PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Sidang perkara tindak pidana korupsi (tipikor) pembangunan Hotel Kuantan Singingi (Kuansing) masuk agenda pemeriksaan terdakwa pada Jumat (27/9/2024) petang.
Mantan Bupati Kuansing Sukarmis yang duduk sebagai terdakwa perkara korupsi yang menyebabkan kerugian negara Rp22,6 miliar itu, dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Mulai dari usulan pemindahan, pembangunan, hingga mangkraknya proyek mencusuar yang akhir tidak beroperasi itu.
Pada sidang yang dipimpin Hakim Ketua Jonson Parancis itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andre Antonius memulai pemeriksaan lewat pertanyaan sederhana.
“Dari hasil pemeriksaan pembangunan hotel yang saat ini terbengkalai tidak dapat difungsikan, apakah terdakwa yang menjabat Bupati pada saat itu merasa bersalah?” tanya Andre yang juga Kasi Pidsus Kejari Kuansing ini.
Hadir secara virtual dari Lapas Kelas IIB Taluk Kuantan, Sukarmis menjawab dirinya tidak merasa bersalah. Hal ini membuat JPU tersenyum.
Kemudian JPU juga menanyakan kepada Sukarmis terkait posisi atau letak lokasi pembangunan hotel. Semula hotel ini direncanakan akan dibangun di atas lahan milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuansing di Wisma Jalur.
Lalu atas usulan Sukarmis, sesuai sidang sebelumnya, pembangunan dipindah dekat Gedung Abdul Rauf Teluk Kuantan.
“Apa alasan Terdakwa memindahkan lokasi tersebut?” cecar JPU.
Terdakwa mengatakan bahwa alasan lokasi dipindahkan karena di wisma jalur banyak ganti rugi. Pernyataan ini bertentangan keterangan saksi pada sidang sebelumnya, karena Wisma Jalur merupakan lahan Pemkab.
Terkait lokasi tanah untuk pembangunan hotel, terdakwa mengatakan tanah yang menjadi objek pembangunan hotel sudah disiapkan Kabag Pertanahan.
Lahan yang diketahui milik Susilowadi harus diganti rugi. Pernyataan soal tanah yang telah dipersiapkan Kabag Pertanahan, juga bertentangan dengan keterangan beberapa saksi bahwa Sukarmis sendirilah mengusulkan pemindahan lokasi.
Pada sidang sebelumnya JPU dalam surat dakwaan menyebutkan, perbuatan korupsi Sukarmis itu dilakukannya bersama-sama dengan Kepala Bappeda Kuansing Hardi Yakub dan Suhasman selaku Kabag Pertanahan Pemkab Kuansing Tahun 2009-2016 yang dituntut dengan berkas terpisah.
Korupsi Rp22,6 miliar ini berawal dari proyek tiga pilar yang salah satunya adalah kegiatan pembangunan Hotel Kuantan Singingi.
Dana pembangunannya bersumber dari APBD Kuansing Tahun Anggaran 2013 dan 2014.
Untuk pembangunannya, Sukarmis didakwa bersekongkol dengan Susilowadi dalam pengadaan lahan hotel. Terdakwa menyetujui pembelian lahan milik Susilowadi.
Untuk memuluskan rencana itu Sukarmis memerintahkan Suhasman selaku Kabag Pertanahan untuk berkoordinasi dengan Susilowadi. Tujuannya, untuk mempermudah proses ganti rugi lahan hotel.
Tidak hanya itu, terdakwa memerintahkan untuk membuatkan perencanaan pembangunan hotel meski tidak melalui Musrenbang.
Terdakwa juga meminta agar kegiatan pembebasan lahan hotel itu, disisipkan dalam Rencana Kegiatan Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2012.
Seolah-olah, pengadaan lahan dan pembangunan Hotel Kuansing masuk dalam perencanaan.
Namun kenyataannya, pembangunan hotel ini tidak pernah selesai. Berdasarkan hasil audit, ditemukan kerugian negara sebesar Rp22,6 miliar.
Akibat perbuatannya Sukarmis didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam perkara ini, sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru telah menghukum Hardi Yakub dan Suhasman. Keduanya divonis selama 12 tahun penjara oleh majelis hakim yang dipimpin Zefri Mayeldo Harahap SH MH dengan anggota Yuli Artha Pujayotama dan Rosita pada Kamis (13/6/24) lalu.