PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Dumai menghentikan penuntutan tiga perkara pidana umum melalui mekanisme restorative justice (RJ). Langkah ini ditempuh setelah Kejaksaan Agung RI menyetujui permohonan penghentian perkara yang diajukan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Zikrullah, menjelaskan bahwa persetujuan diberikan usai ekspose bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) melalui Plt Direktur A Sesjampidum, Undang Mugopal, Senin (22/9). “Syarat-syarat dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 sudah terpenuhi, sehingga tiga perkara dari Kejari Dumai dikabulkan,” katanya.
Menurut Zikrullah, masing-masing perkara memiliki tersangka berbeda. Sebelum keputusan diambil, Jaksa Fasilitator Kejari Dumai telah memediasi perdamaian antara korban dan para tersangka. Para tersangka juga menyampaikan penyesalan, berjanji tidak mengulangi perbuatan, serta menandatangani surat pernyataan. Dukungan datang dari tetangga hingga tokoh masyarakat yang menilai ketiganya aktif bermasyarakat.
Meski terbebas dari tuntutan, para tersangka tetap mendapat sanksi sosial. Mereka diwajibkan membersihkan Jalan HR Soebrantas, Dumai, selama tujuh hari.
Kasi Pidum Kejari Dumai, Hendar Rasyid Nasution, merinci perkara yang melibatkan tiga tersangka, yakni AA, WA, dan Tum. Kasus bermula dari AA yang membeli ponsel curian seharga Rp100 ribu, lalu menjual kembali seharga Rp150 ribu. Ponsel tersebut kemudian dibeli WA, dan akhirnya dijual kepada Tum seharga Rp200 ribu. Padahal, harga asli ponsel itu sekitar Rp2,7 juta.
“Dalam waktu dekat, Kejari Dumai akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP2). Setelah itu, ketiganya dinyatakan bebas dari tuntutan,” tegas Hendar.