JAKARTA (RIAUPOS.CO) Penolakan terhadap rencana pemerintah menaikkan iuran asuransi kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terus berdatangan. Kali ini datang dari dua serikat buruh terbesar, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI).
Kemarin (30/9) Presiden KSPI Said Iqbal dan Presiden KSBSI Andi Ghani Nena Wea bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor. Ghani menuturkan, rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan perlu ditinjau ulang. Sebab, dengan kenaikan mencapai 100 persen, tanggungan hidup akan semakin berat. ”Sangat berpengaruh kepada buruh dan rakyat,” ujar dia saat memberikan keterangan pers.
Bagi buruh, kenaikan iuran tersebut akan sangat terasa karena harus menanggung semua anggota keluarga. Terlebih buruh yang hidup di daerah dengan upah minimum regional (UMR) rendah. Sebagaimana diketahui, masih ada daerah yang menetapkan UMR di bawah Rp 2 juta.
Said Iqbal menambahkan, besarnya porsi untuk iuran BPJS setiap bulan bisa berdampak pada penurunan daya beli buruh. Karena itu, dia berharap rencana tersebut dibatalkan. Setidaknya untuk kelas III. ”Untuk dipertimbangkan agar iuran kelas III tidak dinaikkan,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah berencana menaikkan iuran BPJS mulai tahun depan. Kelas I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu, kelas II Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu, dan kelas III Rp 25.500 menjadi Rp 52.000. Sementara itu, Joko Widodo mengaku akan menampung semua masukan. Termasuk untuk tidak menaikkan iuran BPJS kelas III. ”Kami pertimbangkan lah,” ujarnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman
JAKARTA (RIAUPOS.CO) Penolakan terhadap rencana pemerintah menaikkan iuran asuransi kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terus berdatangan. Kali ini datang dari dua serikat buruh terbesar, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI).
Kemarin (30/9) Presiden KSPI Said Iqbal dan Presiden KSBSI Andi Ghani Nena Wea bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor. Ghani menuturkan, rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan perlu ditinjau ulang. Sebab, dengan kenaikan mencapai 100 persen, tanggungan hidup akan semakin berat. ”Sangat berpengaruh kepada buruh dan rakyat,” ujar dia saat memberikan keterangan pers.
- Advertisement -
Bagi buruh, kenaikan iuran tersebut akan sangat terasa karena harus menanggung semua anggota keluarga. Terlebih buruh yang hidup di daerah dengan upah minimum regional (UMR) rendah. Sebagaimana diketahui, masih ada daerah yang menetapkan UMR di bawah Rp 2 juta.
Said Iqbal menambahkan, besarnya porsi untuk iuran BPJS setiap bulan bisa berdampak pada penurunan daya beli buruh. Karena itu, dia berharap rencana tersebut dibatalkan. Setidaknya untuk kelas III. ”Untuk dipertimbangkan agar iuran kelas III tidak dinaikkan,” ujarnya.
- Advertisement -
Sebagaimana diketahui, pemerintah berencana menaikkan iuran BPJS mulai tahun depan. Kelas I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu, kelas II Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu, dan kelas III Rp 25.500 menjadi Rp 52.000. Sementara itu, Joko Widodo mengaku akan menampung semua masukan. Termasuk untuk tidak menaikkan iuran BPJS kelas III. ”Kami pertimbangkan lah,” ujarnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman