(RIAUPOS.CO) – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di beberapa daerah di Riau telah menimbulkan kabut asap. Dampaknya kesehatan masyarakat jadi terganggu. Hingga saat ini Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Riau mencatat 22 ribu (22.149) orang terpapar infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Dari jumlah itu, warga Pekanbaru yang paling banyak terdampak, yakni 5.355 orang.
Plh Kepala Dinas Kesehatan Riau Yohanes mengatakan, setelah Pekanbaru, Siak juga tercatat banyak masyarakat yang terdampak ISPA (4.231), Kampar (3.315), Kota Dumai (2.451). Berikutnya Rokan Hulu (2.079), Pelalawan (1.767).
“Selanjutnya Indragiri Hilir 1.342 orang, Rokan Hilir 496 orang, Kepulauan Meranti 401 orang. Berikutnya Indragiri Hulu 341 orang, Bengkalis 301 orang, dan Kuantan Singingi 70 orang,” jelasnya.
Terkait banyaknya masyarakat yang terkena ISPA di Kota Pekanbaru, Yohanes menyebut berdasarkan informasi dari BMKG, arah angin dari daerah yang banyak terjadi karhutla mengarah ke Pekanbaru.
“Yang kebakaran hutan dan lahan memang di daerah, tapi arah anginnya kan membawa asapnya ke Pekanbaru,” sebutnya.
Menurut Yohanes, dengan banyaknya penderita ISPA tersebut, keperluan akan obat-obatan juga meningkat. Kendati demikian, dia memastikan stok obat di kabupaten/kota masih mencukupi.
“Stok obat masih cukup. Sejauh ini juga belum ada permintaan obat dari kabupaten/kota,” ujarnya.
Sementara itu berdasarkan data Diskes Pekanbaru, ISPA terjadi kenaikan sejak Juli sampai Agustus ini, Senin (26/8). Plt Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru M Amin mengatakan ada penambahan sekitar 665 kasus ISPA.
“Untuk Juli ada 3.540 kasus dan Agustus kemarin (26/8) ada 4.205 kasus,” ucap Amin kepada Riau Pos.
Dikatakannya, sejak Januari hingga Juli, Diskes Pekanbaru mencatat setidaknya ada 28.166 kasus ISPA. Sementara, hasil rangkuman pada 2018 ada 50.252 kasus ISPA yang terjadi.
Sementara Wali Kota (Wako) Pekanbaru Firdaus MT menyebut, ISPA bukan hanya terjadi di saat kabut asap saja. Ini konsekuensi dari Pekanbaru di daerah tropis, perubahan musim tidak terlalu ekstrem.
“ISPA ini berkaitan dengan kualitas lingkungan, harus dijaga setiap waktu,’’ ujarnya.
Dikatakannya karhutla di Sumatera terjadi di Sumatera Selatan, Jambi dan Riau. Asap dari daerah-daerah itu bermuara di Pekanbaru.
‘’Ibaratnya danau dan laut, Pekanbaru ini teluk. Jadi tempat berkumpulnya asap dari arah selatan ke Pekanbaru,’’ ujarnya sambil mengatakan untuk pemantauan kualitas udara Pemko Pekanbaru memasang di Tenayan Raya Tampan dan pusat kota.
Masyarakat Pekanbaru belakangan memang dibingungkan dengan perbedaan angka ISPU milik pemko dengan alat pemantau kualitas udara milik beberapa instansi seperti BMKG, KLHK dan Chevron. Menjawab hal ini, Firdaus menggelar rapat penanggulangan bencana kabut asap di Kota Pekanbaru, dengan stakeholder terkait, Senin (26/8).
ISPU di Pekanbaru terus menunjukkan kualitas sedang di bawah 100. Sementara pada alat pemantau kualitas udara beberapa instansi angka yang ditunjukkan fluktuatif. Data per jam yang ditampilkan kadang menyentuh kondisi tidak sehat dan bahkan sangat tidak sehat. Ini yang kemudian membuat masyarakat cemas.
Dari pertemuan dipaparkan bahwa ISPU adalah rataan kualitas udara dalam kurun waktu tertentu. Di Pekanbaru nilai ISPU dihitung dari data yang dihimpun selama 24 jam dari pukul 15.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB keesokan harinya. Sementara alat pemantau kualitas udara milik beberapa instansi melaporkan kadar polutan secara realtime jam per jam.
‘’Kami sepakati, bahwa untuk meliburkan anak sekolah tetap akan mengacu pada ISPU. Ini untuk mencegah kepanikan di tengah masyarakat, jadi nantinya sumber informasi ISPU disampaikan DLHK Pekanbaru,’’ kata Wako Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT.
Sementara agar masyarakat tidak kebingunan dengan kualitas udara yang ada, informasi tentang kualitas udara akan disampaikan secara berkala.
’’Dalam satu hari, informasi kualitas udara akan disampaikan tiga kali. Pagi, siang dan sore,’’ jelasnya.
Indeks warna pada ISPU jika dirincikan adalah, indeks 1-50 adalah kategori baik dengan warna hijau, kualitas udara pada level baik ini tidak memberi efek bagi kesehatan manusia ataupun hewan dan juga tidak berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif. Indeks 51-100, adalah kategori sedang atau berwarna biru, pada level sedang ini kualitas udara tidak berpengaruh kepada kesehatan manusia atau hewan, tetapi berpengaruh kepada tumbuhan yang sensitif.