyat Riau datang sekitar pukul 14.00 WIB di lokasi. Namun ketika baru saja datang, kondisi sudah langsung ricuh. Gas air mata beterbangan ke arah massa yang ia pimpin. Padahal, saat itu dia bersama ratusan rekannya baru saja memarkirkan kendaraan tepat di depan Gedung DPRD Riau, atau kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Riau. "Kondisinya lagi nyari tempat parkir langsung di-chaos-kan. Kami di seberang waktu itu. Kena tembak (gas air mata), teman-teman yang dari depan Gedung DPRD langsung loncat-loncat pagar. Di sana habisnya langsung. Kondisi luka-luka banyak. Itu (jumlah) yang kami ga bisa pastikan. Karena belum ada laporan. Rata-rata dibawa ke RS awal Bros dan RS Safira banyak. Anggota BEM banyak yang kena," terangnya.
Melihat kondisi yang terjadi, Ardi menegaskan bahwa pihaknya akan kembali melaksanakan aksi. Sebab, substansi aspirasi yang ingin dicapai belum terpenuhi. Di mana dia bersama ratusan peserta aksi lainnya berkeinginan agar DPRD Riau menyatakan kesepakatan bersama-sama untuk menolak UU Omnibus Law yang telah disahkan. Selain itu, dirinya juga mengkritik aksi kepolisian dalam mengamankan massa aksi yang dinilai brutal.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD Riau Hardianto mengatakan bahwa dirinya tetap tidak bisa membuat pernyataan menolak atau menerima UU tersebut. Sebab, sebagai lembaga yang pengambilan keputusannya secara kolektif kolegial, Hardianto merasa harus membawa aspirasi tersebut terlebih dahulu ke forum anggota. Kemudian dibahas secara komprehensif, baru diambil keputusan. Setidaknya, dirinya harus membahas aspirasi tersebut bersama pimpinan fraksi yang ada di DPRD Riau. "Tidak bisa menolak atau menerima. Sebagai pimpinan DPRD yang kolektif kolegial, saya tidak bisa mengatasnamakan kelembagaan kalau tidak dibahas secara komprehensif. Minimal dengan pimpinan fraksi. Padahal kami dengan pimpinan fraksi sudah sepakat bahwa semua aspirasi yang disampaikan hari ini dalam konteks lembaga kami akan berkomitmen membahas secara komprehensif dan meneruskan aspirasi ini," sebutnya.