JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran (BP2MI), Benny Rhamdani mengaku bersyukur dan bahagia, saat pekerja migran Indonesia bernama Ety Toyyib Anwar bebas dari hukuman mati dan kembali ke tanah air.
"Alhamdulillah. Kita bersyukur Ibu Ety akhirnya bisa pulang ke tanah air," ujar Benny Rhamdani, saat menjemput Eti di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang Selatan, Senin (6/7/2020).
Benny Rhamdani mengatakan, bebasnya Eti adalah bukti dari kerja keras dan kerja kolaboratif antara pemerintah dan Ormas Islam Nahdlatul Ulama (NU).
"Beliau pulang dari hasil semangat gotong-royong," tandasnya.
Kisah Eti menurut Benny cukup menyakitkan dan menyedihkan, di mana Eti hanya bekerja 1,5 tahun tapi hidup di penjara selama 18 tahun. Untuk itulah kata Benny, bebasnya Eti adalah bukti hadirnya negara untuk membantu PMI dan WNI yang bermasalah di luar negeri.
"Ini bukti kerja luar bisa, disinilah kekompakan dan solidaritas sosial itu menjadi penting. Saya sangat berterima kasih khususya kepada warga NU yang bersedia mengumpulkan sumbangan begitu besar auntuk membebaskan ibu Eti ini," tukasnya.
Ia juga berharap, apa yang dilakukan PBNU dan PKB, bisa menajdi inspirasi bagi ormas, LSM dan kelompok keagamaan.
"Kedua, tentu bebasnya Ibu Eti ini tak lepas juga dari keberhasilan diplomasi politik yang dilakukan Kemenlu dengan Pemerintahan Malaysia. Kerja keras pemerintah harus kita apresiasi," tandasnya.
Dan yang ketiga kata dia, BP2MI dan Kemenaker bersama Pimpinan MPR RI, menjemput langsung Eti Toyyib Anwar sebagai bukti negara benar-benar hadir.
"Selain BP2MI dan Menaker Ida Fauziyah, tadi juga hadir dari Komisi IX DPR RI dan pak Wakil Ketua MPR Pak Jazilul Fawaid, ini bukti kerja kolaboraktif, kekompakan instrumen Kenegaraan. Saat ini kita tidak boleh bicara ego sektoral, kita harus bicara merah putih, NKRI dan Indonesia," tandasnya.
"Mudah-mudahan kasus Ibu Eti ini jadi kasus yang terakhir. Meskipun Ibu Eti tadi cerita, masih ada banyak WNI kita yang bermasalah di luar negeri. Mudah-mudahan kita dengan semangat kerja kolaboratif bisa kembali membebaskan para PMI dari masalah-masalah yang sedang dihadapi," pungkasnya.
Untuk diketahui, Eti Toyib Anwar divonis hukuman mati qishash berdasarkan Putusan Pengadilan Umum Thaif No. 75/17/8 tanggal 22/04/1424H (23/06/2003M) yang telah disahkan oleh Mahkamah Banding dengan nomor 307/Kho/2/1 tanggal 17/07/1428 dan telah disetujui oleh Mahkamah Agung dengan No: 1938/4 tanggal 2/12/1429 H karena membunuh majikannya warga negara Arab Saudi, Faisal bin Said Abdullah Al Ghamdi dengan cara diberi racun.
Tiga bulan setelah Faisal Bin Said Abdullah Al Ghamdi meninggal dunia, seorang WNI bernama EMA atau Aminah (pekerja rumah tangga di rumah sang majikan) memberikan keterangan bahwa Eti Toyib telah membunuh majikan dengan cara meracun.
Pembicaraan tersebut direkam oleh seorang keluarga majikan. Rekaman tersebut diperdengarkan oleh penyidik saat menginterogasi Eti Toyib Anwar pada tanggal 16/1/2002 malam silam, yang mengakibatkan adanya pengakuan Eti Toyib bahwa yang bersangkutan telah membunuh majikan.
Dalam proses pembebasannya, Pemerintah Indonesia dengan dukungan berbagai pihak akhirnya membebaskan Eti dari hukuman mati dengan patungan membayar uang denda sebesar Rp15,2 miliar. Kasus Eti terjadi sejak 2001 dan ia pun sudah menjalani masa penahanan selama 19 tahun.
Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: Eko Faizin