Minggu, 8 September 2024

BI Suntik Likuidititas Perbankan Hingga Rp583 Triliun

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa telah menyuntikkan likuiditas kepada perbankan melalui quantitative easing (QE) sebanyak Rp583,5 triliun hingga Mei 2020. BI berkomitmen untuk terus memberikan pelonggaran likuiditas kepada perbankan di tengah pandemi Covid-19.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan, kebijakan ini bersama stimulus fiskal dari pemerintah serta restrukturisasi kredit kepada dunia usaha oleh perbankan diharapkan dapat mendukung pemulihan perekonomian nasional.

"Sesuai kebijakan moneter, BI menyediakan likuiditas di pasar uang dan perbankan. Bank sentral tidak bisa langsung ke sektor riil. Fungsi sektor riil adalah melalui kebijakan stimulus fiskal yang menggerakkan sektor riil," ujar dia melalui telekonferensi pers, Kamis (28/5).

Injeksi likuiditas sebesar Rp583,5 triliun itu berasal dari pembelian surat berharga negara (SBN) dari pasar sekunder senilai Rp166,2 triliun, term-repo perbankan dan pertukaran valuta asing (FX Swap) senilai Rp196,6 triliun untuk periode Januari sampai April, ditambah Rp49,9 triliun pada Mei.

- Advertisement -
Baca Juga:  BNI Serahkan Bantuan 1 Unit Mobil Operasional

Kemudian, penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) senilai Rp53 triliun pada periode Januari sampai April, lalu Rp102 triliun pada Mei. Selain itu, BI juga memberikan kelonggaran kewajiban tambahan giro bagi bank yang tidak memenuhi Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) senilai Rp15,8 triliun.

Perry menuturkan, BI tentunya berperan penting di dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional. Terdapat dua komponen penting di dalamnya. Komponen pertama, memberikan dukungan tambahan terhadap pembiayaan anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Saat ini, defisit APBN telah dinaikkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjadi 5,07 persen, melalui pembelian SBN di pasar perdana.

- Advertisement -

Komponen kedua, terkait dengan peran sebagai institusi yang menjaga kebutuhan dana likuiditas oleh perbankan untuk restrukturisasi kredit dunia usaha. BI pun telah menyediakan instrumen term-repo SBN bagi perbankan untuk mendanai kebutuhan likuiditas perbankan.

Baca Juga:  Pincab BRI Rengat Antarkan Mobil Hadiah Utama Simpedes kepada Nasabah

"Ini dua komponen pokok, di atas koordinasi erat saat masa Covid-19 yang fokusnya untuk memulihkan ekonomi, mengatasi sektor riil, melalui stimulus fiskal dan melalui restrukturisasi kredit di perbankan, di mana kemudian di antara pemerintah, BI, OJK, LPS, berkoordinasi secara erat. Ini kita terus lakukan secara bersama," ucap Perry.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa telah menyuntikkan likuiditas kepada perbankan melalui quantitative easing (QE) sebanyak Rp583,5 triliun hingga Mei 2020. BI berkomitmen untuk terus memberikan pelonggaran likuiditas kepada perbankan di tengah pandemi Covid-19.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan, kebijakan ini bersama stimulus fiskal dari pemerintah serta restrukturisasi kredit kepada dunia usaha oleh perbankan diharapkan dapat mendukung pemulihan perekonomian nasional.

"Sesuai kebijakan moneter, BI menyediakan likuiditas di pasar uang dan perbankan. Bank sentral tidak bisa langsung ke sektor riil. Fungsi sektor riil adalah melalui kebijakan stimulus fiskal yang menggerakkan sektor riil," ujar dia melalui telekonferensi pers, Kamis (28/5).

Injeksi likuiditas sebesar Rp583,5 triliun itu berasal dari pembelian surat berharga negara (SBN) dari pasar sekunder senilai Rp166,2 triliun, term-repo perbankan dan pertukaran valuta asing (FX Swap) senilai Rp196,6 triliun untuk periode Januari sampai April, ditambah Rp49,9 triliun pada Mei.

Baca Juga:  Kerugian Akibat Covid-19 Setara Ekonomi Jerman dan Jepang

Kemudian, penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) senilai Rp53 triliun pada periode Januari sampai April, lalu Rp102 triliun pada Mei. Selain itu, BI juga memberikan kelonggaran kewajiban tambahan giro bagi bank yang tidak memenuhi Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) senilai Rp15,8 triliun.

Perry menuturkan, BI tentunya berperan penting di dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional. Terdapat dua komponen penting di dalamnya. Komponen pertama, memberikan dukungan tambahan terhadap pembiayaan anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Saat ini, defisit APBN telah dinaikkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjadi 5,07 persen, melalui pembelian SBN di pasar perdana.

Komponen kedua, terkait dengan peran sebagai institusi yang menjaga kebutuhan dana likuiditas oleh perbankan untuk restrukturisasi kredit dunia usaha. BI pun telah menyediakan instrumen term-repo SBN bagi perbankan untuk mendanai kebutuhan likuiditas perbankan.

Baca Juga:  BNI Serahkan Bantuan 1 Unit Mobil Operasional

"Ini dua komponen pokok, di atas koordinasi erat saat masa Covid-19 yang fokusnya untuk memulihkan ekonomi, mengatasi sektor riil, melalui stimulus fiskal dan melalui restrukturisasi kredit di perbankan, di mana kemudian di antara pemerintah, BI, OJK, LPS, berkoordinasi secara erat. Ini kita terus lakukan secara bersama," ucap Perry.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari