Kamis, 4 Juli 2024

Optimis Ekonomi Tumbuh di Tahun Naga Kayu

PSMTI Imbau Rayakan Imlek secara Sederhana

RIAUPOS.CO – Tahun Baru Imlek 2575 adalah tahun Shio Naga. Perayaannya akan dilangsungkan hari ini, Sabtu (10/2). Masyarakat Tionghoa menyambut gembira perayaan Imlek tahun ini, karena Naga adalah hewan yang dianggap suci dan dihormati. Mereka percaya Shio Naga melambangkan kehormatan, ketangguhan, serta keberuntungan.

- Advertisement -

Malam Tahun Baru Imlek dikenal sebagai Chúx yang berarti malam pergantian tahun. Perayaan Imlek sendiri dimulai pada hari pertama bulan pertama penanggalan Tionghoa dan berakhir pada hari ke-15, yang disebut Cap Go Meh.

Sekretaris Umum (Sekum) Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Pusat Peng Suyoto berharap di Tahun Naga Kayu ini perekonomian Indonesia bisa kembali tumbuh, berkesinambungan, dan berkelanjutan. Pasalnya kayu merupakan unsur pembaharuan dan berkelanjutan yang diharapkan tumbuh di semua sektor.

“Tentunya kita berharap negara kita Indonesia ini menjadi semakin aman dan makmur di Tahun Naga Kayu yang bertepatan dengan tahun politik. PSMTI Pusat mengeluarkan imbauan agar perayaan Imlek dilakukan secara sederhana tanpa campur tangan politik karena PSMTI fokus pada kegiatan sosial budaya saja,” tuturnya.

- Advertisement -

Sementara itu, Ketua PSMTI Riau Stephen Sanjaya, menambahkan Tahun Naga dimulai dari 10 Februari 2024. Setelah Naga akan dilanjutkan dengan Tahun Ular. ‘’Tahun Naga 2575 Kongzili ini merupakan Tahun Naga Kayu. Naga melambangkan keperkasaan, dan keagungan. Sedangkan kayu melambangkan kreativitas dan keindahan,’’ ujarnya.

Sehingga, Stephen Sanjaya berharap tahun 2575 Kongzili ini bisa dilewati dengan baik dan mudah-mudahan keadaan perekonomian maupun politik Indonesia bisa lebih stabil. “Di Tahun Naga Kayu ini, industri UMKM harus bisa bangkit dengan menonjolkan kreativitas dalam produk yang mereka memiliki, begitu juga dengan industri lainnya,” terangnya.

Stephen juga menjelaskan, Tahun Baru Imlek berasal dari legenda perlawanan kuno terhadap Nian, seekor binatang menakutkan yang muncul setiap malam Tahun Baru Imlek untuk memakan manusia dan hewan ternak.

Untuk menakut-nakuti monster tersebut, masyarakat Tionghoa zaman dahulu kala menempelkan rumah dengan kertas merah, membakar bambu seperti petasan, menyalakan lilin dan mengenakan pakaian berwarna merah.

Pada akhirnya Nian melarikan diri ke gunung dan selamatlah masyarakat tersebut. Perayaan atas keberhasilan mengusir monster Nian disebut juga Guo Nian. Tahun Baru Imlek juga menandakan datangnya musim semi setelah musim dingin.

Berdasarkan kepercayaan orang Tionghoa zaman dahulu, mereka menemukan bahwa Planet Jupiter mengorbit Matahari memerlukan 12 tahun sekali putaran. Jadi mereka menggunakan Jupiter untuk menghitung tahun.

Tapi masalahnya Jupiter mengorbit melawan arah jarum jam, terbalik dengan bintang lainnya. Jadi mereka menciptakan sebuah bintang fiksi atau semu yang berputar berlawanan dengan arah Jupiter dan bintang semu inilah yang dinamakan Thay Shui.

Perhitungan ini menggunakan hitungan 12 batang bumi atau yang diwakilkan 12 shio. Jika dipasangkan satu shio dengan 10 batang langit secara bergiliran atau kelipatan kecilnya dari 12 batang bumi dengan 10 batang langit adalah 60 tahun.

Itu sebabnya satu siklus 60 tahun dan tiap tahun ada dewa mewakili Thai Shui yang di setiap tahun disebut dengan Thai Sui Xin Jun. Dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa zaman dahulu, Jupiter adalah bintang pelindung. Hal ini terbukti karena ukuran dan gravitasi Jupiter lebih besar sehingga planet tersebut sudah banyak melindungi umat manusia dari serangan asteroid di luar angkasa.

Baca Juga:  Dewan Janji Telaah Aspirasi Pedagang dan Turun Kembali ke STC

Sedangkan bintang semu Thay Shui adalah sebaliknya yaitu petaka. Sehingga setiap tahun saat bintang semu Thay Shui mengorbit, dia akan memecahkan energi sesuai dengan shionya sehingga tahun 2024 ini akan memancarkan energi naga.

Menurut hitungan 12 batang bumi tahun ini, 5 shio yang akan kurang beruntung (ciong). Pertama, Shio Naga karena di tahun ini zhi thai shui bertepatan dengan Thay Shui. Kedua, Shio Anjing atau Cong Thay Shui saling berlawanan dengan Thay Shui atau disebut ciong. Ketiga, Shio Kerbau yang tahun ini kena Po Thay Shui yang artinya saling menghancurkan.

Keempat, Shio Kelinci karena tahun ini kena Hai Taisui artinya saling mencelakai. Kelima, Shio Kambing yang tahun ini juga kena Xing Taisui. Artinya tahun ini Shio Kambing akan dihukum oleh Thay Shui.

“Tidak semua yang ciong berarti tidak baik. Tergantung bazi atau tanggal lahirnya. Bahkan ada yang ciong malah makin maju di tahun ini. Tapi yang memiliki ciong juga bisa ke klenteng untuk melakukan ritual po un atau an taishi,’’ jelas Stephen.

‘’Biasanya ada Suhu di klenteng yang melakukan ritual ini secara massal pada tanggal tertentu di bulan pertama Imlek. Atau kalau mau sembahyang sendiri, biasanya klenteng akan mengadakan sembahyang Dewa Thay Shui pada hari keempat atau ke-8 Imlek dengan membawa persembahan seperti buah-buahan atau manisan dan juga kue bolu fagao atau disebut juga dengan kue keberuntungan,” tambahnya.

Di Tahun Naga 2024 ini, Dewa Thay Shui yang menjabat adalah Jendela Besar Le Cheng. Untuk melindungi dari energi negatif Thay Shui tahun ini, maka masyarakat Tionghoa umumnya percaya bisa meminta keberkahan kepada Dewa Thay Shui tahun lahirnya yang terus memberikan perlindungan terhadapnya.

“Sebelum Tahun Kelinci Air ini berakhir, ada baiknya kami sembahyang ke Dewa Thay Shui karena di Tahun Kelinci Air ini, kami masyarakat Tionghoa diberikan kelancaran, keselamatan, dan jauh dari malapetaka, “ tegasnya.

Di sisi lain, Ketua Panitia Pelaksana Imlek Bersama Pekanbaru Tahun 2024 dari Marga Xu (Kho), Romo Toni Sasanasurya mengatakan ada banyak kegiatan yang dilakukan masyarakat Tionghoa satu hari menjelang pergantian tahun baru dan masih dilakukan untuk melestarikan tradisi budaya jelang Imlek . Yaitu dengan melaksanakan sembahyang kepada para leluhur atau orangtuanya yang telah wafat di altar rumah masing-masing.

‘’Hal tersebut sesuai pepatah Tionghoa, ketika minum air ingatlah sumbernya. Maksudnya kita ada di dunia ini karena adanya budi orang tua dan leluhur kita,’’ ujarnya.

Selain itu, semua masyarakat Tionghoa akan sibuk mempersiapkan akhir menyambut tahun baru Imlek (Hokkian: sincia), seperti memasang pernak-pernik Imlek, menyiapkan kue-kue dan minuman untuk kerabat dan tamu yang akan berkunjung, hingga masak makanan untuk makan malam bersama keluarga. Tapi di kota-kota besar umumnya makan di restoran atau hotel.

Baca Juga:  PSMTI Pekanbaru Serahkan 40 Paket Nyepi di Pure Jagatnatha

Dikatakan Romo Toni, malam chuxi ini yaitu sebelum pergantian tahun, akan dilaksanakan ritual dan syukuran tahun yang berlalu dan berdoa menyongsong tahun baru dengan harapan-harapan yang baik. “Ritual tersebut dapat digelar di rumah masing-masing atau dialek hokkiannya, pai thikong yang artinya sujud sembah (puja) kepada Tuhan Yang Maha Esa, maupun ke tempat ibadah sesuai keyakinan masing-masing,” ujarnya.

Selain itu, masyarakat Tionghoa menganggap hari pertama di Tahun Baru Imlek merupakan awal mulanya nasib dan keberuntungan pada tahun yang bersangkutan. Jadi, banyak sekali larangan dan pantangan dalam merayakan Tahun Baru Imlek.

“Semua larangan atau pantangan ini boleh dipercaya, boleh tidak. Tergantung pada keyakinan pribadi masing-masing. Tapi sebagian masih dipercayai oleh masyarakat Tionghoa pada umumnya. Namun sebagian lagi sudah tidak terlalu ditaati karena perkembangan zaman dan era globalisasi terutama bagi generasi muda, seperti berpakaian warna hitam dan putih dan potong kuku,” ungkapnya.

Dijelaskan Romo Toni lagi, terdapat berbagai larangan dan pantangan dalam merayakan Tahun Baru Imlek di antaranya, minum obat pada hari pertama di tahun baru sangat dilarang karena itu artinya seseorang akan sakit sepanjang tahun.

Kemudian, makan bubur untuk sarapan dianggap sebagai makanan orang miskin. Oleh karena itulah bubur dilarang dimakan sebagai sarapan pada hari pertama tahun baru agar orang tidak memulai tahun baru ini sebagai orang miskin.

Lalu orang Tionghoa tidak akan mencuci baju pada hari pertama dan kedua tahun baru. Mengapa demikian? Karena dua hari pertama di tahun baru merupakan perayaan lahirnya Shuishen (Dewa Air). Bahkan, mencuci pakaian juga dianggap menghilangkan keberuntungan yang sudah mereka dapatkan sepanjang tahun yang sudah lewat.

Mencuci rambut dilarang untuk dicuci pada hari pertama tahun baru. Dalam bahasa Tionghoa, kata yang berarti “rambut” memiliki pengucapan dan karakter yang mirip ‘fa’ dalam facai yang berarti “menjadi makmur”. Oleh karena itu mencuci rambut dianggap akan “menghilangkan keberuntungan” pada awal tahun baru.

Selajutnya, menggunakan benda tajam seperti pisau dan gunting juga dilarang untuk digunakan agar menghindari terjadinya kecelakaan. Kecelakaan adalah tanda sial bagi orang Tionghoa. Kecelakaan pada awal tahun bisa menjadi pertanda ketidakberuntungan di sepanjang tahun yang baru.

Bagi masyarakat Tionghoa, seorang wanita sebaiknya tidak meninggalkan rumahnya. Jika melanggar, dia akan tertimpa nasib buruk sepanjang tahun. Seorang anak perempuan yang sudah menikah tidak diperbolehkan mengunjungi rumah orang tuanya karena hal itu dipercaya bisa membawa nasib buruk bagi kedua orang tuanya.

Orang Tionghoa tidak akan menyapu rumahnya pada awal tahun baru. Membersihkan rumah menggunakan sapu dipercaya akan menyapu rezeki sepanjang tahun. Oleh karena itulah mereka tidak akan menyapu pada hari pertama tahun baru.(ayi)

PSMTI Imbau Rayakan Imlek secara Sederhana

RIAUPOS.CO – Tahun Baru Imlek 2575 adalah tahun Shio Naga. Perayaannya akan dilangsungkan hari ini, Sabtu (10/2). Masyarakat Tionghoa menyambut gembira perayaan Imlek tahun ini, karena Naga adalah hewan yang dianggap suci dan dihormati. Mereka percaya Shio Naga melambangkan kehormatan, ketangguhan, serta keberuntungan.

Malam Tahun Baru Imlek dikenal sebagai Chúx yang berarti malam pergantian tahun. Perayaan Imlek sendiri dimulai pada hari pertama bulan pertama penanggalan Tionghoa dan berakhir pada hari ke-15, yang disebut Cap Go Meh.

Sekretaris Umum (Sekum) Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Pusat Peng Suyoto berharap di Tahun Naga Kayu ini perekonomian Indonesia bisa kembali tumbuh, berkesinambungan, dan berkelanjutan. Pasalnya kayu merupakan unsur pembaharuan dan berkelanjutan yang diharapkan tumbuh di semua sektor.

“Tentunya kita berharap negara kita Indonesia ini menjadi semakin aman dan makmur di Tahun Naga Kayu yang bertepatan dengan tahun politik. PSMTI Pusat mengeluarkan imbauan agar perayaan Imlek dilakukan secara sederhana tanpa campur tangan politik karena PSMTI fokus pada kegiatan sosial budaya saja,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua PSMTI Riau Stephen Sanjaya, menambahkan Tahun Naga dimulai dari 10 Februari 2024. Setelah Naga akan dilanjutkan dengan Tahun Ular. ‘’Tahun Naga 2575 Kongzili ini merupakan Tahun Naga Kayu. Naga melambangkan keperkasaan, dan keagungan. Sedangkan kayu melambangkan kreativitas dan keindahan,’’ ujarnya.

Sehingga, Stephen Sanjaya berharap tahun 2575 Kongzili ini bisa dilewati dengan baik dan mudah-mudahan keadaan perekonomian maupun politik Indonesia bisa lebih stabil. “Di Tahun Naga Kayu ini, industri UMKM harus bisa bangkit dengan menonjolkan kreativitas dalam produk yang mereka memiliki, begitu juga dengan industri lainnya,” terangnya.

Stephen juga menjelaskan, Tahun Baru Imlek berasal dari legenda perlawanan kuno terhadap Nian, seekor binatang menakutkan yang muncul setiap malam Tahun Baru Imlek untuk memakan manusia dan hewan ternak.

Untuk menakut-nakuti monster tersebut, masyarakat Tionghoa zaman dahulu kala menempelkan rumah dengan kertas merah, membakar bambu seperti petasan, menyalakan lilin dan mengenakan pakaian berwarna merah.

Pada akhirnya Nian melarikan diri ke gunung dan selamatlah masyarakat tersebut. Perayaan atas keberhasilan mengusir monster Nian disebut juga Guo Nian. Tahun Baru Imlek juga menandakan datangnya musim semi setelah musim dingin.

Berdasarkan kepercayaan orang Tionghoa zaman dahulu, mereka menemukan bahwa Planet Jupiter mengorbit Matahari memerlukan 12 tahun sekali putaran. Jadi mereka menggunakan Jupiter untuk menghitung tahun.

Tapi masalahnya Jupiter mengorbit melawan arah jarum jam, terbalik dengan bintang lainnya. Jadi mereka menciptakan sebuah bintang fiksi atau semu yang berputar berlawanan dengan arah Jupiter dan bintang semu inilah yang dinamakan Thay Shui.

Perhitungan ini menggunakan hitungan 12 batang bumi atau yang diwakilkan 12 shio. Jika dipasangkan satu shio dengan 10 batang langit secara bergiliran atau kelipatan kecilnya dari 12 batang bumi dengan 10 batang langit adalah 60 tahun.

Itu sebabnya satu siklus 60 tahun dan tiap tahun ada dewa mewakili Thai Shui yang di setiap tahun disebut dengan Thai Sui Xin Jun. Dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa zaman dahulu, Jupiter adalah bintang pelindung. Hal ini terbukti karena ukuran dan gravitasi Jupiter lebih besar sehingga planet tersebut sudah banyak melindungi umat manusia dari serangan asteroid di luar angkasa.

Baca Juga:  Lomba Fashion Show Imlek Merahkan Mal SKA

Sedangkan bintang semu Thay Shui adalah sebaliknya yaitu petaka. Sehingga setiap tahun saat bintang semu Thay Shui mengorbit, dia akan memecahkan energi sesuai dengan shionya sehingga tahun 2024 ini akan memancarkan energi naga.

Menurut hitungan 12 batang bumi tahun ini, 5 shio yang akan kurang beruntung (ciong). Pertama, Shio Naga karena di tahun ini zhi thai shui bertepatan dengan Thay Shui. Kedua, Shio Anjing atau Cong Thay Shui saling berlawanan dengan Thay Shui atau disebut ciong. Ketiga, Shio Kerbau yang tahun ini kena Po Thay Shui yang artinya saling menghancurkan.

Keempat, Shio Kelinci karena tahun ini kena Hai Taisui artinya saling mencelakai. Kelima, Shio Kambing yang tahun ini juga kena Xing Taisui. Artinya tahun ini Shio Kambing akan dihukum oleh Thay Shui.

“Tidak semua yang ciong berarti tidak baik. Tergantung bazi atau tanggal lahirnya. Bahkan ada yang ciong malah makin maju di tahun ini. Tapi yang memiliki ciong juga bisa ke klenteng untuk melakukan ritual po un atau an taishi,’’ jelas Stephen.

‘’Biasanya ada Suhu di klenteng yang melakukan ritual ini secara massal pada tanggal tertentu di bulan pertama Imlek. Atau kalau mau sembahyang sendiri, biasanya klenteng akan mengadakan sembahyang Dewa Thay Shui pada hari keempat atau ke-8 Imlek dengan membawa persembahan seperti buah-buahan atau manisan dan juga kue bolu fagao atau disebut juga dengan kue keberuntungan,” tambahnya.

Di Tahun Naga 2024 ini, Dewa Thay Shui yang menjabat adalah Jendela Besar Le Cheng. Untuk melindungi dari energi negatif Thay Shui tahun ini, maka masyarakat Tionghoa umumnya percaya bisa meminta keberkahan kepada Dewa Thay Shui tahun lahirnya yang terus memberikan perlindungan terhadapnya.

“Sebelum Tahun Kelinci Air ini berakhir, ada baiknya kami sembahyang ke Dewa Thay Shui karena di Tahun Kelinci Air ini, kami masyarakat Tionghoa diberikan kelancaran, keselamatan, dan jauh dari malapetaka, “ tegasnya.

Di sisi lain, Ketua Panitia Pelaksana Imlek Bersama Pekanbaru Tahun 2024 dari Marga Xu (Kho), Romo Toni Sasanasurya mengatakan ada banyak kegiatan yang dilakukan masyarakat Tionghoa satu hari menjelang pergantian tahun baru dan masih dilakukan untuk melestarikan tradisi budaya jelang Imlek . Yaitu dengan melaksanakan sembahyang kepada para leluhur atau orangtuanya yang telah wafat di altar rumah masing-masing.

‘’Hal tersebut sesuai pepatah Tionghoa, ketika minum air ingatlah sumbernya. Maksudnya kita ada di dunia ini karena adanya budi orang tua dan leluhur kita,’’ ujarnya.

Selain itu, semua masyarakat Tionghoa akan sibuk mempersiapkan akhir menyambut tahun baru Imlek (Hokkian: sincia), seperti memasang pernak-pernik Imlek, menyiapkan kue-kue dan minuman untuk kerabat dan tamu yang akan berkunjung, hingga masak makanan untuk makan malam bersama keluarga. Tapi di kota-kota besar umumnya makan di restoran atau hotel.

Baca Juga:  Veteran Terima Sagu Hati dari Pemko

Dikatakan Romo Toni, malam chuxi ini yaitu sebelum pergantian tahun, akan dilaksanakan ritual dan syukuran tahun yang berlalu dan berdoa menyongsong tahun baru dengan harapan-harapan yang baik. “Ritual tersebut dapat digelar di rumah masing-masing atau dialek hokkiannya, pai thikong yang artinya sujud sembah (puja) kepada Tuhan Yang Maha Esa, maupun ke tempat ibadah sesuai keyakinan masing-masing,” ujarnya.

Selain itu, masyarakat Tionghoa menganggap hari pertama di Tahun Baru Imlek merupakan awal mulanya nasib dan keberuntungan pada tahun yang bersangkutan. Jadi, banyak sekali larangan dan pantangan dalam merayakan Tahun Baru Imlek.

“Semua larangan atau pantangan ini boleh dipercaya, boleh tidak. Tergantung pada keyakinan pribadi masing-masing. Tapi sebagian masih dipercayai oleh masyarakat Tionghoa pada umumnya. Namun sebagian lagi sudah tidak terlalu ditaati karena perkembangan zaman dan era globalisasi terutama bagi generasi muda, seperti berpakaian warna hitam dan putih dan potong kuku,” ungkapnya.

Dijelaskan Romo Toni lagi, terdapat berbagai larangan dan pantangan dalam merayakan Tahun Baru Imlek di antaranya, minum obat pada hari pertama di tahun baru sangat dilarang karena itu artinya seseorang akan sakit sepanjang tahun.

Kemudian, makan bubur untuk sarapan dianggap sebagai makanan orang miskin. Oleh karena itulah bubur dilarang dimakan sebagai sarapan pada hari pertama tahun baru agar orang tidak memulai tahun baru ini sebagai orang miskin.

Lalu orang Tionghoa tidak akan mencuci baju pada hari pertama dan kedua tahun baru. Mengapa demikian? Karena dua hari pertama di tahun baru merupakan perayaan lahirnya Shuishen (Dewa Air). Bahkan, mencuci pakaian juga dianggap menghilangkan keberuntungan yang sudah mereka dapatkan sepanjang tahun yang sudah lewat.

Mencuci rambut dilarang untuk dicuci pada hari pertama tahun baru. Dalam bahasa Tionghoa, kata yang berarti “rambut” memiliki pengucapan dan karakter yang mirip ‘fa’ dalam facai yang berarti “menjadi makmur”. Oleh karena itu mencuci rambut dianggap akan “menghilangkan keberuntungan” pada awal tahun baru.

Selajutnya, menggunakan benda tajam seperti pisau dan gunting juga dilarang untuk digunakan agar menghindari terjadinya kecelakaan. Kecelakaan adalah tanda sial bagi orang Tionghoa. Kecelakaan pada awal tahun bisa menjadi pertanda ketidakberuntungan di sepanjang tahun yang baru.

Bagi masyarakat Tionghoa, seorang wanita sebaiknya tidak meninggalkan rumahnya. Jika melanggar, dia akan tertimpa nasib buruk sepanjang tahun. Seorang anak perempuan yang sudah menikah tidak diperbolehkan mengunjungi rumah orang tuanya karena hal itu dipercaya bisa membawa nasib buruk bagi kedua orang tuanya.

Orang Tionghoa tidak akan menyapu rumahnya pada awal tahun baru. Membersihkan rumah menggunakan sapu dipercaya akan menyapu rezeki sepanjang tahun. Oleh karena itulah mereka tidak akan menyapu pada hari pertama tahun baru.(ayi)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari