JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Jumat (2/8), bom kecil-kecil bertebaran di Bangkok, Thailand. Itu bukan kali pertama. Sejak ISIS runtuh, negara-negara Asia Tenggara harus bersiap dirongrong para pemberontak di dalam negeri dan anggota ISIS yang kembali.
KACA di dekat stasiun Bangkok Mass Transit System (BTS) Chong Nonsi itu masih retak. Belum ada perbaikan, Sabtu (3/8). Kaca tersebut menjadi saksi serangkaian serangan bom pingpong yang terjadi sehari sebelumnya. Disebut bom pingpong karena ukuran dan daya ledaknya yang kecil.
Serangan itu mungkin kecil. Tak ada korban jiwa, hanya 4 orang luka tak parah. Tapi, momentumnya pas. Yaitu, saat Bangkok menjadi tuan rumah KTT ASEAN. Rasanya seperti tercoreng dua kali. Sebab, pada 2009 KTT ASEAN di Pattaya, Thailand, juga tak berjalan mulus.
Saat itu demonstran kaus merah yang menginginkan pemilu menyerbu lokasi konferensi. Mereka adalah massa yang menentang mantan Perdana Menteri (PM) Thaksin Shinawatra. Kerusuhan terjadi dan sejumlah pemimpin negara harus diselamatkan dari hotel. Mereka dijemput helikopter militer di atas hotel.
Beruntung, serangan kali ini tidak separah satu dekade lalu. Kepala Polisi Nasional Thailand Chakthip Chaijinda memastikan situasi terkendali. KTT ASEAN tetap berjalan sesuai jadwal. Polisi juga masih memburu para pelakunya.
Versi polisi, pelakunya adalah pemberontak di wilayah selatan. Mereka adalah kelompok pemberontak yang juga melakukan serangan di tujuh lokasi pada Agustus 2016. Kelompok tersebut ingin memperluas operasi serangan. Diyakini bahwa mereka didukung politisi dan kelompok lainnya.
"Meski kelompoknya sama, kali ini mereka menggunakan anggota baru yang tidak punya rekam jejak tindak kriminal untuk menyerang Bangkok," ujar Chakthip seperti dikutip Bangkok Post.
Polisi memastikan situasi sudah dapat diawasi. Wakil Kepala Polisi Chaiwat Kateworachai memimpin penyelidikan. Chaiwat juga memimpin investigasi serangan bom di Kuil Erawan pada Agustus 2015.
Berapa orang yang terlibat pengeboman itu belum diketahui. Tapi, ditengarai mereka sudah menyisir lokasi jauh hari sebelum memasang bom. Pakar penjinak bom mengungkapkan bahwa yang meledak di Bangkok adalah bom rakitan yang dilengkapi pengatur waktu. Jenisnya memang sama persis dengan yang dipakai pada serangan 2016.
Serangan di Bangkok dan berbagai lokasi lain di Thailand rata-rata dilakukan kelompok pemberontak wilayah selatan yang didominasi penduduk muslim. Belum diketahui apakah mereka ditunggangi ISIS atau tidak.
Channel News Asia mengungkapkan bahwa sekitar seribu penduduk Asia Tenggara bergabung dengan kelompok ISIS. Ketika ISIS di Iraq dan Syria bisa dikalahkan, mereka pulang kampung. Para pakar menyatakan bahwa ancaman teror terbesar saat ini adalah para anggota ISIS yang pulang itu.
"Jika Anda melihat kejatuhan ISIS dan berkata bahwa kita akan memasuki periode waktu yang damai, Anda salah," ujar analis antiterorisme di International Islamic University Malaysia Ahmad El-Muhammady.
Itu jelas bukan isapan jempol belaka. Marawi, Filipina, buktinya. Kelompok Abu Sayyaf dan Maute yang menyatakan diri setia kepada ISIS berusaha mengambil alih kota tersebut pada 2017. Saat itu kekuasaan ISIS di Syria dan Iraq sudah hampir runtuh. Mereka ingin membuat kekhalifahan baru di Marawi sebelum akhirnya dipukul mundur oleh pasukan Filipina. Dalam peperangan selama lima bulan itu, para pendukung ISIS dari Asia Tenggara berdatangan. Termasuk dari Indonesia dan Malaysia.
Ahmad menegaskan bahwa simpatisan ISIS yang pulang itu justru menjadi bom waktu. Mereka tidak terdeteksi radar pemerintah dan bisa menyerang kapan saja. Biasanya mereka bergabung dengan kelompok-kelompok lokal di negara masing-masing. ISIS saat ini hanya mengalami fase hibernasi. Suatu saat mereka akan bangkit dan muncul lagi.
Tahun lalu pemerintah Malaysia menangkap lebih dari 80 militan dan menggagalkan empat rencana serangan. Dalam Laporan Penilaian Ancaman Terorisme Singapura 2019, Kementerian Dalam Negeri mengungkapkan bahwa gelombang kepulangan mantan kombatan ISIS secara besar-besaran memang belum terlihat saat ini. Tapi, ancaman mereka bisa terus tumbuh.
Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi