Jumat, 22 November 2024
spot_img

“Ekspor” Indonesia Tersebar dari Azerbaijan sampai Guatemala

JAKARTA, (RIAUPOS.CO) – ADA Flandy Limpele di balik keberhasilan Aaron Chia/Soh Wooi Yik merebut perunggu ganda putra. Ada Muamar Qadafi di belakang kejutan Kevin Cordon menembus semifinal tunggal putra. Di ajang badminton Olimpiade Tokyo 2020, daftar itu masih bisa diperpanjang di deretan pemain. Ada Setyana Mapasa yang menjadi andalan Australia di ganda putri berpasangan dengan Gronya Somerville. Juga Ade Resky Dwicahyo yang mewakili Azerbaijan di tunggal putra.

Ini baru yang tampil di pentas Olimpiade. Di luar peserta ajang empat tahunan itu, masih sangat banyak pemain dan pelatih Indonesia yang berkiprah di semua benua. Mulai benua yang sangat akrab dengan bulutangkis seperti Asia dan Eropa hingga yang terbilang masih asing dengan olahraga tepuk bulu itu seperti Amerika dan Afrika.

"Banyak, Mas. Ada beberapa teman Indonesia yang melatih di sana," kata Qadafi ketika ditanya Jawa Pos (JPG) tentang kiprah pelatih dan pemain Indonesia di Amerika Tengah dan Selatan.

Di antara yang banyak itu ada Deariska Putri Medita, alumnus PB Djarum, yang melatih di Peru bersama sang suami. Ada pula Tedy Supriyadi, jebolan PB Djarum juga, yang menjadi sparring partner timnas Kanada di Olimpiade 2020. Bisa dibilang kalau Brazil adalah pengekspor pemain dan pelatih sepakbola terbesar di dunia, untuk bulutangkis status itu dipegang Indonesia. Dengan kalimat lain, Indonesia memegang peran penting dalam persebaran badminton di penjuru bumi.  

Dan, menurut Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation Yoppy Rosimin, itu lumrah terjadi. Sebab, persaingan di dalam negeri sangat ketat.

"Mereka kan juga perlu pekerjaan. Dengan keahlian bulutangkis itu, banyak tawaran yang datang dari negara yang bulutangkisnya kurang maju," kata Yoppy kepada JPG.

Baca Juga:  Pegawai Diminta Tak Tambah Hari Libur

Yoppy mengungkapkan, pihaknya sering dimintai rekomendasi pemain atau pelatih yang ingin berkarier ke luar negeri. Selain ekspor, ada yang datang ke Indonesia untuk menimba ilmu. Misalnya, untuk sparring partner. Pihaknya hanya bergerak sebagai fasilitator.  "Kalau ada tawaran, kemudian pelatih itu cocok, kami hanya menjembatani mereka. Awalnya biasanya sparring partner, kemudian asisten pelatih. Setelah tahu kualitasnya, bisa diangkat jadi pelatih," lanjut Yoppy.

Mulyo Handoyo yang kini berkiprah di Singapura membenarkan bahwa persaingan di Idonesia sebagai salah satu raksasa bulutangkis dunia sangat ketat. Banyak pemain yang sebenarnya berkualitas, tapi tidak mendapat tempat. Begitu juga pelatih.

"Bermain atau melatih di luar negeri adalah salah satu jalan keluar," kata pelatih yang membawa Taufik Hidayat merebut emas tunggal putra Olimpiade Athena 2004 itu.

Rionny Mainaky yang saat ini menjabat sebagai Kabidbinpres PP PBSI juga pernah menjadi pelatih ganda putra Jepang. Di bawah asuhan Rionny, Jepang berhasil menempatkan dua pasangan dalam 10 besar dunia. Pada 2019, dia kembali ke Indonesia dan menjadi pelatih tunggal putri.

Kakaknya, Rexy Mainaky, juga punya karier mentereng di luar negeri. Perebut emas ganda putra Olimpiade Atlanta 1996 bersama Ricky Subagja itu pernah melatih Inggris pada 2001–2005. Di bawah asuhannya, Inggris bisa meraih perak pada Olimpiade Athena 2004 melalui Nathan Robertson/Gail Emms.

Kemudian, dia pindah ke Malaysia pada 2005–2011. Berlanjut ke Filipina. Sempat pulang dan menjabat sebagai Kabidbinpres PP PBSI 2012–2016, Rexy beralih ke Thailand sampai sekarang. Menurut dia, yang paling sulit ketika pindah negara dalam melatih adalah soal adaptasi kultur setempat. Terutama soal bahasa, apalagi di negara-negara yang tidak akrab dengan bahasa Inggris. Misalnya, yang dialaminya di Thailand.

Baca Juga:  Presiden Terima 3 Nama Bakal Calon Hakim MK

"Kalau salah sebut atau beda intonasi, sudah beda. Usia segini susah juga kalau belajar lagi," kata adik pelatih ganda campuran Richard Mainaky tersebut.

Agus Dwi Santoso yang pernah melatih di Korea Selatan dan kini menangani tunggal putra India senada dengan Rexy. Dibutuhkan setidaknya 2–3 bulan untuk adaptasi.

"Saya yang harus aktif, mencatat kata-kata dengan bahasa Inggris yang simpel dan mudah dimengerti. Untungnya bahasa bulutangkis itu universal," kata Agus.

Bulutangkis di Olimpiade 2020 juga diramaikan dua pemain keturunan Indonesia, Lianne Tan (Belgia) dan Ng Ka Long Angus (Hongkong). Pelatih Lianne juga berasal dari Indonesia, Bagus Ade Candra. Sedangkan mereka yang asal Indonesia, tapi kemudian membela negara lain, kata Yoppy, biasanya berstatus pemain residen. Biasanya mereka minta rekomendasi dari federasi untuk membela negara tertentu. Tapi, statusnya tetap WNI (warga negara Indonesia).

"Cuma, biasanya pemain itu sudah lama menetap di negara sana, bisa jadi menikah dengan orang sana, akhirnya pindah kewarganegaraan," ujarnya.

Keinginan kembali ke Tanah Air tentu saja masih menggelora. Qadafi yang habis kontraknya dengan Guatemala memilih pulang kampung dulu. Mulyo juga mengaku siap kapan saja diperlukan. "Tergantung PBSI," katanya.

Demikian pula Agus yang tercatat pernah melatih pelatnas pada 1997–2003 dan 2010–2013. "Tapi, kalau di dalam negeri itu adalah pengabdian, bukan soal gaji. Kalau di luar negeri itu tergantung standar kita ngasih harga berapa," ujarnya. (*/c19/ttg/jpg)

 

JAKARTA, (RIAUPOS.CO) – ADA Flandy Limpele di balik keberhasilan Aaron Chia/Soh Wooi Yik merebut perunggu ganda putra. Ada Muamar Qadafi di belakang kejutan Kevin Cordon menembus semifinal tunggal putra. Di ajang badminton Olimpiade Tokyo 2020, daftar itu masih bisa diperpanjang di deretan pemain. Ada Setyana Mapasa yang menjadi andalan Australia di ganda putri berpasangan dengan Gronya Somerville. Juga Ade Resky Dwicahyo yang mewakili Azerbaijan di tunggal putra.

Ini baru yang tampil di pentas Olimpiade. Di luar peserta ajang empat tahunan itu, masih sangat banyak pemain dan pelatih Indonesia yang berkiprah di semua benua. Mulai benua yang sangat akrab dengan bulutangkis seperti Asia dan Eropa hingga yang terbilang masih asing dengan olahraga tepuk bulu itu seperti Amerika dan Afrika.

- Advertisement -

"Banyak, Mas. Ada beberapa teman Indonesia yang melatih di sana," kata Qadafi ketika ditanya Jawa Pos (JPG) tentang kiprah pelatih dan pemain Indonesia di Amerika Tengah dan Selatan.

Di antara yang banyak itu ada Deariska Putri Medita, alumnus PB Djarum, yang melatih di Peru bersama sang suami. Ada pula Tedy Supriyadi, jebolan PB Djarum juga, yang menjadi sparring partner timnas Kanada di Olimpiade 2020. Bisa dibilang kalau Brazil adalah pengekspor pemain dan pelatih sepakbola terbesar di dunia, untuk bulutangkis status itu dipegang Indonesia. Dengan kalimat lain, Indonesia memegang peran penting dalam persebaran badminton di penjuru bumi.  

- Advertisement -

Dan, menurut Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation Yoppy Rosimin, itu lumrah terjadi. Sebab, persaingan di dalam negeri sangat ketat.

"Mereka kan juga perlu pekerjaan. Dengan keahlian bulutangkis itu, banyak tawaran yang datang dari negara yang bulutangkisnya kurang maju," kata Yoppy kepada JPG.

Baca Juga:  Baim Wong Sudah Pengin Punya Anak Lagi

Yoppy mengungkapkan, pihaknya sering dimintai rekomendasi pemain atau pelatih yang ingin berkarier ke luar negeri. Selain ekspor, ada yang datang ke Indonesia untuk menimba ilmu. Misalnya, untuk sparring partner. Pihaknya hanya bergerak sebagai fasilitator.  "Kalau ada tawaran, kemudian pelatih itu cocok, kami hanya menjembatani mereka. Awalnya biasanya sparring partner, kemudian asisten pelatih. Setelah tahu kualitasnya, bisa diangkat jadi pelatih," lanjut Yoppy.

Mulyo Handoyo yang kini berkiprah di Singapura membenarkan bahwa persaingan di Idonesia sebagai salah satu raksasa bulutangkis dunia sangat ketat. Banyak pemain yang sebenarnya berkualitas, tapi tidak mendapat tempat. Begitu juga pelatih.

"Bermain atau melatih di luar negeri adalah salah satu jalan keluar," kata pelatih yang membawa Taufik Hidayat merebut emas tunggal putra Olimpiade Athena 2004 itu.

Rionny Mainaky yang saat ini menjabat sebagai Kabidbinpres PP PBSI juga pernah menjadi pelatih ganda putra Jepang. Di bawah asuhan Rionny, Jepang berhasil menempatkan dua pasangan dalam 10 besar dunia. Pada 2019, dia kembali ke Indonesia dan menjadi pelatih tunggal putri.

Kakaknya, Rexy Mainaky, juga punya karier mentereng di luar negeri. Perebut emas ganda putra Olimpiade Atlanta 1996 bersama Ricky Subagja itu pernah melatih Inggris pada 2001–2005. Di bawah asuhannya, Inggris bisa meraih perak pada Olimpiade Athena 2004 melalui Nathan Robertson/Gail Emms.

Kemudian, dia pindah ke Malaysia pada 2005–2011. Berlanjut ke Filipina. Sempat pulang dan menjabat sebagai Kabidbinpres PP PBSI 2012–2016, Rexy beralih ke Thailand sampai sekarang. Menurut dia, yang paling sulit ketika pindah negara dalam melatih adalah soal adaptasi kultur setempat. Terutama soal bahasa, apalagi di negara-negara yang tidak akrab dengan bahasa Inggris. Misalnya, yang dialaminya di Thailand.

Baca Juga:  Duterte Akan Berlakukan Hukuman Mati untuk Penjahat Narkoba

"Kalau salah sebut atau beda intonasi, sudah beda. Usia segini susah juga kalau belajar lagi," kata adik pelatih ganda campuran Richard Mainaky tersebut.

Agus Dwi Santoso yang pernah melatih di Korea Selatan dan kini menangani tunggal putra India senada dengan Rexy. Dibutuhkan setidaknya 2–3 bulan untuk adaptasi.

"Saya yang harus aktif, mencatat kata-kata dengan bahasa Inggris yang simpel dan mudah dimengerti. Untungnya bahasa bulutangkis itu universal," kata Agus.

Bulutangkis di Olimpiade 2020 juga diramaikan dua pemain keturunan Indonesia, Lianne Tan (Belgia) dan Ng Ka Long Angus (Hongkong). Pelatih Lianne juga berasal dari Indonesia, Bagus Ade Candra. Sedangkan mereka yang asal Indonesia, tapi kemudian membela negara lain, kata Yoppy, biasanya berstatus pemain residen. Biasanya mereka minta rekomendasi dari federasi untuk membela negara tertentu. Tapi, statusnya tetap WNI (warga negara Indonesia).

"Cuma, biasanya pemain itu sudah lama menetap di negara sana, bisa jadi menikah dengan orang sana, akhirnya pindah kewarganegaraan," ujarnya.

Keinginan kembali ke Tanah Air tentu saja masih menggelora. Qadafi yang habis kontraknya dengan Guatemala memilih pulang kampung dulu. Mulyo juga mengaku siap kapan saja diperlukan. "Tergantung PBSI," katanya.

Demikian pula Agus yang tercatat pernah melatih pelatnas pada 1997–2003 dan 2010–2013. "Tapi, kalau di dalam negeri itu adalah pengabdian, bukan soal gaji. Kalau di luar negeri itu tergantung standar kita ngasih harga berapa," ujarnya. (*/c19/ttg/jpg)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari