Minggu, 7 Juli 2024

Tim PkM FH UIR Paparkan soal Pernikahan Dini sesuai UU di Siak Hulu

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Tim Pengabdian Kepada Masyarakat (PkM) Fakultas Hukum UIR melaksanakan sosialisasi terkait perkawinan dibawah umur atau pernikahan dini di Majelis Ta’lim Gtp 4 Desa Tanah Merah Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar. Hal ini sesuai dengan tinjauan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Pada Pengabdian masyarakat yang digelar Maret 2021 ini, dihadiri Ketua PkM FH UIR yang juga dosen FH UIR R Febrina Andarina Zaharnika, SH MH dan anggota PkM FH UIR Erlina, SH MH.

- Advertisement -

Tim PkM FH UIR menilai, terhadap tingginya permasalahan angka perkawinan dibawah umur (pernikahan dini) di Indonesia tentunya menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks bagi kalangan masyarakat.

Seperti memberikan dampak negatif dalam meningkatnya angka perceraian, menyambung rantai kemiskinan, menggangu ketahanan keluarga, aspek pendidikan dan pengembangan diri menjadi terhambat, berkaitan dengan masalah kesehatan pada anak, meningkatkan risiko terjadinya penelantaran serta Memicu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). 

“Itulah beberapa dampak dari pernikahan dini yang mesti dihindari, sebab pernikahan dini bukanlah salah satu jalan untuk menyelamatkan ekonomi keluarga. Tetapi malah membuat anak tersebut terkena dampak dari pernikahan dini tersebut,” ujar R Febrina dalam keterangan resmi yang diterima Riaupos.co.

- Advertisement -

Dalam program ini, tim Pengabdian Masyarakat FH UIR mengundang perwakilan masyarakat dari berbagai lapisan seperti, orang tua, remaja yang tergabung dalam majelis Ta’lim Gtp 4  Desa Tanah Merah Siak Hulu Kabupaten Kampar. Seluruhnya sama-sama berdiskusi mengenai masalah perkawinan dibawah umur (pernikahan dini) yang banyak terjadi.

Baca Juga:  Jalan Dibiarkan Amblas

R Febrina Andarina Zaharnika, SH MH membuka pemaparan materi dengan menjelaskan terkait masalah perkawinan dalam ketentuan UU Nomor 1 Tahun 1974. Dimana sudah diatur mengenai persyaratannya. Seperti mengenai batas usia untuk dapat melakukan perkawinan sebagai (syarat materiil) salah satunya Ketentuan mengenai batas umur minimal.

Hal tersebut terdapat di dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yakni berbunyi “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun”. 

Oleh karenanya, terhadap aturan perubahan regulasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan mengenai batas minimal usia pernikahan, juga sudah diterapkan dan dapat diterima secara efektif dalam masyarakat. Namun memang dalam pelaksanaannya belum efektif, karena masih banyak perkawinan yang terjadi dengan umur dibawah ketentuan undang-undang.

Dalam Paparannya, Sebagai solusi untuk mengantisipasi hal-hal serupa, sebagai daya upaya pemerintah mengeluarkan peraturan baru terkait dengan batas minimal usia perkawinan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan. Hal ini tertuang di Pasal 7 Ayat (1) yang berbunyi “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita telah mencapai usia 19 (Sembilan belas) tahun.” 

“Lantas dari batas usia inilah yang dianggap paling efektif untuk mencegah kejadian-kejadian yang tidak diharapkan yakni salah satunya menekan angka perceraian yang terjadi didalam masyarakat,” kata R Febrina.

Baca Juga:  Diundang ke Istana Negara, BAS Mengamen untuk Kumpulkan Dana

Sementara itu, ditambahkan Erlina SH MH, soal kesadaran masyarakat akan pentingnya regulasi batas minimal perkawinan sangat diperlukan. Sehingga dengan demikian masyarakat telah membantu mengefektifkan regulasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

“Berdasarkan ketentuan di atas, secara hukum pernikahan dini masih dimungkinkan. Namun, perkawinan tersebut tidak dapat dilakukan sembarangan dan harus memenuhi persyaratan tertentu. Sebab pernikahan dini, jika dilihat dari sudut pandang Psikologi,” ujarnya.

Meskipun masih dimungkinkan secara hukum terjadi guna untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, dosen FH UIR mengingatkan, ada baiknya masing-masing calon mempelai dan kedua orang tua calon mempelai dapat memahami terlebih dahulu bagaimana pandangan psikologi terhadap pernikahan dini. 

“Sebab akan terjadinya ketidaksiapan anak untuk menikah dapat dilihat dari 5 (lima) aspek tumbuh kembang anak yaitu baik secara fisik, kognitif, bahasa, sosial dan emosional. Maka cara untuk mencegah perkawinan dibawah umur (pernikahan dini),” bebernya.

Langkah awal sambungnya, tentu perlu ada edukasi terhadap anak-anak dibawah umur yang ingin menikah di usia dini dan masyarakat luas tentunya tentang pengetahuan bahayanya pernikahan dini dari segala aspek. Selain itu penting juga aturan perkawinan guna mempertegas payung hukum mengenai pembatasan usia minimal untuk menikah.

Laporan: Eka G Putra

Editor: E Sulaiman

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Tim Pengabdian Kepada Masyarakat (PkM) Fakultas Hukum UIR melaksanakan sosialisasi terkait perkawinan dibawah umur atau pernikahan dini di Majelis Ta’lim Gtp 4 Desa Tanah Merah Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar. Hal ini sesuai dengan tinjauan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Pada Pengabdian masyarakat yang digelar Maret 2021 ini, dihadiri Ketua PkM FH UIR yang juga dosen FH UIR R Febrina Andarina Zaharnika, SH MH dan anggota PkM FH UIR Erlina, SH MH.

Tim PkM FH UIR menilai, terhadap tingginya permasalahan angka perkawinan dibawah umur (pernikahan dini) di Indonesia tentunya menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks bagi kalangan masyarakat.

Seperti memberikan dampak negatif dalam meningkatnya angka perceraian, menyambung rantai kemiskinan, menggangu ketahanan keluarga, aspek pendidikan dan pengembangan diri menjadi terhambat, berkaitan dengan masalah kesehatan pada anak, meningkatkan risiko terjadinya penelantaran serta Memicu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). 

“Itulah beberapa dampak dari pernikahan dini yang mesti dihindari, sebab pernikahan dini bukanlah salah satu jalan untuk menyelamatkan ekonomi keluarga. Tetapi malah membuat anak tersebut terkena dampak dari pernikahan dini tersebut,” ujar R Febrina dalam keterangan resmi yang diterima Riaupos.co.

Dalam program ini, tim Pengabdian Masyarakat FH UIR mengundang perwakilan masyarakat dari berbagai lapisan seperti, orang tua, remaja yang tergabung dalam majelis Ta’lim Gtp 4  Desa Tanah Merah Siak Hulu Kabupaten Kampar. Seluruhnya sama-sama berdiskusi mengenai masalah perkawinan dibawah umur (pernikahan dini) yang banyak terjadi.

Baca Juga:  Jalan Dibiarkan Amblas

R Febrina Andarina Zaharnika, SH MH membuka pemaparan materi dengan menjelaskan terkait masalah perkawinan dalam ketentuan UU Nomor 1 Tahun 1974. Dimana sudah diatur mengenai persyaratannya. Seperti mengenai batas usia untuk dapat melakukan perkawinan sebagai (syarat materiil) salah satunya Ketentuan mengenai batas umur minimal.

Hal tersebut terdapat di dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yakni berbunyi “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun”. 

Oleh karenanya, terhadap aturan perubahan regulasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan mengenai batas minimal usia pernikahan, juga sudah diterapkan dan dapat diterima secara efektif dalam masyarakat. Namun memang dalam pelaksanaannya belum efektif, karena masih banyak perkawinan yang terjadi dengan umur dibawah ketentuan undang-undang.

Dalam Paparannya, Sebagai solusi untuk mengantisipasi hal-hal serupa, sebagai daya upaya pemerintah mengeluarkan peraturan baru terkait dengan batas minimal usia perkawinan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan. Hal ini tertuang di Pasal 7 Ayat (1) yang berbunyi “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita telah mencapai usia 19 (Sembilan belas) tahun.” 

“Lantas dari batas usia inilah yang dianggap paling efektif untuk mencegah kejadian-kejadian yang tidak diharapkan yakni salah satunya menekan angka perceraian yang terjadi didalam masyarakat,” kata R Febrina.

Baca Juga:  Bangunan Pasar Induk Baru 80 Persen

Sementara itu, ditambahkan Erlina SH MH, soal kesadaran masyarakat akan pentingnya regulasi batas minimal perkawinan sangat diperlukan. Sehingga dengan demikian masyarakat telah membantu mengefektifkan regulasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

“Berdasarkan ketentuan di atas, secara hukum pernikahan dini masih dimungkinkan. Namun, perkawinan tersebut tidak dapat dilakukan sembarangan dan harus memenuhi persyaratan tertentu. Sebab pernikahan dini, jika dilihat dari sudut pandang Psikologi,” ujarnya.

Meskipun masih dimungkinkan secara hukum terjadi guna untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, dosen FH UIR mengingatkan, ada baiknya masing-masing calon mempelai dan kedua orang tua calon mempelai dapat memahami terlebih dahulu bagaimana pandangan psikologi terhadap pernikahan dini. 

“Sebab akan terjadinya ketidaksiapan anak untuk menikah dapat dilihat dari 5 (lima) aspek tumbuh kembang anak yaitu baik secara fisik, kognitif, bahasa, sosial dan emosional. Maka cara untuk mencegah perkawinan dibawah umur (pernikahan dini),” bebernya.

Langkah awal sambungnya, tentu perlu ada edukasi terhadap anak-anak dibawah umur yang ingin menikah di usia dini dan masyarakat luas tentunya tentang pengetahuan bahayanya pernikahan dini dari segala aspek. Selain itu penting juga aturan perkawinan guna mempertegas payung hukum mengenai pembatasan usia minimal untuk menikah.

Laporan: Eka G Putra

Editor: E Sulaiman

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari