Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Ahok Tegaskan Belum Ada Wacana Harga Pertalite Naik

(RIAUPOS.CO) – Wacana kenaikan harga pertalite dan elpiji 3 kg sempat dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Meski begitu, PT Pertamina (Persero) menegaskan bahwa rencana kenaikan tersebut belum ada.

"Belum ada (wacana kenaikan pertalite dan elpiji 3 kg, red)," tegas Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kepada JPG kemarin (2/4).

Belum jelasnya kapan kenaikan susulan itu tentu membuat masyarakat bertanya-tanya. Sebab, belum usai kenaikan harga pertamax, tarif PPN, kemudian menyusul kenaikan-kenaikan lainnya.

Pengamat energi Komaidi Notonegoro memandang, pemerintah harus ekstrahati-hati dalam mengambil keputusan kenaikan harga. Jangan dilakukan serta-merta dalam waktu yang berdekatan.

’’Momentumnya harus diatur. Kan pertamax sudah naik, alangkah baiknya dilihat lagi kondisi dan ekonomi masyarakat seperti apa,’’ jelasnya kepada Jawa Pos kemarin.

Komaidi memaparkan, fakta di lapangan menunjukkan bahwa harga minyak dunia maupun minyak mentah Indonesia atau Indonesian crude price (ICP) meningkat tinggi. Namun, pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai variabel lain. Bukan semata-mata harga minyak dunia saja.

’’Tentu pemerintah harus bijaksana melihat kondisi dan membuat keputusan,’’ imbuhnya.

Terkait mekanisme, Komaidi menjelaskan, ada perbedaan antara penetapan harga pertalite dan elpiji 3 kg. Untuk pertalite, penentuan harga merupakan kombinasi antara pemerintah dan Pertamina sebagai badan usaha. Sebab, pertalite sudah ditetapkan sebagai BBM penugasan. ’’Penugasan dan subsidi itu berbeda,’’ tambahnya.

Baca Juga:  Dukung Evaluasi Anak Perusahaan BUMN

Sebagai BBM penugasan, kewenangan pemerintah hanya ada pada kontrol volume BBM tersebut. Mekanisme penetapan harganya diawali oleh Pertamina sebagai badan usaha mengusulkan harga tertentu. Kemudian, pemerintah bisa menyetujuinya atau tidak. Faktor yang memengaruhi penentuan harga itu mencakup banyak hal. Antara lain, ekonomi masyarakat, kemampuan APBN, hingga kondisi keuangan Pertamina.

Sementara itu, untuk elpiji 3 kg, kewenangan penetapan harga murni ada pada pemerintah. Sebab, elpiji yang biasa disebut melon itu merupakan komponen subsidi. Faktanya, pemerintah memang berencana mengubah skema pemberian subsidi elpiji 3 kg, dari subsidi terbuka menjadi tertutup. Saat ini subsidi yang diberikan bersifat terbuka.

Artinya, subsidi diberikan berbasis pada harga komoditas atau tabung elpiji menjadi subsidi langsung ke masyarakat miskin dan rentan miskin. Karena subsidi elpiji 3 kg bersifat terbuka, seluruh golongan masyarakat bisa mengakses komoditas bersubsidi itu. Termasuk masyarakat menengah ke atas yang semestinya tidak berhak mendapat subsidi.

Dengan perubahan skema dari subsidi terbuka menjadi subsidi tertutup, otomatis harga akan terkerek naik. Melalui skema subsidi tertutup, pemerintah memberikan subsidi sebagai kompensasi. Bentuknya bisa berupa uang tunai atau bantuan sosial (bansos) kepada penerima manfaat sesuai data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) Kementerian Sosial.

Baca Juga:  Waduhhh...Juru Masak Mogok, Pasien Rumah Sakit Kelaparan

Komaidi melanjutkan, jika perubahan skema subsidi dilakukan untuk meminimalkan penyalahgunaan dari masyarakat menengah ke atas yang kerap membeli elpiji melon, hal itu kurang tepat.

’’Kalau tujuannya itu, instrumennya bukan dengan menaikkan harga. Jadi, memang seharusnya membuat subsidi tertutup. Artinya, subsidinya bukan barang, melainkan bisa uang maupun kartu berupa bantuan langsung tunai (BLT). Memang subsidi tertutup lebih baik, tapi bisa dievaluasi lagi ke depan. Basis data para penerima subsidi juga harus kuat,’’ tuturnya.

Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menilai, perubahan skema subsidi elpiji 3 kg dinilai sulit diterapkan tahun ini. Berbagai proyek percontohan telah dilakukan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Namun, implementasinya belum terlaksana. Menurut Said, masyarakat sudah terbiasa dengan subsidi terbuka atau subsidi pada komoditas selama belasan tahun.

’’Sangat berat karena sudah hampir 14 tahun kita terbiasa dengan subsidi terbuka,’’ jelasnya. Namun, perubahan skema subsidi perlu dilakukan agar masyarakat benar-benar merasakan manfaatnya. Said menyebut penyempurnaan DTKS memiliki peran penting dalam implementasi subsidi tertutup.

 

(RIAUPOS.CO) – Wacana kenaikan harga pertalite dan elpiji 3 kg sempat dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Meski begitu, PT Pertamina (Persero) menegaskan bahwa rencana kenaikan tersebut belum ada.

"Belum ada (wacana kenaikan pertalite dan elpiji 3 kg, red)," tegas Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kepada JPG kemarin (2/4).

- Advertisement -

Belum jelasnya kapan kenaikan susulan itu tentu membuat masyarakat bertanya-tanya. Sebab, belum usai kenaikan harga pertamax, tarif PPN, kemudian menyusul kenaikan-kenaikan lainnya.

Pengamat energi Komaidi Notonegoro memandang, pemerintah harus ekstrahati-hati dalam mengambil keputusan kenaikan harga. Jangan dilakukan serta-merta dalam waktu yang berdekatan.

- Advertisement -

’’Momentumnya harus diatur. Kan pertamax sudah naik, alangkah baiknya dilihat lagi kondisi dan ekonomi masyarakat seperti apa,’’ jelasnya kepada Jawa Pos kemarin.

Komaidi memaparkan, fakta di lapangan menunjukkan bahwa harga minyak dunia maupun minyak mentah Indonesia atau Indonesian crude price (ICP) meningkat tinggi. Namun, pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai variabel lain. Bukan semata-mata harga minyak dunia saja.

’’Tentu pemerintah harus bijaksana melihat kondisi dan membuat keputusan,’’ imbuhnya.

Terkait mekanisme, Komaidi menjelaskan, ada perbedaan antara penetapan harga pertalite dan elpiji 3 kg. Untuk pertalite, penentuan harga merupakan kombinasi antara pemerintah dan Pertamina sebagai badan usaha. Sebab, pertalite sudah ditetapkan sebagai BBM penugasan. ’’Penugasan dan subsidi itu berbeda,’’ tambahnya.

Baca Juga:  Bupati Dukung Pendirian Rumah Tahfiz Quran di Rohul

Sebagai BBM penugasan, kewenangan pemerintah hanya ada pada kontrol volume BBM tersebut. Mekanisme penetapan harganya diawali oleh Pertamina sebagai badan usaha mengusulkan harga tertentu. Kemudian, pemerintah bisa menyetujuinya atau tidak. Faktor yang memengaruhi penentuan harga itu mencakup banyak hal. Antara lain, ekonomi masyarakat, kemampuan APBN, hingga kondisi keuangan Pertamina.

Sementara itu, untuk elpiji 3 kg, kewenangan penetapan harga murni ada pada pemerintah. Sebab, elpiji yang biasa disebut melon itu merupakan komponen subsidi. Faktanya, pemerintah memang berencana mengubah skema pemberian subsidi elpiji 3 kg, dari subsidi terbuka menjadi tertutup. Saat ini subsidi yang diberikan bersifat terbuka.

Artinya, subsidi diberikan berbasis pada harga komoditas atau tabung elpiji menjadi subsidi langsung ke masyarakat miskin dan rentan miskin. Karena subsidi elpiji 3 kg bersifat terbuka, seluruh golongan masyarakat bisa mengakses komoditas bersubsidi itu. Termasuk masyarakat menengah ke atas yang semestinya tidak berhak mendapat subsidi.

Dengan perubahan skema dari subsidi terbuka menjadi subsidi tertutup, otomatis harga akan terkerek naik. Melalui skema subsidi tertutup, pemerintah memberikan subsidi sebagai kompensasi. Bentuknya bisa berupa uang tunai atau bantuan sosial (bansos) kepada penerima manfaat sesuai data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) Kementerian Sosial.

Baca Juga:  AS Bahas Konflik Israel-Palestina dengan Mesir, Arab Saudi, dan Qatar

Komaidi melanjutkan, jika perubahan skema subsidi dilakukan untuk meminimalkan penyalahgunaan dari masyarakat menengah ke atas yang kerap membeli elpiji melon, hal itu kurang tepat.

’’Kalau tujuannya itu, instrumennya bukan dengan menaikkan harga. Jadi, memang seharusnya membuat subsidi tertutup. Artinya, subsidinya bukan barang, melainkan bisa uang maupun kartu berupa bantuan langsung tunai (BLT). Memang subsidi tertutup lebih baik, tapi bisa dievaluasi lagi ke depan. Basis data para penerima subsidi juga harus kuat,’’ tuturnya.

Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menilai, perubahan skema subsidi elpiji 3 kg dinilai sulit diterapkan tahun ini. Berbagai proyek percontohan telah dilakukan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Namun, implementasinya belum terlaksana. Menurut Said, masyarakat sudah terbiasa dengan subsidi terbuka atau subsidi pada komoditas selama belasan tahun.

’’Sangat berat karena sudah hampir 14 tahun kita terbiasa dengan subsidi terbuka,’’ jelasnya. Namun, perubahan skema subsidi perlu dilakukan agar masyarakat benar-benar merasakan manfaatnya. Said menyebut penyempurnaan DTKS memiliki peran penting dalam implementasi subsidi tertutup.

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari