Jumat, 28 November 2025
spot_img

Konsumsi Daging, Bumi Menjadi Semakin Panas

JENEWA (RIAUPOS.CO) — Ingin berkontribusi terhadap upaya pencegahan pemanasan global? Kurangi konsumsi daging dan tambah sayuran. Hal tersebut diungkapkan oleh lembaga PBB Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Informasi yang lazim di masyarakat soal upaya melawan pemanasan global adalah mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan limbah plastik.

Namun, 107 peneliti IPCC menyimpulkan bahwa upaya menekan emisi gas rumah kaca dimulai dari urusan perut. Semakin banyak manusia yang mengonsumsi daging merah, semakin cepat pula panas bumi melewati batasan Kesepakatan Paris.

"Kami tidak menyuruh semua orang berhenti mengonsumsi daging. Tapi, sudah jelas bahwa masyarakat di (negara-negara, red) Barat makan daging terlalu banyak," ujar Pete Smith, pakar lingkungan hidup dari Aberdeen University, kepada BBC.

Baca Juga:  Kabareskrim: Penangkapan Djoko Tjandra untuk Menjawab Keraguan Publik

Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), daging memang salah satu produk pangan dengan emisi terbesar. Per kilogram daging sapi, misalnya, bisa menghasilkan 26,5 kilogram gas emisi.

Faktor penyebabnya banyak. Antara lain, kotoran ternak, produksi pangan sapi, dan distribusi daging. Penggunaan lahan jadi yang paling mengkhawatirkan. Semakin banyak permintaan, lahan pertanian dan peternakan bakal semakin luas. Padahal, hutan, tumbuhan, dan tanah subur menyimpan setidaknya sepertiga dari total emisi buatan manusia.

"Itu adalah perpaduan bencana yang pas. Lahan makin terkurangi, manusia makin bertambah, dibungkus dengan selimut iklim yang terus memanas," tutur Dave Reay, profesor manajemen karbon Universitas Edinburgh.

Menurut Kesepakatan Paris, seharusnya pemanasan global tak melebihi 1,5 derajat Celsius. Namun, jika permasalahan emisi akibat industri pangan itu tak diatasi, target tersebut semakin sulit tercapai. Akibatnya, justru ketersediaan pangan bakal terganggu. Ingat, perubahan iklim juga mengakibatkan cuaca ekstrem seperti badai dan kemarau panjang.(bil/c11/dos/jpg)

Baca Juga:  Satgas TMMD Kodim 0313/KPR Buka Jalan Baru di Ujung Batu

Kalau cuaca semakin tak menentu, hasil pertanian juga berkurang. "Daratan adalah tempat kita tinggal. Mereka adalah solusi (dari perubahan iklim, Red), tapi tak bisa apa-apa tanpa campur tangan manusia," ujar Lee Hoesung, salah satu pemimpin IPCC.(bil/c11/dos/jpg)

Editor: Arif Oktafian

JENEWA (RIAUPOS.CO) — Ingin berkontribusi terhadap upaya pencegahan pemanasan global? Kurangi konsumsi daging dan tambah sayuran. Hal tersebut diungkapkan oleh lembaga PBB Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Informasi yang lazim di masyarakat soal upaya melawan pemanasan global adalah mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan limbah plastik.

Namun, 107 peneliti IPCC menyimpulkan bahwa upaya menekan emisi gas rumah kaca dimulai dari urusan perut. Semakin banyak manusia yang mengonsumsi daging merah, semakin cepat pula panas bumi melewati batasan Kesepakatan Paris.

"Kami tidak menyuruh semua orang berhenti mengonsumsi daging. Tapi, sudah jelas bahwa masyarakat di (negara-negara, red) Barat makan daging terlalu banyak," ujar Pete Smith, pakar lingkungan hidup dari Aberdeen University, kepada BBC.

Baca Juga:  Wahana Hiburan

Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), daging memang salah satu produk pangan dengan emisi terbesar. Per kilogram daging sapi, misalnya, bisa menghasilkan 26,5 kilogram gas emisi.

Faktor penyebabnya banyak. Antara lain, kotoran ternak, produksi pangan sapi, dan distribusi daging. Penggunaan lahan jadi yang paling mengkhawatirkan. Semakin banyak permintaan, lahan pertanian dan peternakan bakal semakin luas. Padahal, hutan, tumbuhan, dan tanah subur menyimpan setidaknya sepertiga dari total emisi buatan manusia.

- Advertisement -

"Itu adalah perpaduan bencana yang pas. Lahan makin terkurangi, manusia makin bertambah, dibungkus dengan selimut iklim yang terus memanas," tutur Dave Reay, profesor manajemen karbon Universitas Edinburgh.

Menurut Kesepakatan Paris, seharusnya pemanasan global tak melebihi 1,5 derajat Celsius. Namun, jika permasalahan emisi akibat industri pangan itu tak diatasi, target tersebut semakin sulit tercapai. Akibatnya, justru ketersediaan pangan bakal terganggu. Ingat, perubahan iklim juga mengakibatkan cuaca ekstrem seperti badai dan kemarau panjang.(bil/c11/dos/jpg)

- Advertisement -
Baca Juga:  Sempat Koma Karena Kecelakaan, Dylan Carr Kini Sudah Sadar

Kalau cuaca semakin tak menentu, hasil pertanian juga berkurang. "Daratan adalah tempat kita tinggal. Mereka adalah solusi (dari perubahan iklim, Red), tapi tak bisa apa-apa tanpa campur tangan manusia," ujar Lee Hoesung, salah satu pemimpin IPCC.(bil/c11/dos/jpg)

Editor: Arif Oktafian

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

JENEWA (RIAUPOS.CO) — Ingin berkontribusi terhadap upaya pencegahan pemanasan global? Kurangi konsumsi daging dan tambah sayuran. Hal tersebut diungkapkan oleh lembaga PBB Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Informasi yang lazim di masyarakat soal upaya melawan pemanasan global adalah mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan limbah plastik.

Namun, 107 peneliti IPCC menyimpulkan bahwa upaya menekan emisi gas rumah kaca dimulai dari urusan perut. Semakin banyak manusia yang mengonsumsi daging merah, semakin cepat pula panas bumi melewati batasan Kesepakatan Paris.

"Kami tidak menyuruh semua orang berhenti mengonsumsi daging. Tapi, sudah jelas bahwa masyarakat di (negara-negara, red) Barat makan daging terlalu banyak," ujar Pete Smith, pakar lingkungan hidup dari Aberdeen University, kepada BBC.

Baca Juga:  Satgas TMMD Kodim 0313/KPR Buka Jalan Baru di Ujung Batu

Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), daging memang salah satu produk pangan dengan emisi terbesar. Per kilogram daging sapi, misalnya, bisa menghasilkan 26,5 kilogram gas emisi.

Faktor penyebabnya banyak. Antara lain, kotoran ternak, produksi pangan sapi, dan distribusi daging. Penggunaan lahan jadi yang paling mengkhawatirkan. Semakin banyak permintaan, lahan pertanian dan peternakan bakal semakin luas. Padahal, hutan, tumbuhan, dan tanah subur menyimpan setidaknya sepertiga dari total emisi buatan manusia.

"Itu adalah perpaduan bencana yang pas. Lahan makin terkurangi, manusia makin bertambah, dibungkus dengan selimut iklim yang terus memanas," tutur Dave Reay, profesor manajemen karbon Universitas Edinburgh.

Menurut Kesepakatan Paris, seharusnya pemanasan global tak melebihi 1,5 derajat Celsius. Namun, jika permasalahan emisi akibat industri pangan itu tak diatasi, target tersebut semakin sulit tercapai. Akibatnya, justru ketersediaan pangan bakal terganggu. Ingat, perubahan iklim juga mengakibatkan cuaca ekstrem seperti badai dan kemarau panjang.(bil/c11/dos/jpg)

Baca Juga:  Provokasi Cina di Laut Natuna karena Kaya Cadangan Migas

Kalau cuaca semakin tak menentu, hasil pertanian juga berkurang. "Daratan adalah tempat kita tinggal. Mereka adalah solusi (dari perubahan iklim, Red), tapi tak bisa apa-apa tanpa campur tangan manusia," ujar Lee Hoesung, salah satu pemimpin IPCC.(bil/c11/dos/jpg)

Editor: Arif Oktafian

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari