Jumat, 20 September 2024

Kematian Rendah Bukan karena Omicron Ringan, tapi Berkat Vaksin

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Gelombang kasus Covid-19 varian Omicron dan Delta dalah dua hal yang berbeda berbeda. Meski kasus Covid-19 melonjak hingga 33 ribu sehari pada Sabtu (5/2), namun angka kematian tetap rendah.

Lantas, apakah ini menjadi bukti bahwa Omicron memang lebih ringan gejalanya dibanding Delta? Mengapa di saat kasus aktif sudah hampir mencapai 140 ribu orang pada Sabtu (5/2) kemarin, namun kapasitas RS masih memadai? Apakah karena Omicron bergejala ringan?

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman membantah hal itu. Ia menegaskan Omicron adalah Variant Of Concern (VOC) dan bukan varian yang ringan. Terbukti di berbagai belahan dunia lain masih ada kematian akibat Omicron.

“Kenapa BOR (bed occupancy rate, Red) tetap terkendali di saat kasus aktif sudah 100 ribuan? BOR cenderung masih stabil saat gelombang Omicron, berbeda dengan Delta. Sekali lagi, ini bukan karena varian Omicron lemah atau ringan, tetapi karena imunitas masyarakat sudah vaksin. Kita jangan tunggu BOR sampai tinggi. Kasus aktif itu banyak sekali, tak bisa dihindari,” kata Dicky kepada JawaPos.com, Ahad (6/2).

- Advertisement -

Makanya, Dicky meminta pemerintah dan masyarakat untuk mempercepat akselerasi vaksin booster. Terutama pada lansia dan komorbid. Selain itu, segera melengkapi vaksin pada anak hingga 2 dosis.

Baca Juga:  SBY: Semoga Pak Habibie Hidup Tenang di Sisi Allah

“Itu karena mereka dominan menjadi penghuni dari RS itu,” tegas

- Advertisement -

Sementara itu, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan hal ini dapat terlihat dari kondisi pasien yang dirawat di rumah sakit secara nasional masih sangat rendah. Rata-rata pasien yang dirawat di rumah sakit saat ini juga tidak bergejala dan gejala ringan.

“Dari data yang kita miliki, meski secara tren kenaikan kasus varian Omicron ini ada kemiripan dengan Delta, namun angka keterisian tempat tidur rumah sakit jauh lebih landai,” ujar Nadia.

Nadia menyampaikan bahwa pemerintah mengimbau masyarakat yang positif Covid-19 namun tidak bergejala ataupun bergejala ringan tidak perlu ke rumah sakit. Cukup melakukan isolasi mandiri di rumah atau isolasi terpusat, serta memanfaatkan layanan telemedicine jika tersedia, atau melapor ke Puskesmas terdekat.

“Dengan demikian kita dapat mengurangi beban rumah sakit dan tenaga kesehatan, serta membantu menyelamatkan orang lain yang memiliki gejala sedang hingga kritis,” kata Nadia.

Secara nasional, tren perawatan pasien atau yang biasa disebut Bed Occupancy Ratio (BOR) di Indonesia masih berada pada ambang batas yang aman. Hingga hari ini, baru 20 persen (16.712) pasien yang dirawat dari 80.344 tempat tidur yang tersedia untuk penanganan Covid-19.

Baca Juga:  Penanganan Awal Cedera Tulang dan Sendi

Jumlah ketersedian tempat tidur perawatan khusus pasien Covid-19 pun masih bisa ditambahkan lebih banyak lagi apabila dibutuhkan, seperti halnya langkah yang dilakukan pemerintah tahun lalu.

Nadia juga menyampaikan bahwa cakupan vaksinasi yang cukup tinggi saat ini yang mencapai 89 persen untuk dosis pertama dan 62 persen untuk dosis kedua dinilai mampu mengurangi dampak kesakitan dan kematian dari infeksi Covid-19. Pihaknya masih perlu terus mendorong cakupan vaksinasi dosis lengkap yang lebih tinggi lagi untuk mencegah dampak lebih lanjut bagi kelompok rentan seperti lansia dan anak-anak.

Pemberian dosis ketiga (booster) juga sangat penting untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 lebih parah lagi,” tegas Nadia.

Masyarakat diimbau agar kembali sadar akan pentingnya disiplin menerapkan protokol kesehatan. Meski jumlah kasus meningkat dan keterisian rumah sakit dapat terkendali, namun menekan jumlah infeksi Covid-19 akan menjaga fasilitas layanan kesehatan tetap memadai.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Gelombang kasus Covid-19 varian Omicron dan Delta dalah dua hal yang berbeda berbeda. Meski kasus Covid-19 melonjak hingga 33 ribu sehari pada Sabtu (5/2), namun angka kematian tetap rendah.

Lantas, apakah ini menjadi bukti bahwa Omicron memang lebih ringan gejalanya dibanding Delta? Mengapa di saat kasus aktif sudah hampir mencapai 140 ribu orang pada Sabtu (5/2) kemarin, namun kapasitas RS masih memadai? Apakah karena Omicron bergejala ringan?

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman membantah hal itu. Ia menegaskan Omicron adalah Variant Of Concern (VOC) dan bukan varian yang ringan. Terbukti di berbagai belahan dunia lain masih ada kematian akibat Omicron.

“Kenapa BOR (bed occupancy rate, Red) tetap terkendali di saat kasus aktif sudah 100 ribuan? BOR cenderung masih stabil saat gelombang Omicron, berbeda dengan Delta. Sekali lagi, ini bukan karena varian Omicron lemah atau ringan, tetapi karena imunitas masyarakat sudah vaksin. Kita jangan tunggu BOR sampai tinggi. Kasus aktif itu banyak sekali, tak bisa dihindari,” kata Dicky kepada JawaPos.com, Ahad (6/2).

Makanya, Dicky meminta pemerintah dan masyarakat untuk mempercepat akselerasi vaksin booster. Terutama pada lansia dan komorbid. Selain itu, segera melengkapi vaksin pada anak hingga 2 dosis.

Baca Juga:  Artis Aima Diaz hanya Beli BMW Rp5 Juta dari Wawan

“Itu karena mereka dominan menjadi penghuni dari RS itu,” tegas

Sementara itu, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan hal ini dapat terlihat dari kondisi pasien yang dirawat di rumah sakit secara nasional masih sangat rendah. Rata-rata pasien yang dirawat di rumah sakit saat ini juga tidak bergejala dan gejala ringan.

“Dari data yang kita miliki, meski secara tren kenaikan kasus varian Omicron ini ada kemiripan dengan Delta, namun angka keterisian tempat tidur rumah sakit jauh lebih landai,” ujar Nadia.

Nadia menyampaikan bahwa pemerintah mengimbau masyarakat yang positif Covid-19 namun tidak bergejala ataupun bergejala ringan tidak perlu ke rumah sakit. Cukup melakukan isolasi mandiri di rumah atau isolasi terpusat, serta memanfaatkan layanan telemedicine jika tersedia, atau melapor ke Puskesmas terdekat.

“Dengan demikian kita dapat mengurangi beban rumah sakit dan tenaga kesehatan, serta membantu menyelamatkan orang lain yang memiliki gejala sedang hingga kritis,” kata Nadia.

Secara nasional, tren perawatan pasien atau yang biasa disebut Bed Occupancy Ratio (BOR) di Indonesia masih berada pada ambang batas yang aman. Hingga hari ini, baru 20 persen (16.712) pasien yang dirawat dari 80.344 tempat tidur yang tersedia untuk penanganan Covid-19.

Baca Juga:  Kemenag Pangkas Uang Saku Jamaah Haji, Pengamat: Sangat Disayangkan

Jumlah ketersedian tempat tidur perawatan khusus pasien Covid-19 pun masih bisa ditambahkan lebih banyak lagi apabila dibutuhkan, seperti halnya langkah yang dilakukan pemerintah tahun lalu.

Nadia juga menyampaikan bahwa cakupan vaksinasi yang cukup tinggi saat ini yang mencapai 89 persen untuk dosis pertama dan 62 persen untuk dosis kedua dinilai mampu mengurangi dampak kesakitan dan kematian dari infeksi Covid-19. Pihaknya masih perlu terus mendorong cakupan vaksinasi dosis lengkap yang lebih tinggi lagi untuk mencegah dampak lebih lanjut bagi kelompok rentan seperti lansia dan anak-anak.

Pemberian dosis ketiga (booster) juga sangat penting untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 lebih parah lagi,” tegas Nadia.

Masyarakat diimbau agar kembali sadar akan pentingnya disiplin menerapkan protokol kesehatan. Meski jumlah kasus meningkat dan keterisian rumah sakit dapat terkendali, namun menekan jumlah infeksi Covid-19 akan menjaga fasilitas layanan kesehatan tetap memadai.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari