Minggu, 10 November 2024

Jaringan OBR Indonesia Solidarity Gelar Aksi Virtual, Sampaikan 16 Tuntutan

- Advertisement -

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Jaringan One Billion Rising (OBR) Indonesia Solidarity yang merupakan gabungan 26 organisasi memperingati International Womans’s Day (IWD) 2021 dengan aksi virtual, Senin (8/3/2021). IWD yang diperingati tanggal 8 Maret ini, menjadi momentum bagi perempuan di dunia menyuarakan sejumlah tuntutan perjuangan. Tema yang diangkat Jaringan OBR Indonesia tahun ini adalah “Perempuan Indonesia Bersatu Melawan Covid-19 dan Segala Bentuk Kekerasan, Pemerasan serta Perampasan”.

Puluhan pegiat perempuan yang berada di berbagai provinsi di Indonesia dari Sabang sampai Merauke serta buruh migran Indonesia yang ada di sejumlah negara di Asia ikut ambil bagian dalam Aksi Virtual ini.

- Advertisement -

"Pandemi Covid-19 telah mempengaruhi kehidupan rakyat Indonesia. Kebijakan pemerintah untuk mengatasi pandemi dan dampak pandemik telah memperburuk situasi penghidupan rakyat. Selain itu, jumlah kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak pun semakin meningkat,” kata ketua panitia, Zubaidah dari Beranda Perempuan Jambi dalam rilisnya.

Omnibus Law disahkan di masa pandemi di tengah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk tujuan efisiensi dan tidak ada order produksi. Survey daring Rakyat Bantu Rakyat (KOBAR) Jateng memaparkan, sekitar 65 peren buruh perempuan menghadapi konsekuensi buruk dari pandemi ini yang berpengaruhi langsung ke ekonomi keluarga.

Bagi buruh yang masih bekerja, terdapat banyak penyesuaian terkait upah. Buruh perempuan terpaksa untuk terus bekerja dengan upah tidak sesuai UMK, lembur yang tidak dibayar dan status sebagai buruh harian. Bantuan sosial yang digulirkan pemerintah hadir dengan berbagai catatan masalah, mulai dari jumlahnya yang tidak memadai untuk memastikan rakyat mematuhi PSBB hingga program bantuan yang salah sasaran. Korupsi dana bansos yang mengemuka menunjukkan pandemik telah menjadi ladang bisnis yang menggiurkan, selain menyakiti perasaan rakyat.

- Advertisement -
Baca Juga:  Yasonna Tinggalkan Kursi Menkumham

Berdasarkan data SIMFONI PPA, pada 1 Januari hingga 19 Juni 2020 telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak, di antaranya 852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual. Angka ini tergolong tinggi. Dijelaskan Zubaidah, PPSW Sumatera bahkan menemukan kasus kekerasan seksual yang dialami anak usia 12 tahun pada masa pandemi. Android yang awalnya digunakan sebagai media belajar daring menjadi awal terjadinya chat pribadi. Terjadinya bujuk rayu kemudian menyebabkan anak menjadi korban.

"Kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dan anak bukanlah hal baru, hal ini terjadi lama namun mengalami peningkatan di masa pandemi,” tegas Zubaidah.

Selain itu, Buruh Migran Indonesia, baik yang berada di dalam negeri maupun diluar negeri terus menjadi sasaran bagi perusahaan dan pemerintah agar terus mendapatkan keuntungan, walaupun dalam situasi pandemi ini.

Organisasi yang terlibat di aksi virtual kali ini antara lain Aliansi Perempuan Merangin (APM), Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan HAM (LRC-KJHAM), Front Aksi Mahasiswa Sumenep (FAM’S), Jaringan Buruh Migran Indonesian (JBMI), Keluarga Besar Buruh Migran (Kabarbumi), Front Mahasiswa Nasional (FMN) Jambi, Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) Sumatera, Pekanbaru Smart Community (Pasty), Perkumpulan Scale Up, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pekanbaru, Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT), Abstraksi, Yayasan Hutanriau, Persatuan Perawat Nasional Prov Jambi (PPNI), Wanita Penulis Indonesia, Forum Komunikasi Keluarga Anak Dengan Kecacatan (FKKADK) Riau, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Riau, Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) Riau, WCC Pasundan Durebang, Beranda Perempuan, Save our Sisters, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jambi, Womens March Cirebon, Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 92 Kota Cimahi, Aliansi Mahasiswa Papua- Makasar dan Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Bali.

Baca Juga:  Ketemu Ular

Dari berbagai kasus dan kajian yang dilakukan organisasi Jaringan OBR Indonesia Solidarity tersebut, ada sejumlah tuntutan yang disampaikan pada peringatan IWD atau Hari Perempuan Internasional Tahun 2021 ini. Tuntutan kepada pemerintah dan institusi tersebut adalah, segera bahas dan sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS), berikan layanan kesehatan gratis bagi perempuan dan rakyat yang tidak mampu, tolak Omnibus law dan PP Cipta Kerja dan berikan upah layak, jaminan pekerjaan dan perlindungan untuk buruh perempuan, bangun sistem perlindungan dan layanan bagi korban kekerasan seksual di kampus dan tegakkan sanksi tegas bagi akademisi/dosen pelaku kekerasan seksual di kampus. 

Buka ruang demokrasi yang seluas-luasnya bagi perempuan Papua, tolak otonomi khusus Jilid II yang adalah paket perpanjangan kekerasan terhadap perempuan Papua, berikan layanan inklusif pada kelompok disabiltas, hentikan penahananan dokumen, stop overcharging, berlakukan kontrak mandiri bagi PRT migran.
Kemudian bangun infrastruktur ekonomi untuk sektor hasil hutan dan pertanian pangan rakyat, berlakukan skema perlindungan internet aman bagi anak, mewajibkan perusahaan pers membuat SOP pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap jurnalis, berikan perlindungan kerja bagi buruh kebun, naikkan upah buruh kebun.
Tuntutan berikutnya turunkan iuran BPJS Kesehatan, hilangkan denda bagi rakyat yang tidak mampu dan permudah proses perpindahan kepesertaan BPJS Kesehatan dari umum ke PBI. Setop stigma dan diskriminasi terhadap komunitas ODHIV/ODHA, pekerja seks, disabilitas, tindak tegas para pelaku kekerasan. Terakhir, libatkan perempuan dalam perumusan dan pembuatan kebijakan, berikan perhatian lebih kepada komunitas perempuan rentan agar bisa terlibat secara berkualitas.

Editor: Eka G Putra

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Jaringan One Billion Rising (OBR) Indonesia Solidarity yang merupakan gabungan 26 organisasi memperingati International Womans’s Day (IWD) 2021 dengan aksi virtual, Senin (8/3/2021). IWD yang diperingati tanggal 8 Maret ini, menjadi momentum bagi perempuan di dunia menyuarakan sejumlah tuntutan perjuangan. Tema yang diangkat Jaringan OBR Indonesia tahun ini adalah “Perempuan Indonesia Bersatu Melawan Covid-19 dan Segala Bentuk Kekerasan, Pemerasan serta Perampasan”.

Puluhan pegiat perempuan yang berada di berbagai provinsi di Indonesia dari Sabang sampai Merauke serta buruh migran Indonesia yang ada di sejumlah negara di Asia ikut ambil bagian dalam Aksi Virtual ini.

- Advertisement -

"Pandemi Covid-19 telah mempengaruhi kehidupan rakyat Indonesia. Kebijakan pemerintah untuk mengatasi pandemi dan dampak pandemik telah memperburuk situasi penghidupan rakyat. Selain itu, jumlah kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak pun semakin meningkat,” kata ketua panitia, Zubaidah dari Beranda Perempuan Jambi dalam rilisnya.

Omnibus Law disahkan di masa pandemi di tengah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk tujuan efisiensi dan tidak ada order produksi. Survey daring Rakyat Bantu Rakyat (KOBAR) Jateng memaparkan, sekitar 65 peren buruh perempuan menghadapi konsekuensi buruk dari pandemi ini yang berpengaruhi langsung ke ekonomi keluarga.

- Advertisement -

Bagi buruh yang masih bekerja, terdapat banyak penyesuaian terkait upah. Buruh perempuan terpaksa untuk terus bekerja dengan upah tidak sesuai UMK, lembur yang tidak dibayar dan status sebagai buruh harian. Bantuan sosial yang digulirkan pemerintah hadir dengan berbagai catatan masalah, mulai dari jumlahnya yang tidak memadai untuk memastikan rakyat mematuhi PSBB hingga program bantuan yang salah sasaran. Korupsi dana bansos yang mengemuka menunjukkan pandemik telah menjadi ladang bisnis yang menggiurkan, selain menyakiti perasaan rakyat.

Baca Juga:  Proses Peradilan Djoko Tjandra Harus Transparan

Berdasarkan data SIMFONI PPA, pada 1 Januari hingga 19 Juni 2020 telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak, di antaranya 852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual. Angka ini tergolong tinggi. Dijelaskan Zubaidah, PPSW Sumatera bahkan menemukan kasus kekerasan seksual yang dialami anak usia 12 tahun pada masa pandemi. Android yang awalnya digunakan sebagai media belajar daring menjadi awal terjadinya chat pribadi. Terjadinya bujuk rayu kemudian menyebabkan anak menjadi korban.

"Kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dan anak bukanlah hal baru, hal ini terjadi lama namun mengalami peningkatan di masa pandemi,” tegas Zubaidah.

Selain itu, Buruh Migran Indonesia, baik yang berada di dalam negeri maupun diluar negeri terus menjadi sasaran bagi perusahaan dan pemerintah agar terus mendapatkan keuntungan, walaupun dalam situasi pandemi ini.

Organisasi yang terlibat di aksi virtual kali ini antara lain Aliansi Perempuan Merangin (APM), Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan HAM (LRC-KJHAM), Front Aksi Mahasiswa Sumenep (FAM’S), Jaringan Buruh Migran Indonesian (JBMI), Keluarga Besar Buruh Migran (Kabarbumi), Front Mahasiswa Nasional (FMN) Jambi, Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) Sumatera, Pekanbaru Smart Community (Pasty), Perkumpulan Scale Up, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pekanbaru, Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT), Abstraksi, Yayasan Hutanriau, Persatuan Perawat Nasional Prov Jambi (PPNI), Wanita Penulis Indonesia, Forum Komunikasi Keluarga Anak Dengan Kecacatan (FKKADK) Riau, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Riau, Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) Riau, WCC Pasundan Durebang, Beranda Perempuan, Save our Sisters, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jambi, Womens March Cirebon, Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 92 Kota Cimahi, Aliansi Mahasiswa Papua- Makasar dan Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Bali.

Baca Juga:  Katie Leung Diminta Diam ketika Jadi Korban Rasisme saat Main di Harry Potter

Dari berbagai kasus dan kajian yang dilakukan organisasi Jaringan OBR Indonesia Solidarity tersebut, ada sejumlah tuntutan yang disampaikan pada peringatan IWD atau Hari Perempuan Internasional Tahun 2021 ini. Tuntutan kepada pemerintah dan institusi tersebut adalah, segera bahas dan sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS), berikan layanan kesehatan gratis bagi perempuan dan rakyat yang tidak mampu, tolak Omnibus law dan PP Cipta Kerja dan berikan upah layak, jaminan pekerjaan dan perlindungan untuk buruh perempuan, bangun sistem perlindungan dan layanan bagi korban kekerasan seksual di kampus dan tegakkan sanksi tegas bagi akademisi/dosen pelaku kekerasan seksual di kampus. 

Buka ruang demokrasi yang seluas-luasnya bagi perempuan Papua, tolak otonomi khusus Jilid II yang adalah paket perpanjangan kekerasan terhadap perempuan Papua, berikan layanan inklusif pada kelompok disabiltas, hentikan penahananan dokumen, stop overcharging, berlakukan kontrak mandiri bagi PRT migran.
Kemudian bangun infrastruktur ekonomi untuk sektor hasil hutan dan pertanian pangan rakyat, berlakukan skema perlindungan internet aman bagi anak, mewajibkan perusahaan pers membuat SOP pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap jurnalis, berikan perlindungan kerja bagi buruh kebun, naikkan upah buruh kebun.
Tuntutan berikutnya turunkan iuran BPJS Kesehatan, hilangkan denda bagi rakyat yang tidak mampu dan permudah proses perpindahan kepesertaan BPJS Kesehatan dari umum ke PBI. Setop stigma dan diskriminasi terhadap komunitas ODHIV/ODHA, pekerja seks, disabilitas, tindak tegas para pelaku kekerasan. Terakhir, libatkan perempuan dalam perumusan dan pembuatan kebijakan, berikan perhatian lebih kepada komunitas perempuan rentan agar bisa terlibat secara berkualitas.

Editor: Eka G Putra

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari