PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Pengerjaan Proyek Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpadu (SPALD-T) di Kota Pekanbaru mendapat sorotan banyak pihak. Itu setelah proyek yang dikerjakan melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tersebut dikeluhkan masyarakat.
Terutama perihal dampak lingkungan yang disebabkan oleh debu atau ceceran tanah, serta akses jalan yang terhambat. Belum lagi perbaikan jalak pascaselesainya pengerjaan proyek di beberapa titik.
Sekretaris Fraksi PAN DPRD Riau Dr Mardianto Manan MT mengakui memang dirinya sudah acap kali mendapat aduan masyarakat terkait dampak dari pengerjaan proyek SPALD-T di Kota Pekanbaru. Mardianto mengkritik, harusnya pengerjaan proyek memberikan kenyamanan bagi masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar lokasi. Apalagi, proyek SPALD-T dikerjakan oleh kontraktor nasional melalui anggaran pemerintah pusat.
Ia kemudian mempertanyakan standar operasional (SOP) proyek yang kini tengah bekerja di kawasan Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru ini. Saking kesalnya, Mardianto bahkan menyebut pengerjaan proyek harga bintang lima, rasa kaki lima. Hal itu terlihat dari dampak lingkungan serta keresahan masyarakat sejak awal proyek tersebut mulai digarap.
"Sebenarnya kalau dikaji konsep pembangunan itu apa maknanya? Merubah yang jelek jadi bagus. Bukan malah tanbah merusak. Sekarang banyak yang hancur jalan itu, banyak yang jatuh di sana. Konsep pembangunan yang berjalan tidak sama dengan teorinya. Jadinya proyek APBN seperti ini, harga bintang lima rasa kaki lima," ungkap Mardianto, Ahad (19/6).
Ahli tata kota ini menegaskan, didalam setiap proyek pastinya ada kajian atas dampak pengerjaam terhadap lingkungan terlebih dahulu. Kata dia, sekelas proyek APBN pastinya sudah memiliki kajian lingkungan dimaksud. Seperti Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) bila skala proyek besar serta upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan (UKL-UPL).
"Kalau sekelas proyek APBN saya rasa sudah pasti ada kajian terhadap lingkungannya. Kalau proyek besar itu Amdal namanya. Kalau kecil UKL-UPL namanya. Saya paham betul soal ini. Jadi saya pertanyakan apakah perusahaan ada mengikuti SOP tersebut," tanya Mardianto.(yls)
PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Pengerjaan Proyek Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpadu (SPALD-T) di Kota Pekanbaru mendapat sorotan banyak pihak. Itu setelah proyek yang dikerjakan melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tersebut dikeluhkan masyarakat.
Terutama perihal dampak lingkungan yang disebabkan oleh debu atau ceceran tanah, serta akses jalan yang terhambat. Belum lagi perbaikan jalak pascaselesainya pengerjaan proyek di beberapa titik.
- Advertisement -
Sekretaris Fraksi PAN DPRD Riau Dr Mardianto Manan MT mengakui memang dirinya sudah acap kali mendapat aduan masyarakat terkait dampak dari pengerjaan proyek SPALD-T di Kota Pekanbaru. Mardianto mengkritik, harusnya pengerjaan proyek memberikan kenyamanan bagi masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar lokasi. Apalagi, proyek SPALD-T dikerjakan oleh kontraktor nasional melalui anggaran pemerintah pusat.
Ia kemudian mempertanyakan standar operasional (SOP) proyek yang kini tengah bekerja di kawasan Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru ini. Saking kesalnya, Mardianto bahkan menyebut pengerjaan proyek harga bintang lima, rasa kaki lima. Hal itu terlihat dari dampak lingkungan serta keresahan masyarakat sejak awal proyek tersebut mulai digarap.
- Advertisement -
"Sebenarnya kalau dikaji konsep pembangunan itu apa maknanya? Merubah yang jelek jadi bagus. Bukan malah tanbah merusak. Sekarang banyak yang hancur jalan itu, banyak yang jatuh di sana. Konsep pembangunan yang berjalan tidak sama dengan teorinya. Jadinya proyek APBN seperti ini, harga bintang lima rasa kaki lima," ungkap Mardianto, Ahad (19/6).
Ahli tata kota ini menegaskan, didalam setiap proyek pastinya ada kajian atas dampak pengerjaam terhadap lingkungan terlebih dahulu. Kata dia, sekelas proyek APBN pastinya sudah memiliki kajian lingkungan dimaksud. Seperti Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) bila skala proyek besar serta upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan (UKL-UPL).
"Kalau sekelas proyek APBN saya rasa sudah pasti ada kajian terhadap lingkungannya. Kalau proyek besar itu Amdal namanya. Kalau kecil UKL-UPL namanya. Saya paham betul soal ini. Jadi saya pertanyakan apakah perusahaan ada mengikuti SOP tersebut," tanya Mardianto.(yls)