PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Muhammad ST MT kembali mangkir dari panggilan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau. Ini merupakan panggilan kedua yang tak diindahkan Wakil Bupati (Wabup) Bengkalis. Kini, Muhammad terancam dijemput paksa oleh penyidik.
Sejatinya, orang nomor dua di Negeri Sri Junjungan telah diagendakan ulang untuk diperiksa dalam statusnya sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan pipa transmisi PDAM di Tembilahan, Indragiri Hilir (Inhil), Senin (10/2) pagi. Akan tetapi, hingga sore hari Muhammad tak kunjung menampakan batang hidungnya di kantor Ditreskrimsus, Jalan Gajah Mada.
Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto ketika dikonfirmasi Riau Pos tak menampiknya. Diakuinya, Muhammad kembali mangkir untuk kedua kalinya dari panggilan penyidik. "Iya, yang bersangkutan sampai sore ini (kemarin, red) tidak hadir," ungkap Sunarto, Senin (10/2).
Mengakui alasan tidak hadirnya Muhammad, Sunarto mengatakan, tidak mengetahuinya secara pasti. Karena, tersangka maupun kuasa hukumnya tidak ada memberikan penjelasan kepada penyidik. "Belum ada konfirmasi Muhammad maupun dari kuasa hukumnya," ucap mantan Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara (Sultra).
Ketika ditanya apakah penyidik akan menjemput paksa terhadap Wabup Bengkalis tersebut. Sebab, berdasarkan Pasal 112 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dimana menerangkan, orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya.
Terkait hal ini, perwira berpangkat tiga bunga melati menyampaikan, penyidik akan bekerja secara profesional. "Kita lakukan sesuai prosedur hukumnya," imbuh Sunarto.
Orang nomor dua di Negeri Sri Junjungan itu ditetapkan sebagai tersangka keempat dalam dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan pipa transmisi PDAM di Tembilahan, Indragiri Hilir (Inhil). Penetapan ini diketahui berdasarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterima Kejati Riau tertanggal 3 Februari 2020 lalu.
Muhammad ditetapkan sebagai tersangka bukan suatu hal yang mengejutkan. Mengingat pada rasauh itu, dia melakukan perbuatan melawan hukum di antaranya menyetujui dan menandatangani berita acara pembayaran, surat perintah membayar (SPM), kuitansi, surat pernyataan kelengkapan dana. Meski yang faktanya mengetahui terdapat dokumen yang tidak sah serta tidak dapat dipergunakan untuk kelengkapan pembayaran.
Selanjutnya, menerbitkan dan tandatangani SPM. Meski telah telah diberitahukan oleh Edi Mufti, jika dokumen seperti Laporan harian, mingguan dan bulanan yang menjadi lampiran kelengkapan permintaan pembayaran belum lengkap. Dengan alasan anggaran akhir tahun dan takut dikembalikan kalau tidak dilakukan pencairan. Lalu, menandatangi dokumen PHO yang tidak benar dengan alasan khilaf.
Pada proyek bersumber dari APBD Provinsi Riau tahun 2013 sebesar Rp3,4 miliar ini, Direktorat Ditreskrimsus Polda Riau sebelumnya telah menetapkan tiga orang tersangka. Mereka yakni, Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Sabar Stevanus P Simalonga, Direktur PT Panatori Raja selaku pihak rekanan dan Syahrizal Taher selaku konsultan pengawas.
Ketiganya telah dinyatakan bersalah dan divonis hukuman lima dan empat tahun oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Selain itu, juga terdapat nama Harris Anggara alias Liong Tjai yang turut menyandang status tersangka. Ketika hendak dilakukan penahaan, Direktur Utama (Dirut) PT Cipta Karya Bangun Nusa (CKBN) memilih kabur. Penyidik pun telah melakukan pencarian ke Medan, namun tidak membuahkan hasil, sehingga ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO).(rir)