- Advertisement -
GAZA (RIAUPOS.CO) – Kabar mengejutkan datang dari Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammad Shtayyeh. Kemarin (26/2) dia menyatakan mundur dari jabatannya. Shtayyeh menyerahkan surat pengunduran dirinya kepada Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas.
Dilansir Al Jazeera, Shtayyeh menyebut alasan pengunduran diri itu adalah meningkatnya kekerasan di Gaza. ’’Keputusan untuk mengundurkan diri diambil mengingat eskalasi yang belum pernah terjadi sebelumnya di Tepi Barat dan Jerusalem serta perang, genosida, dan kelaparan di Jalur Gaza,’’ jelasnya.
- Advertisement -
Dia melihat tahap selanjutnya, termasuk tantangan-tantangannya, memerlukan pengaturan pemerintahan dan politik baru. Juga mempertimbangkan realitas baru di Gaza. ’’Perlunya konsensus Palestina-Palestina berdasar persatuan Palestina dan perluasan kesatuan otoritas atas tanah Palestina,’’ imbuh pria 66 tahun itu.
Pernyataan tersebut muncul ketika tekanan AS terhadap Abbas semakin meningkat untuk menggoyahkan Otoritas Palestina. Negeri Paman Sam mulai merancang struktur politik yang dapat mengatur Palestina setelah perang.
Ambisi Israel untuk menguasai Gaza juga makin kentara. Baru-baru ini, Menteri Keuangan Sayap Kanan Israel Bezalel Smotrich justru mengumumkan rencana untuk membangun lebih dari 3.300 rumah baru. Hal itu dilakukan sebagai tanggapan atas penembakan yang menewaskan seorang warga sipil Israel.
- Advertisement -
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken kecewa mendengar pengumuman Israel tentang permukiman baru tersebut. ’’Sudah menjadi kebijakan lama AS di bawah pemerintahan Partai Republik dan Demokrat bahwa permukiman baru adalah kontraproduktif untuk mencapai perdamaian abadi,’’ katanya di Buenos Aires.
Blinken menegaskan hal itu tidak sejalan dengan hukum internasional. ’’Pemerintahan kami tetap menentang perluasan permukiman dan menurut penilaian kami, hal ini hanya melemahkan, bukan memperkuat, keamanan Israel,’’ katanya.(dee/c7/bay/jpg)
GAZA (RIAUPOS.CO) – Kabar mengejutkan datang dari Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammad Shtayyeh. Kemarin (26/2) dia menyatakan mundur dari jabatannya. Shtayyeh menyerahkan surat pengunduran dirinya kepada Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas.
Dilansir Al Jazeera, Shtayyeh menyebut alasan pengunduran diri itu adalah meningkatnya kekerasan di Gaza. ’’Keputusan untuk mengundurkan diri diambil mengingat eskalasi yang belum pernah terjadi sebelumnya di Tepi Barat dan Jerusalem serta perang, genosida, dan kelaparan di Jalur Gaza,’’ jelasnya.
- Advertisement -
Dia melihat tahap selanjutnya, termasuk tantangan-tantangannya, memerlukan pengaturan pemerintahan dan politik baru. Juga mempertimbangkan realitas baru di Gaza. ’’Perlunya konsensus Palestina-Palestina berdasar persatuan Palestina dan perluasan kesatuan otoritas atas tanah Palestina,’’ imbuh pria 66 tahun itu.
Pernyataan tersebut muncul ketika tekanan AS terhadap Abbas semakin meningkat untuk menggoyahkan Otoritas Palestina. Negeri Paman Sam mulai merancang struktur politik yang dapat mengatur Palestina setelah perang.
- Advertisement -
Ambisi Israel untuk menguasai Gaza juga makin kentara. Baru-baru ini, Menteri Keuangan Sayap Kanan Israel Bezalel Smotrich justru mengumumkan rencana untuk membangun lebih dari 3.300 rumah baru. Hal itu dilakukan sebagai tanggapan atas penembakan yang menewaskan seorang warga sipil Israel.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken kecewa mendengar pengumuman Israel tentang permukiman baru tersebut. ’’Sudah menjadi kebijakan lama AS di bawah pemerintahan Partai Republik dan Demokrat bahwa permukiman baru adalah kontraproduktif untuk mencapai perdamaian abadi,’’ katanya di Buenos Aires.
Blinken menegaskan hal itu tidak sejalan dengan hukum internasional. ’’Pemerintahan kami tetap menentang perluasan permukiman dan menurut penilaian kami, hal ini hanya melemahkan, bukan memperkuat, keamanan Israel,’’ katanya.(dee/c7/bay/jpg)