JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja masih terus menuai pro dan kontra. RUU tersebut sudah mulai dibahas DPR RI. Akademisi Universitas Islam Sunan Gunung Djati M Yusuf Wibisono meminta para legislator membahas secara ilmiah dan objektif draft RUU tersebut.
"Karena omnibus law gabungan banyak undang-undang. Artinya banyak aspek yang dibahas. Yang diperbaiki yang mana, yang diperdalam yang mana, yang didiskusikan yang mana harus jelas," beber Yusuf kemarin. Makanya, lanjut dia, perlu diperkaya dengan kajian ilmiah dari berbagai perspektif.
Berdasarkan outlook perekonomian 2020 Kementerian Koordinator Perekonomian, isu ketenagakerjaan menjadi salah satu tantangan utama. Makanya, sangat penting melalui omnibus law tersebut mampu memperbaiki ekosistem ketenagakerjaan tanah air. Lebih fleksibel dan kondusif.
"Logikanya, kalau iklim investasi baik, maka industri dan dunia usaha umumnya diharapkan membaik. Banyak tenaga kerja terserap dan itu yang dibutuhkan saat ini," kata Yusuf.
Apalagi, di tengah kondisi pandemi virus korona (Covid-19) banyak industr terpukul. Tidak sedikit usaha yang bangkrut. Akibatnya, banyak terjadi PHK (putus hubungan kerja). Lapangan kerja akan terbuka bila ada kegiatan investasi yang kondusif. Terutama pada sektor riil yang menghasilkan barang dan jasa.
"Orang butuh kerja, kan harus ada yang dikerjakan. Mempersoalkan hak-hak pekerja itu penting, tapi kita mau bicara apa kalau tidak ada lapangan kerja?" imbuhnya.
Yusuf mengapresiasi omnibus law RUU Cipta Kerja memuat pengaturan hubungan pekerja dengan usaha kecil dan menengah berbasis kesepakatan kerja. Begitu pula, model pengupahan yang berbasis jam kerja ataupun berbasis harian. Sehingga lebih fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan perusahaan. Sehingga membentuk iklim ketenagakerjaan yang easy hiring dan easy firing.
Makanya, ketika RUU Cipta Kerja digagas untuk tujuan baik, maka bicarakan dan kawal dengan baik. "Coba kita lihat, bagaimana upaya pemerintah melalukan percepatan pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan? Apakah sudah berusaha menyediakan lapangan pekerjaan dengan cara menyederhanakan perizinan investasi, dan meminimalisir tumpang tindihnya regulasi? Kalau belum, artinya RUU ini lebih dari layak dipertimbangkan," urai Yusuf.
Sumber: JawaPos.com
Editor: Erizal