“Kan ada aturan dari Kepala Badan Kepegawaian Nasional (BKN) tentang kewenangan dari Plh dan Plt dalam aspek kepegawaian. Salahsatunya mengenai tidak diberikannya tunjangan jabatan struktural. Ini harus dipelajari agar tidak menyalahi aturan,” demikian diingatkan Jefri Antoni saat berbincang dengan wartawan di Telukkuantan, Ahad (3/11/2019).
Diketahui, Kepala BKN, Bima Haria Wibisana mengeluarkan surat edaran (SE) nomor 2/SE/VII/2019 tanggal 30 Juli 2019 tentang kewenangan pelaksana harian dan pelaksana tugas dalam aspek kepegawaian. Maksud dan tujuan diterbitkannya SE ini sebagai pedoman bagi instansi pemerintah dalam melakukan penunjukan Plh dan Plt sehingga proses kerja dapat tetap berjalan efektif meskipun pejabat definitif berhalangan sekaligus menentukan batas kewenangan Plh dan Plt.
Lalu, berkenaan dengan kewenangan Plh dan Plt, mengacu ke pasal 14 ayat (1), ayat (2), dan ayat (7) Undang-Undang Nomor 30Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan antara lain ditentukan bahwa badan atau pejabat pemerintahan memperoleh mandat, apabila, pertama ditugaskan oleh badan dan atau pejabat pemerintahan diatasnya dan kedua merupakan pelaksanaan tugas rutin. Plh merupakan pejabat yang melaksanakan tugas rutin pejabat definitif yang berhalangan sementara. Sedangkan Plt, itu pejabat yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap.
Yang dimaksud dengan “perubahan status hukum kepegawaian” adalah melakukan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai. Dalam pasal 67 dan pasal 107 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun2017 tentang manajemen PNS antara lain ditentukan, bahwa pejabat fungsional berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada pejabat pimpinan tinggi pratama, pejabat administrator, atau pejabat pengawas yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan fungsional.
Jabatan Tinggi Pratama (JTP) madya atau JTP jenjang ahli utama dapat mengisi Jabatan Fungsional (JF) utama sepanjang memenuhi persyaratan. JTP pratama atau JF jenjang ahli utama dapat mengisi JTP madya sepanjang memenuhi persyaratan. Lalu, administrator atau JF jenjang ahli madya dapat mengisi JPT pratama sepanjang memenuhi persyaratan.
Sehubungan dengan hal tersebut, apabila terdapat pejabat yang tidak dapat melaksanakan tugas atau terdapat kekosongan pejabat karena berhalangan sementara atau berhalangan tetap, dan untuk tetap menjamin kelancaran pelaksanaan tugas, maka pejabat pemerintah diatasnya agar menunjuk pejabat lain dilingkungannya sebagai Plh atau Plt.
Nah, penunjukan ASN sebagai Plh dan Plt tidak perlu ditetapkan dengan keputusan melainkan cukup dengan surat perintah dari pejabat pemerintahan lebih tinggi yang memberikan mandat. Sementara, Plh dan Plt bukan jabatan definitif. Oleh karena itu, ASN yang diperintahkan sebagai Plh dan Plt tidak diberikan tunjangan jabatan struktural sehingga dalam surat perintah tidak dicantumkan besaran tunjangan jabatan.
Pengangkatan sebagai Plh dan Plt tidak boleh menyebabkan yang bersangkutan dibebaskan dari jabatan definitifnya dan tunjangan jabatannya tetap dibayarkan sesuai dengan jabatan definitifnya. Selanjutnya, ASN atau PNS yang ditunjuk sebagai Plt melaksanakan tugasnya untuk paling lama tiga bulan dan dapat diperpanjang paling lama tiga bulan.
“Jadi, aturan ini harus dipahami. Karena tunjangan yang selama ini diterima oleh pejabat yang menerima tunjangan Plt atau Plh bisa berdampak hukum. SE ini sepertinya menegaskan Plt tidak boleh lama-lama. Ini sangat tepat, karena Plt di Kuansing sudah ada yang dua tahun. Dan bagi Plt sendiri bisa beresiko nantinya, karena bisa dininta mengembalikan tunjangan,” diingatkan Jefri Antoni.